Powered By Blogger

Minggu, 30 Januari 2011

makalah praktikum ekologi perairan muara dan mangrove (karangantu serang)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1.       Latar belakang
Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya  rumah  atau  tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya. Definisi ekologi seperti di atas, pertama kali disampaikan oleh  Ernest Haeckel (zoologiwan Jerman, 1834-1914). Ekologi adalah cabang ilmu biologi yang banyak memanfaatkan informasi dari berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti : kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk pembahasannya. Dalam studi ekologi digunakan metoda pendekatan secara rnenyeluruh pada komponen-kornponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem.
Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor biotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan. Ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya. Pengamatan ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam hubungan timbal balik tersebut. Dalam studi ekologi digunakan metoda pendekatan secara rnenyeluruh pada komponen-kornponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem.
ekositem sungaiEkologi perairan. Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupunstatis (tergenang) seperti danau. Perairan ini dapat merupakan perairan  tawar, payau, maupun asin (laut). Ekologi  adalah ilmu mengenai hubungan organisme dengan lingkungannya – mempelajari hubungan antara tempat hidup organisme dan interaksi mereka dengan lingkungan secara alami atau linkungan yang sedang berkembang. Ekologi perairan adalah ilmu yang mempelajari hubungan organime dengan lingkungan perairan.






Pada praktikum lapang mata kuliah ekologi perairan mengenai ekosistem muara dan ekosistem mangrove yang dilaksanakan di perairan karangantu serang banten.  Ekosistem muara dan mangrove diperairan karangantu merupakan ekosistem yang bentuk kondisi lingkungan perairannya masih perlu adanya penaganan lebih lanjut serta  pemanfatan dan pengolahannya harus  selalu dijaga dan diperhatikan.



1.2.       Tujuan
Pada praktikum lapang mata kuliah ekologi perairan yang mengenai ekosistem muara dan ekosistem mangrove yang  dilaksanakan diperairan karangantu Serang Banten  mempunyai beberapa tujuan yaitu diantarannya :
a.    Mengetahui kondisi ekosistem muara dan ekosistem mangrove yang berada dilingkungan perairan karangantu Serang Banten.
b.    Mengetahui ekosistem muara dari lingkungan fisik perairan mulai dari arus, bentuk fisik perairan, intensitas perairan, dan kecerahan.
c.    Mengetahui ekosistem muara dari lingkungan kimia mulai dari Ph, suhu perairan dan DO (dissolved oxyigen).
d.    Mengetahui ekosistem mangrove yang terdapat diperairan karangantu Serang Banten mulai dari bentuk mangrove serta habitat biota yang terdapat dimangrove.
e.    Mengetahui metodologi yang digunakan dalam mengukur lingkungan fisik dan kimia perairan muara dan mangrove yang berada dikarangantu Serang Banten.

1.3.       Waktu dan tempat
Praktikum lapang mata kuliah ekologi perairan mengenai ekosistem muara dan ekosistem mangrove dilaksanakan diperairan karangantu Serang Banten pada hari minggu 19 Desember 2010 pada pukul 10.00 wib sampai pukul 11.00. Dan diikuti oleh mahasiswa/i semester 3 jurusan perikanan fakultas pertanian unversitas sultan ageng tirtayasa Banten.







BAB III
METODOLOGI


2.1.       Alat dan bahan
Dalam praktikum lapang mata kuliah ekologi perairan yang dilaksanakan diperairan Karangantu Serang Banten mengenai ekosistem muara dan ekosistem mangrove terdapat alat dan bahan yang digunakan yaitu diantarannya Pada pengukuran kondisi fisik dan kimia perairan menggunakan Secchi disk, DO (dissolved oxyigen), Paralon 1 meter dan transek.

2.2.       Prosedur kerja praktek lingkungan fisik
2.2.1.  Arus
Metode pengukuran arus dapat diketahui dengan tiga cara, yakni melakukan pengukuran langsung di laut, melalui pengamatan topografi muka laut dengan satelit, dan model hidrodinamik.
                                                 a.      Pengukuran arus secara insitu
Pengukuran arus secara insitu dapat dilakukan dengan dua metode, yakni metode Lagrangian dan Euler. Metode Lagrangian adalah suatu cara mengukur aliran massa air dengan melepas benda apung atau drifter ke laut, kemudian mengikuti gerakan aliran massa air laut.
      Cara lain mengukur arus insitu adalah dengan metode Euler. Pengukuran arus yang dilakukan pada satu titik tetap pada kurun waktu tertentu. Cara ini biasanya menggunakan alat yang disebut dengan Current Meter. Salah satu alat ukur arus dengan metode Euler ditampilkan pada Gamb 2. Pada alat tersebut dilengkapi dengan sensor suhu, conductivitas untuk mengukur salinitas, rotor untuk kecepatan dan kompas magnetik untuk menentukan arah.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgjPzC4VuiWTvJtnsXPozEmHxNPzs7QO5qLmTtIl7mM02OzXj5bIgqUu1CvpooNVAupheJCgvj684u-bbt7ETk0SJMQ1PbGxVEJf14UQpdIezgm6E6NE9SNu0svtcyNZnpPg1qgZ6gA_vkT/s320/16.jpg
 



    



Gambar 1.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglLsAo5igFVIrpa26AUhIhEqyjimraTgLziWBq7zMwnaXr25CAbR66JV-PHuhgxha66l4BIPTqSxiPEuCfL98OQEk1zmBJAZsYUGw-kuyno93OubUrPAfXVmQyr57rA0bWIoied-QNgbWd/s320/17.jpgSalah satu contoh alat ukur arus dengan menggunakan metode Euler, panel sebelah kiri merupakan salah satu contoh lintasan arus yang bergerak dari Samudera Pasifik  bergerak memasuki perairan Indonesia.

           



Gambar 2.
Current Meter Aandera Type RCM-7
                                                b.        Pengukuran arus dengan satelit altimetri
Adanya perkembangan teknologi satelit dewasa ini sangat memungkinkan untuk mengetahui tinggi muka laut atau topografi muka laut. Salah satu satu satelit yang mampu untuk membedakan perbedaan tinggi muka laut adalah Topex/Poseidon.
Satelit altimetri pada prinsipnya mentransmisikan gelombang dengan panjang tertentu, kemudian dicatat waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak dari satelit ke permukaan laut dan kembali ke reciever di satelit, sehingga jarak dari lintasa satelit ke muka laut diketahui. Jarak yang lebih dekat saat muka laut lebih tinggi akan membutuhkan waktu yang lebih pendek bila dibandingkan dengan saat muka laut lebih rendah. Gambar. 3b menggambarkan tinggi rendah muka laut dan hasil analisis gerakan massa air permukaan.





https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjw9NZCoTYPf4LgpBMXU7dGCf3FRFwgsO5UMhlagnXGPYoWah3tjio6BMxZdizI0qluE1qgICFE7XwH7Iq4aDNqIDXjnbueJ77HEZuWx8uKZ9Cf_fCAGNz0uzPCuYzTl_q7I6CkFYYfVvGp/s320/19.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhfUIdpOG7U_P9e8MZOb8DiziSCPOzTzw24RnF29gk7R_QUixOhHi7z5Nagtz0Zrk4Uricz0_O9PNrHBgMF75y7S5jZVOa9xhJcJGNxfaIqWUWGQpFIP6_aAJqH3_06WyYhguCRxjN8ewM5/s320/20.jpg
 





(a)                                                         (b)
Gambar 3.
(a) Satelit Topex-Poseidon, (b) hasil rekaman satelit Topex-Posaidon berupa peta topografi uka laut
                                                 c.      Pengukuran arus dengan membangun model hidrodinamika
Seiring dengan perkembangan teknologi komputer, para pakar oseanografi fisika mengembangkan model-model hidrodinamika untuk memprediksi gerak massa air di laut. Dengan memahami prinsip-prinsip fisika dan dengan alat bantu matematika dan komputer beberapa permasalahan yang secara analitik sulit dipecahkan dapat dipecahkan dengan metode numerik. Sampai saat ini banyak sekali model dikembangkan, misalnya POM (Princeton Ocean Modeling). Bahkan beberapa institusi kelautan dunia membuat paket-paket model yang bisa di-running dalam personal komputer berbasis windows, misalnya SMS 8.0 (Surface water Modelling System).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixQlWW7ezlk-pGxuDpPzzwFLmrO5Vgb-QlIlqi6UuDiscjojjsuS8doSVsMmJTalvkv1ZKbDtpG0DG8WmA-LTy0dp31NabK8V7i1I2Ek9l-gitODO1T4AkIQKzaapxHJdPGFgZ4RV4e9Ls/s320/21.jpg 

           





Gambar 4.
merupakan salah satu contoh model arus yang dihasilkan dari program SMS 8.0 dengan memasukkan data kedalaman, komponen pasang-surut M2, S2, N2. O1 dan K1.
      Pada praktikum lapang mata kuliah ekologi perairan mengenai ekosistem muara dan ekosistem mangrove yang dilaksanakan dikarangantu Serang Banten untuk mengukur kualitas air pada ekosistem muara yaitu kecepatan arus dalam, arus dalam serta pada kedalaman berapa arus dalam tersebut ada. dengan menggunakan  alat current meter caranya alat tersebut dicelupkan keperairan dalam waktu 1 menit setelah itu didapati berapa kecepatan arus dalam, arus dalamnya serta  pada kedalaman berapa arus dalam tersebut ada didalam perairan muara.




2.2.2.  Bentuk fisik perairan
Bentuk fisik perairan merupakan suatu bentuk ekosistem  yang mempunyai peran penting. Bentuk fisik perairan ekosistem muara dan ekosistem mangrove ditinjau dari kedalaman, panjang muara dan mangrove, lebar muara dan mangrove, serta sifat fisika dan kimia perairan muara dan mangrove. Begitupun bentuk fisik ekosistem muara dan ekosistem mangrove yang terdapat diperairan karangantu Serang Banten.

Pada praktikum ekosistem muara dan ekosistem mangrove prosedur kerja yang digunakan dalam pengukuran bentuk fisik perairan yaitu pada prosedur ekosistem muara untuk mengetahui pengukuran kedalaman muara menggunakan alat paralon 1 meter dengan ketentuan setiap 5 cm diberi tanda. Dan cara menggunakannya dengan mencelupkan paralon keperairan setelah itu diketahui berapa kedalaman dari muara tersebut. Untuk pengukuran lebar muara diukur dengan menggunakan alat meteran yang dengan cara pengukurannya dari jarak awal tempat muara  sampai keperairan pulau. Tetapi pada praktikum ekologi perairan mengenai ekosistem muara pengukuran panjang muara tidak dilakukan.  Pada pengukuran lebar muara prosedur kerjanya sama seperti pengukuran panjang muara, yaitu menggunakan meteran dengan cara pengukurannya mulai dari pinggir muara sampai kepinggir muara selanjutnya dan catat berapa lebar dari muara tersebut.

Bentuk fisik perairan ekosistem mangrove pada pengukuran panjang mangrove prosedur kerjanya dengan menggunakan meteran yang cara pengukurannya dengan mengukur mangrove dari tempat awal mangrove sampai keujung mangrove terakhir sehingga didapati berapa panjang mangrove kemudian catat panjang mangrove tersebut. Untuk pengukuran lebar mangrove cara pengukurannya sama menggunakan meteran, tetapi pada praktikum ekosistem mangrove pengukuran lebar muara tidak dilakukan.

2.2.3.  Kecerahan
Pengukuran kecerahan perairan muara yaitu dengan menggunakan  secchi disk. Secchi disk pertama kali ditemukan oleh Fr. Pietro Angelo Secchi, seorang ahli astrofisika. Saat ia diminta untuk mengukur transparansi perairan di laut mediterania oleh seorang Komandan (Letnan) Angkatan Laut Cialdy, pimpinan armada angkatan laut Papal. Ia pun memperkenalkan alat pengkurur kecerahan yang terbuat dari piringan dan diberi warna hitam dan putih. Secchi menggunakan piringan putih untuk mengukur kecerahan periaran mediterania pada bulan april tahun 1865. Kala itu, ukuran piringan yang digunakan untuk mengukur kecerahan perairan sangat bervariasi. Namun umumnya ukuran yang digunakan adalah piringan dengan ukuran dengan diameter 18 inchi. Dan dibuat menggunakan piringan metal dengan warna hitam dan putih. Jadi, hitam dan putih digunakan karena hitam adalah warna yang dapat mewakili warna gelap dan putih mewakili warna cerah.
Secchi disk digunakan untuk melihat seberapa jauh jarak (kedalaman) penglihatan seseorang ketika melihat ke dalam perairan. Caranya, piringan diturunkan ke dalam air secara perlahan menggunakan pengikat/tali sampai pengamat tidak melihat bayangan secchi. Saat bayangan piringan sudah tidak tampak, tali ditahan/ berhenti diturunkan. Selanjutnya secara perlahan piringan diangkat kembali sampai bayangannya tampak kembali. Kedalaman air dimana piringan tidak tampak dan tampak oleh penglihatan adalah pembacaan dari alat ini. Dengan kata lain, kedalaman kecerahan oleh pembacaan piringan secchi adalah penjumlahan kedalaman tampak dan kedalaman tidak tampak bayangan secchi dibagi dua. Meskipun, piringan secchi sebagai alat ukur kecerahan perairan dalam mengukur transparansi air, perolehan datanya masih perkiraan, alat ini sering digunakan karena bentuk dan penggunaannya yang simpel. Selain menggunakan secchi disk ada alat lain yang lebih akurat dalam mengukur tingkat kecerahan perairan yaitu fotometer.
Rumus kecerahan :
Kecerahan = jarak hilang+jarak tampak





Gambar 5. Alat secchi disk dan cara penggunaannya
Pada praktikum lapang ekologi perairan prosedur kerja dalam pengukuran kecerahan perairan muara dikarangantu Serang Banten yaitu menggunakan yaitu menggunakan secchi disk. Cara pemakaian dan fungsi secchi disk sama seperti pernyataan diatas dan dapat memberikan informasi berapa kecerahan perairan muara yang terdapat dikarangantu Serang Banten.




2.2.4.      Biota laut mangrove
Untuk mengetahui biota laut mangrove pada ekosistem mangrove prosedur kerjanya yaitu dengan menggunakan alat transek berukuran  panjang dan lebar 1 meter yang bebentuk 4 persegi cara penggunaannya yaitu dengan menaruhnya dimangrove tersebut sebagai sampel dari biota yang terdapat dimangrove lalu dicari dan catat ada biota apa saja yang terdapat didalam transek tersebut.

2.3.            Prosedur kerja praktek lingkungan kimia
2.3.1.      PH dan suhu
Prosedur kerja pengukuran Ph dan suhu muara yang dilakukan diperairan karangantu yaitu dengan menggunakan alat DO (Dissloved oxygent) yang cara kerjannya dengan mencelupkan kabel ph kedalam perairan yang sebelumnya kabel ph dipasang kedalam alat DO (dissloved oxygent) dalam waktu 1 menit sehingga didapat berapa ph dan suhu yang diperoleh diperairan tersebut.
Dan untuk mengukur ph dan suhu mangrove sama halnya seperti pengukuran ph dan suhu dimuara yaitu menggunakan alat DO (dissloved oxygent) dengan cara mencelupkan kabel ph yang dipasangkan dialat DO (dissloved oxygent) keparairan dalam waktu 1 menit. Kemudian didapati berapa ph dan suhu yang terdapat pada mangrove tersebut.
2.3.2.      DO dan suhu
Untuk mengetahui kandungan oksigen (DO) dan suhu yang terdapat dimuara yaitu dengan menggunakan alat dissolved oxygent dengan capa pemakainnya yaitu mencelupkan kabel DO yang sebelumnya dipasangkan ke alat DO (dissolved oxygen) kemudian dicelupkan kedalam perairan selama waktu 1 menit. Kemudian angkat dan diketahui berapa kandungan oksigen dan suhu yang terdapat dimuara tersebut.

Prosedur kerja untuk mengukur kandungan oksigen dan suhu dimangrove pengukurannya sama menggunakan alat DO (dissloved oxygent) cara penggunaannya sama seperti pengukuran kandungan oksigen dan suhu dimuara.

























BAB III
EKOSISTEM MUARA


3.1.      Ekosistem muara
Kata "muara" berasal dari bahasa Latin yang berarti aestuarium inlet pasang laut, yang dengan sendirinya berasal dari istilah aestus, berarti pasang. Ada banyak definisi diusulkan untuk menggambarkan sebuah muara. Definisi ini diterima secara luas yang dimaksud dengan muara adalah: "suatu tertutup pesisir tubuh-semi air, yang memiliki koneksi gratis dengan laut terbuka, dan di mana air laut terukur diencerkan dengan air tawar yang berasal dari drainase tanah." Namun, definisi ini tidak termasuk sejumlah badan air pesisir seperti laguna pesisir dan laut payau. Definisi tentang muara diantarannya :
·        Muara merupakan tempat pertemuan antara air laut dengan air sungai dan merupakan bagian hilir dari sungai. Pada dasar perairan muara ini terjadi pengendapan karena hal ini terjadi pertemuan partikel pasir/lumpur yang dibawa oleh arus sungai bertemu dengan pasir yang berada di daerah sekitar pantai. Dengan demikian percampuran pasir tersebut menghasilkan pengendapan lumpur yang sangat berpengaruh pada perilaku kehidupan organisme muara. Selain itu salinitas yang terbentuk di muara merupakan campuran antara salinitas air sungai dengan salinitas laut (Hutabarat, 1985).
·        Muara merupakan suatu tempat yang cukup sulit untuk di tempati, bersifat cukup produktif yang dapat mendukung sejumlah besar biomassa. Secara umum muara hanya dapat dihuni oleh beberapa spesies saja. Menurut Soeyasa, (2001).
Muara adalah wilayah badan air dimana terjadi pertemuan antara satu atau lebih sungai pada wilayah pesisir dengan wilayah laut. Muara sangat terpengaruh oleh kondisi air daratan seperti aliran air tawar dan sedimen, serta air lautan seperti pasang-surut, gelombang, dan masuknya air asin. Sebagai hasilnya, muara mengandung banyak ceruk biologis dalam area kecil, dan begitu juga terkait dengan tingginya keanekaragaman hayati. Muara-muara sungai biasanya terjadi pasang surut sungai (dalam bahasa ilmiah aestus), dan sering dicirikan oleh sedimentasi atau endapan lumpur dari darat yang terbawa air hujan. Kondisi air di muara terdiri dari air payau. Sebagai ekosistem, banyak muara-muara sungai di bawah ancaman dari aktivitas manusia seperti polusi dan penangkapan ikan secara berlebihan. Karena kecocokan pemukiman manusia, muara biasanya menjadi titik berat tempat tinggal manusia, dari 32 kota terbesar di dunia, 22 diantaranya terletak di muara.
Ekosistem Muara biasa juga disebut dengan ekosistem estuari atau perairan estuari dimana, Estuari berasal dari kata aetus yang artinya pasang-surut. Estuari didefinisikan sebagai badan air di wilayah pantai yang setengah tertutup, yang berhubungan dengan laut bebas. Oleh karena itu ekosistem ini sangat dipengaruhi oleh pasang surut dan air laut bercampur dengan air darat yang menyebabkan salinitasnya lebih rendah daripada air laut. Muara sungai, rawa pasang-surut, teluk di pantai dan badan air di belakang pantai pasir temasuk estuari. Muara  merupakan percampuran air tawar dengan air laut.  Proses-proses alam yang terjadi di perairan muara, mengakibatkan muara sebagai habitat disejajarkan dengan ekosistem hutan hujan tropik dan ekosistem terumbu karang yaitu sebagai ekosistem produktif alami.  Ekosistem estuari ini cenderung lebih produktif dibanding dengan ekosistem pembentuknya, yaitu perairan tawar dan perairan laut. Salinitas pada air muara sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pada keadaan pasang air laut yang masuk ke muara sangat besar sekali sehingga salinitas air menjadi naik. Sedangkan pada waktu surut air laut yang masuk ke muara sangat sedikit sehingga indeks salinitas air muara sangat rendah. Selain itu musim juga berpengaruh terhadap indeks salinitas air muara







F:\MaTeRi IpEh\tugas kuliah adhe smt 3\baru\muara-learisa.JPG
F:\MaTeRi IpEh\tugas kuliah adhe smt 3\baru\images.jpeg

 






Gambar 1. Ekosistem muara
Muara menyediakan habitat bagi sejumlah besar organisme dan mendukung produktivitas sangat tinggi. Biota yang hidup di ekosistem estuari umumnya adalah percampuran antara yang hidup endemik, artinya yang hanya hidup di estuari, dengan mereka yang berasal dari laut dan beberapa yang berasal dari perairan tawar, khususnya yang mempunyai kemampuan osmoregulasi yang tinggi. Bagi kehidupan banyak biota akuatik komersial, ekosistem estuari merupakan daerah pemijahan dan asuhan. Kepiting (Scylia serrata), tiram (Crassostrea cucullata) dan banyak ikan komersial merupakan hewan estuari. Udang niaga yang memijah di laut lepas membesarkan larvanya di ekosistem ini dengan memanfaatkannya sebagai sumber makanan. Daerah muara sungai yang terlindung dan kaya akan sumberdaya hayati menjadi tumpuan hidup para nelayan, sehingga tidak dapat dihindari terjadinya pemukiman di pinggiran muara sungai. Selain itu, migrasi populasi burung, seperti berekor godwit hitam, Limosa limosa islandica  menggunakan penting dari muara. Dua tantangan utama kehidupan perairan adalah variabilitas dalam salinitas dan sedimentasi.



Banyak jenis ikan dan invertebrata memiliki berbagai metode untuk mengontrol atau sesuai dengan pergeseran konsentrasi garam dan disebut osmoconformers dan osmoregulators. Daerah muara merupakan tempat hidup yang baik bagi populasi ikan jika dibandingkan jenis hewan lain. Daerah ini merupakan tempat untuk berpijah dan membesarkan anak-anaknya bagi beberapa spesies ikan. Banyak hewan juga menggali untuk menghindari predasi dan hidup di lingkungan sedimental lebih stabil. Namun, sejumlah besar bakteri yang ditemukan dalam sedimen yang mempunyai kebutuhan oksigen yang sangat tinggi. Hal ini akan mengurangi kadar oksigen di dalam sedimen sering mengakibatkan sebagian anoksik kondisi, yang bisa lebih diperburuk oleh fluks air yang terbatas.
Mereka bergerak dengan badan air dan dapat memerah masuk dan keluar dengan pasang surut. Produktivitas mereka sangat tergantung pada kekeruhan air. Kehadiran plankton utama adalah diatom dan dinoflagellata yang melimpah di sedimen. Penting untuk diingat bahwa sumber utama makanan bagi banyak organisme di muara, termasuk bakteri , adalah detritus dari penyelesaian sedimentasi. Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton.
Muara membentuk zona transisi antara lingkungan sungai dan lingkungan laut dan tunduk pada pengaruh laut, seperti pasang surut, gelombang, dan masuknya air garam, dan pengaruh sungai, seperti aliran air tawar dan sedimen. Masuknya dari kedua air laut dan air tawar memberikan tingkat nutrisi tinggi baik dalam kolom air dan sedimen, membuat estuaria antara habitat alam yang paling produktif di dunia. Muara modern Kebanyakan terbentuk selama Holocene epoch oleh banjir sungai-terkikis atau digosok-lembah glacially ketika permukaan laut mulai meningkat sekitar 10,000-12,000 tahun yang lalu. Estuaria biasanya diklasifikasikan oleh fitur geomorfologi mereka atau dengan air pola sirkulasi dan dapat disebut dengan nama yang berbeda, seperti teluk, pelabuhan, laguna, lubang, atau suara, meskipun kadang-kadang badan-badan air tidak selalu memenuhi kriteria di atas muara dan dapat seluruhnya garam.
Sirkulasi muara adalah lingkungan laut yang pH, salinitas, dan kadar air bervariasi, tergantung pada hilir sungai yang bermuara dan salinitas laut (samudra dan lautan memiliki tingkat salinitas yang berbeda). Waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya siklus pembentukan muara disebut dengan waktu pembilasan. Sirkulasi muara diantaranya : Muara sirkulasi adalah muara pada umumnya; hal ini terjadi ketika air tawar atau air payau mengalir keluar di dekat permukaan, sementara air garam padat mengalir ke dalam di dekat bagian bawah. Dan anti-aliran muara adalah kebalikannya, di mana air mengalir keluar padat di dekat bagian bawah dan kurang padat ke dalam air yang beredar di permukaan. Muara dapat diklasifikasikan berdasarkan sirkulasi air antara lain :
a.  Sebagian dicampur
Seiring dengan peningkatan memaksa pasang surut, output sungai menjadi kurang dari input laut.  Di sini, turbulensi arus induksi menyebabkan pencampuran seluruh kolom air sehingga salinitas bervariasi lebih longitudinal daripada vertikal, yang mengarah ke kondisi sedang bertingkat. Contoh termasuk Chesapeake Bay dan Teluk Narragansett .
b. Invers
Invers muara terjadi di iklim sangat kering dimana penguapan melebihi aliran air tawar. Sebuah zona salinitas maksimum terbentuk, dan kedua sungai dan menutup aliran air laut ke permukaan menuju zona ini. Air ini didorong ke bawah dan menyebar sepanjang dasar baik dalam dan arah darat ke laut. Sebuah contoh muara invers adalah Teluk Spencer , Australia Selatan.


c.  Baji garam

Dalam jenis ini muara, output sungai sangat melebihi masukan laut dan efek pasang surut memiliki kurang penting. Fresh air mengapung di atas air laut pada lapisan yang secara bertahap menipis ketika bergerak menuju ke laut. Padat air laut bergerak ke darat di sepanjang bagian bawah muara, membentuk lapisan berbentuk baji yang lebih tipis saat mendekati tanah. Sebagai perbedaan kecepatan berkembang antara dua lapisan, gaya geser menghasilkan gelombang internal pada interface, pencampuran air laut ke atas dengan air tawar. Contoh sebuah muara baji garam adalah Sungai Mississippi.

d. Intermiten

Muara jenis bervariasi secara dramatis tergantung pada masukan air tawar, dan mampu mengubah dari laut sepenuhnya embayment ke salah satu dari jenis muara lainnya.

e.  Vertikal homogen

Kekuatan pasang surut pencampuran melebihi output sungai, sehingga dalam kolom air tercampur dan hilangnya gradien salinitas vertikal. Batas air tawar-air laut dihilangkan karena efek intens pencampuran dan eddy bergolak. Mencapai lebih rendah dari Teluk Delaware dan Sungai Raritan di New Jersey adalah contoh dari homogen vertikal muara.





Sebagai ekosistem, estuaria berada di bawah ancaman dari kegiatan manusia seperti polusi dan penangkapan ikan yang berlebihan. Mereka juga terancam oleh limbah, permukiman pesisir, pembebasan tanah dan banyak lagi. Estuaria dipengaruhi oleh kejadian jauh hulu, dan berkonsentrasi bahan seperti polusi dan sedimen. Tanah run-off dan limbah industri, pertanian, dan domestik masuk sungai dan dibuang ke muara. Kontaminan dapat diperkenalkan yang tidak hancur cepat di lingkungan laut, seperti plastik , pestisida , furan , dioxin , fenol dan logam berat . Racun tersebut dapat terakumulasi dalam jaringan banyak spesies kehidupan air dalam proses yang disebut bioakumulasi. Mereka juga terakumulasi dalam bentik lingkungan, seperti muara dan teluk lumpur: catatan geologi kegiatan manusia abad terakhir.
Sebagai contoh, Rusia dan Cina polusi industri, seperti fenol dan logam berat, di Sungai Amur telah menghancurkan stok ikan dan rusak tanah muaranya. Muara cenderung alami subur karena tanah limpasan nutrisi discharge ke muara. Dengan kegiatan manusia, tanah run-off juga sekarang termasuk bahan kimia yang banyak digunakan sebagai pupuk di pertanian dan juga limbah dari ternak dan manusia. Kelebihan oksigen menguras bahan kimia di dalam air dapat menyebabkan hipoksia dan penciptaan zona mati . Hal ini dapat mengakibatkan penurunan kualitas air, ikan, dan populasi hewan lain.






3.2.       Hasil praktek lingkungan fisik ekosistem muara
3.2.1.  Arus
Pengukuran kualitas air yang terdiri dari kecepatan arus dalam, arus dalam serta pada kedalaman berapa arus dalam itu ada pada perairan ekosistem muara yang ada  dikarangantu Serang Banten yaitu dengan menggunakan  alat current meter dengan cara alat current meter dicelupkan keperairan dalam waktu 1 menit setelah itu didapati kecepatan arusnya 34 dan arus dalamnya 5 pada kedalaman 50. dan untuk pengukuran arus luar atau permukaan air pada praktikum ekosistem muara tidak dilakukan.

3.2.2.  Bentuk fisik perairan
Kedalaman muara diperairan karangantu Serang Banten yaitu sebesar 17 cm. Cara pengukurannya dengan menggunakan paralon 1 meter yang dicelupkan diperairan dengan ketentuan paralon diberi tanda setiap 5 cm.
Untuk pengukuran lebar muara dilakukan dengan menggunakan meteran yang caranya muara diukur dari pinggir muara sampai ke ujung muara dan didapati bahwa lebar muaranya yaitu 25 meter, 10 cm. Sedangkan untuk pengukuran panjang muara tidak dilakukan sehingga datanya tidak diperoleh

3.2.3.  Kecerahan
Hasil pengukuran Kecerahan pada ekosistem muara dikaranantu Serang Banten  dilakukan dengan menggunakan  alat yang bernama Secchi disk. Secchi disk merupakan alat pengkurur kecerahan yang terbuat dari piringan dan diberi warna hitam dan putih. umumnya ukuran yang digunakan adalah piringan dengan ukuran dengan diameter 18 inchi. Dan dibuat menggunakan piringan metal dengan warna hitam dan putih. Jadi, hitam dan putih digunakan karena hitam adalah warna yang dapat mewakili warna gelap dan putih mewakili warna cerah.
Secchi disk digunakan untuk melihat seberapa jauh jarak (kedalaman) penglihatan seseorang ketika melihat ke dalam perairan. Caranya yakni Seichi disk yang dicelupkan kedalam perairan dan dilihat dari jarak tampak dan jarak hilang seichi disk didalam air. Titik hilang adalah panjang ketika warna hitam dan putih tidak kelihatan ketika sechidisch diturunkan dan titik tampak adalah ketika warna hitam dan putih terlihat ketika seichidisk diangkat perlahan dari batas jarak hilang. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali pada titik yang berbeda. Kecerahan yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan secchi disk pada ekosistem muara diperairan karangantu adalah sebesar 20 cm.













3.3.       Hasil praktek lingkungan kimia kimia ekosistem muara
3.3.1.  Ph dan suhu
Hasil pengukuran Ph dan suhu muara yang dilakukan diperairan karangantu yaitu dengan menggunakan alat DO (Dissloved oxygent) yang cara kerjannya dengan mencelupkan kabel ph kedalam perairan yang sebelumnya kabel ph dipasang kedalam alat DO (dissloved oxygent) dalam waktu 1 menit sehingga didapat ph nya yaitu 6,60 sedangkan untuk suhu diperoleh sebesra 29,2 mg/l 0 c.
3.3.2.  DO dan suhu
Pengukuran kandungan oksigen (DO) dan suhu yang terdapat dimuara yaitu dengan menggunakan alat dissolved oxygent dengan capa pemakainnya yaitu mencelupkan kabel DO yang sebelumnya dipasangkan ke alat DO (dissolved oxygen) kemudian dicelupkan kedalam perairan selama waktu 1 menit.
Kemudian angkat dan diketahui bahwa kandungan oksisgen (DO) yang terdapat dimuara karangantu yaitu 3,0 dengan suhunya sebesar 29,7 mg/l 0 c







BAB IV
EKOSISTEM MANGROVE

4.1.    Ekosistem mangrove
Istilah ‘mangrove’ tidak diketahui secara pasti asal usulnya. Ada yang mengatakan bahwa istilah tersebut kemungkinan merupakan kombinasi dari bahasa Portugis dan Inggris. Bangsa Portugis menyebut salah satu jenis pohon mangrove sebagai ‘mangue’ dan istilah Inggris ‘grove’, bila disatukan akan menjadi ‘mangrove’ atau ‘mangrave’. Ada kemungkinan pula berasal dari bahasa Malay, yang menyebut jenis tanaman ini dengan ‘mangi-mangi’ atau ‘mangin’. Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan di tempat pertemuan antara muara sungai dan air laut yang kemudian menjadi pelindung daratan dari gelombang laut yang besar. Sungai mengalirkan air tawar untuk mangrove dan pada saat pasang, pohon mangrove dikelilingi oleh air garam atau air payau.

Mangrove adalah jenis tanaman dikotil yang hidup di habitat payau. Tanaman dikotil adalah tumbuhan yang buahnya berbiji berbelah dua.  Kelompok pohon di daerah mangrove bisa terdiri atas suatu jenis pohon tertentu saja atau sekumpulan komunitas pepohonan yang dapat hidup di air asin. Hutan mangrove biasa ditemukan di sepanjang pantai daerah tropis dan subtropis, antara 32° Lintang Utara dan 38° Lintang Selatan. Istilah mangrove tidak selalu diperuntukkan bagi kelompok spesies dengan klasifikasi taksonomi tertentu saja, tetapi dideskripsikan mencakup semua tanaman tropis yang bersifat halophytic atau toleran terhadap garam. Tanaman yang mampu tumbuh di tanah basah lunak, habitat air laut dan terkena fluktuasi pasang surut. Sebagai tambahan, tanaman tersebut mempunyai cara reproduksi dengan mengembangkan buah vivipar yang bertunas (seed germination) semasa masih berada pada pohon induknya.

Istilah “bakau” adalah sebutan bagi jenis utama pohon Rhizophora sp. Yang dominan hidup di habitat pantai. Walaupun tidak sama dengan istilah mangrove banyak orang atau penduduk awam menyebut hutan mangrove sebagai hutan bakau atau secara singkat disebut bakau. Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Daerah hutan Mangrove dunia yang diperkirakan seluas 15.429.000 ha, 25 % nya meliputi garis pantai kepulauan Karibia dan sampai 75 % meliputi daerah pantai lainnya seperti di kawasan Amerika Selatan dan Asia. Di Indonesia sendiri luas hutan Mangrove diperkirakan meliputi areal sekitar 4,25 juta ha atau sekitar 27 % luas Mangrove di dunia. Kondisi hutan Mangrove yang ada saat ini setengahnya telah mengalami kerusakan.

Mangrove merupakan formasi-formasi tumbuhan pantai yang khas di sepanjang pantai tropis dan sub tropis yang terlindung. Formasi mangrove merupakan perpaduan antara daratan dan lautan. Mangrove tergantung pada air laut (pasang) dan air tawar sebagai sumber makanannya serta endapan debu (silt) dari erosi daerah hulu sebagai bahan pendukung substratnya. Air pasang memberi makanan bagi hutan dan air sungai yang kaya mineral memperkaya sedimen dan rawa tempat mangrove tumbuh. Dengan demikian bentuk hutan mangrove dan keberadaannya dirawat oleh pengaruh darat dan laut. (FAO, 1994).

Hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Berperan dalam melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut dan angin topan. Tanaman mangrove berperan juga sebagai buffer (perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkap endapan material dari darat yang terbawa air sungai dan yang kemudian terbawa ke tengah laut oleh arus. Hutan mangrove tumbuh subur dan luas di daerah delta dan aliran sungai yang besar dengan muara yang lebar. Di pantai yang tidak ada sungainya, daerah mangrovenya sempit. Hutan mangrove mempunyai toleransi besar terhadap kadar garam dan dapat berkembang di daratan bersalinitas tinggi di mana tanaman biasa tidak dapat tumbuh.

Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitastanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi danevolusi. Di Indonesia, mangrove telah dikenal sebagai hutan pasang surut dan hutan mangrove, atau hutan bakau. Akan tetapi, istilah bakau sebenarnya hanya merupakan nama dari istilah satu jenis tumbuhan yang menyusun hutan mangrove, yaitu Rhizophora spp.
Hutan mangrove adalah sebutan untuk sekelompok tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut pantai.  Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, atau juga hutan payau.  Kita sering menyebut hutan di pinggir pantai tersebut sebagai hutan bakau.  Sebenarnya, hutan tersebut lebih tepat dinamakan hutan mangrove. Istilah 'mangrove' digunakan sebagai pengganti istilah bakau untuk menghindarkan kemungkinan salah pengertian dengan hutan yang terdiri atas pohon bakau Rhizophora spp.  Karena bukan hanya pohon bakau yang tumbuh di sana.  Selain bakau, terdapat banyak jenis tumbuhan lain yang hidup di dalamnya.






 




Gambar 1. Ekosistem mangrove
A.     Ciri-ciri ekosistem mangrove
Ciri-ciri terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik, adalah :
·  memiliki jenis pohon yang relatif sedikit;
·  memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.;
·  memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada Rhizophora;
·  memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.
Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah :
·  tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang pertama;
·  tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;

·  daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat;
·  airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 - 22 o/oo) hingga asin.

B.     Ciri-ciri fisik habitat hutan mangrove
Hutan mangrove mempunyai tajuk yang rata dan rapat serta memiliki jenis pohon yang selalu berdaun. Keadaan lingkungan di mana hutan mangrove tumbuh, mempunyai faktor-faktor yang ekstrim seperti salinitas air tanah dan tanahnya tergenang air terus menerus. Meskipun mangrove toleran terhadap tanah bergaram (halophytes), namun mangrove lebih bersifat facultative daripada bersifat obligative karena dapat tumbuh dengan baik di air tawar.  Hal ini terlihat pada jenis Bruguiera sexangula, Bruguiera gymnorrhiza, dan Sonneratia caseolaris yang tumbuh, berbuah dan berkecambah di Kebun Raya Bogor dan hadirnya mangrove di sepanjang tepian sungai Kapuas, sampai ke pedalaman sejauh lebih 200 km, di Kalimantan Barat.  Mangrove juga berbeda dari hutan darat, dalam hal ini jenis-jenis mangrove tertentu tumbuh menggerombol di tempat yang sangat luas. Disamping Rhizophora spp., jenis penyusun utama mangrove lainnya dapat tumbuh secara "coppice”. Asosiasi hutan mangrove selain terdiri dari sejumlah jenis yang toleran terhadap air asin dan lingkungan lumpur, bahkan juga dapat berasosiasi dengan hutan air payau di bagian hulunya yang hampir seluruhnya terdiri atas tegakan nipah Nypa fruticans.





C.  Karakteristik hutan mangrove
Karakteristik hutan mangrove dapat dilihat dari berbagai aspek seperti floristik, iklim, temperatur, salinitas, curah hujan, geomorphologi, hidrologi dan drainase. Secara umum, karakteristik habitat hutan mangrove digambarkan sebagai berikut (Bengen, 2000):
·   Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir.
·   Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove.
·   Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat.
·   Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air bersalinitas payau (2-22 permil) hingga asin (hingga 38 permil).
D.  Struktur vegetasi hutan mangrove
Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang terdiri dari 12 genera tumbuhan berbunga (Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda dan Conocarpus) yang termasuk ke dalam delapan famili (Bengen, 2000).
Selanjutnya, menurut Bengen (2000) bahwa vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting/dominan yang termasuk ke dalam empat famili: Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia) dan Meliaceae (Xylocarpus).


E.   Jenis-jenis mangrove.
Di dunia dikenal banyak jenis mangrove yang berbeda-beda. Tercatat telah dikenali sebanyak sampai dengan 24 famili dan antara 54 sampai dengan 75 spesies, tentunya tergantung kepada pakar mangrove yang mana pertanyaan kita tujukan. Ada yang menyatakan bahwa Asia merupakan daerah yang paling tinggi keanekaragaman dan jenis mangrovenya. Di Thailand terdapat sebanyak 27 jenis mangrove, di Ceylon ada 32 jenis, dan terdapat sebanyak 41 jenis di Filipina. Di benua Amerika hanya memiliki sekitar 12 spesies mangrove, sedangkan Indonesia disebutkan memiliki sebanyak tidak kurang dari 89 jenis pohon mangrove, atau paling tidak menurut FAO terdapat sebanyak 37 jenis. Dari berbagai jenis mangrove tersebut, yang hidup di daerah pasang surut, tahan air garam dan berbuah vivipar terdapat sekitar 12 famili.

Dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia, jenis mangrove yang banyak ditemukan antara lain adalah jenis api-api (Avicennia sp.), bakau (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.), dan bogem atau pedada (Sonneratia sp.), merupakan tumbuhan mangrove utama yang banyak dijumpai. Jenis-jenis mangrove tersebut adalah kelompok mangrove yang menangkap, menahan endapan dan menstabilkan tanah habitatnya.






 








Avicennia sp                                Sonneratia sp








 








Rhizophora sp                                          Bruguiera sp.
Gambar 2. jenis-jenis mangrove

Jenis api-api atau di dunia dikenal sebagai black mangrove mungkin merupakan jenis terbaik dalam proses menstabilkan tanah habitatnya karena penyebaran benihnya mudah, toleransi terhadap temperartur tinggi, cepat menumbuhkan akar pernafasan (akar pasak) dan sistem perakaran di bawahnya mampu menahan endapan dengan baik. Mangrove besar, mangrove merah atau Red mangrove (Rhizophora spp.) merupakan jenis kedua terbaik. Jenis-jenis tersebut dapat mengurangi dampak kerusakan terhadap arus, gelombang besar dan angin.

F.  Flora mangrove
Flora mangrove terdiri atas pohon, epipit, liana, alga, bakteri dan fungi. Menurut Hutching dan Saenger (1987) telah diketahui lebih dari 20 famili flora mangrove dunia yang terdiri dari 30 genus dan lebih kurang 80 spesies.  Sedangkan jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan di hutan mangrove Indonesia adalah sekitar 89 jenis,  yang terdiri atas 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit (Soemodihardjo et al, 1993).  Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok, yakni :

1.      Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam.  Contohnya adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia danNypa.
2.      Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas, contoh : Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera.
3.      Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain. 
Flora mangrove umumnya di lapangan tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan.  Zonasi di hutan mangrove mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan. 
Flora ekosistem hutan mangrove sangat bervariasi, tetapi pada umumnya adalah flora yang bersifat halofit. Jenis-jenis tumbuhan yang hidup di hutan mangrove antara lain adalah :
·        Avicenniaceae (api-api, black mangrove, dll)
·        Combretaceae (teruntum, white mangrove, zaragoza mangrove, dll)
·        Arecaceae (nypa, palem rawa, dll)
·        Rhizophoraceae (bakau, red mangrove, dll)
·        Lythraceae (sonneratia, dll)

G.    Fauna mangrove
Ekosistem mangrove merupakan habitat bagi berbagai fauna, baik fauna khas mangrove maupun fauna yang berasosiasi dengan mangrove.  Berbagai fauna tersebut menjadikan mangrove sebagai tempat tinggal, mencari makan, bermain atau tempat berkembang biak.
Penelitian mengenai fauna mangrove di Indonesia masih terbatas, baik di bidang kajiannya maupun lokasinya. Sampai saat ini, beberapa hasil penelitian yang telah dipublikasikan mengenai fauna yang berasosiasi khusus dengan hutan mangrove mengambil lokasi di Pulau Jawa (Teluk Jakarta, Tanjung Karawang, Segara Anakan – Cilacap, Segara Anak – Jawa Timur, Pulau Rambut, Sulawesi (Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah, Ambon, Sumatera (Lampung, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara), dan Kalimantan Barat.
Fauna mangrove hampir mewakili semua phylum, meliputi protozoa sederhana sampai burung, reptilia dan mamalia.  Secara garis besar fauna mangrove dapat dibedakan atas fauna darat (terrestrial), fauna air tawar dan fauna laut.  Fauna darat, misalnya kera ekor panjang (Macacaspp.), Biawak (Varanus salvator), berbagai jenis burung, dan lain-lain.  Sedangkan fauna laut didominasi oleh Mollusca dan Crustaceae.  Golongan Mollusca umunya didominasi oleh Gastropoda, sedangkan golongan Crustaceae didominasi oleh Bracyura.  Para peneliti melaporkan bahwa fauna laut tersebut merupakan komponen utama fauna hutan mangrove.
Beberapa jenis hewan yang bisa dijumpai di habitat mangrove antara lain adalah; dari jenis serangga misalnya semut (Oecophylla sp.), ngengat (Attacus sp.), kutu (Dysdercus sp.); jenis krustasea seperti lobster lumpur (Thalassina sp.), jenis laba-laba (Argipe spp., Nephila spp., Cryptophora spp.); jenis ikan seperti ikan blodok (Periopthalmodon sp.), ikan sumpit (Toxotes sp.); jenis reptil seperti kadal (Varanus sp.), ular pohon (Chrysopelea sp.), ular air (Cerberus sp.); jenis mamalia seperti berang-berang (Lutrogale sp,) dan tupai (Callosciurus sp.), golongan primate (Nasalis larvatus) dan masih banyak lagi seperti nyamuk, ulat, lebah madu, kelelawar dan lain-lain.

H.  Zonasi penyebaran mangrove
Jika diperhatikan di daerah yang makin mengarah ke darat dari laut terdapat zonasi penguasaan oleh jenis-jenis mangrove yang berbeda. Dari arah laut menuju ke daratan terdapat pergantian jenis mangrove yang secara dominan menguasai masingmasing habitat zonasinya. Mangrove yang kondisinya buruk karena terganggu, atau berada pada derah pantai yang sempit, tidak menunjukkan keteraturan dalam pembagian jenis pohon dan zonasi di sepanjang pantai. Fenomena zonasi ini belum sepenuhnya difahami dengan jelas. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian zonasi terkait dengan respons jenis tanaman terhadap salinitas, pasang-surut dan keadaan tanah.

Kondisi tanah mempunyai kontribusi besar dalam membentuk zonasi penyebaran tanaman dan hewan seperti perbedaan spesies kepiting pada kondisi tanah yang berbeda. Api-api dan pedada tumbuh sesuai di zona berpasir, mangrove cocok di tanah lembek berlumpur dan kaya humus sedangkan jenis tancang menyukai tanah lempung dengan sedikit bahan organik. Keadaan morfologi tanaman, daya apung dan cara penyebaran bibitnya serta persaingan antar spesies, merupakan faktor lain dalam penentuan zonasi ini. Formasi hutan mangrove yang terbentuk di kawasan mangrove biasanya didahului oleh jenis pohon pedada dan api-api sebagai pionir yang memagari daratan dari kondisi laut dan angin.

Jenis-jenis ini mampu hidup di tempat yang biasa terendam air waktu pasang karena mempunyai akar pasak. Pada daerah berikutnya yang lebih mengarah ke daratan banyak ditumbuhi jenis bakau (Rhizophora spp.). Daerah ini tidak selalu terendam air, hanya kedang-kadang saja terendam air. Pohon tancang tumbuh di daerah berikutnya makin menjauhi laut, ke arah daratan. Daerah ini tanahnya agak keras karena hanya sesekali terendam air yaitu pada saat pasang yang besar dan permukaan laut lebih tinggi dari biasanya.

Zonasi yang terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi) tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan.  Beberapa faktor lingkungan yang penting dalam mengontrol zonasi adalah :
·        Pasang surut yang secara tidak langsung mengontrol dalamnya muka air (water table) dan salinitas air dan tanah.  Secara langsung arus pasang surut dapat menyebabkan kerusakan terhadap anakan.
·        Tipe tanah yang secara tidak langsung menentukan tingkat aerasi tanah, tingginya muka air dan drainase.
·        Kadar garam tanah dan air yang berkaitan dengan toleransi spesies terhadap kadar garam.
·        Cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari species intoleran seperti Rhizophora, Avicennia dan Sonneratia.
·        Pasokan dan aliran air tawar

I.   Manfaat mangrove
Ekosistem hutan mangrove memberikan banyak manfaat baik secara tidak langsung (non economic value) maupun secara langsung kepada kehidupan manusia (economic vallues). Beberapa manfaat yang tidak langsung sebagai konsumsi manusia antara lain adalah:
1.  Menumbuhkan pulau dan menstabilkan pantai.
Salah satu peran dan sekaligus manfaat ekosistem mangrove, adalah adanya sistem perakaran mangrove yang kompleks dan rapat, lebat dapat memerangkap sisa-sia bahan organik dan endapan yang terbawa air laut dari bagian daratan. Proses ini menyebabkan air laut terjaga kebersihannya dan dengan demikian memelihara kehidupan padang lamun (seagrass) dan terumbu karang. Karena proses ini maka mangrove seringkali dikatakan pembentuk daratan karena endapan dan tanah yang ditahannya menumbuhkan perkembangan garis pantai dari waktu ke waktu. Pertumbuhan mangrove memperluas batas pantai dan memberikan kesempatan bagi tumbuhan terrestrial hidup dan berkembang di wilayah daratan. Akar pohon mangrove juga menjaga pinggiran pantai dari bahaya erosi. Buah vivipar yang dapat berkelana terbawa air hingga menetap di dasar yang dangkal dapat berkembang dan menjadi kumpulan mangrove di habitat yang baru. Dalam kurun waktu yang panjang habitat baru ini dapat meluas menjadi pulau sendiri.
2.  Secara Fisik
·        Penahan abrasi pantai.
·        Penahan intrusi (peresapan) air laut.
·        Penahan angin.
·        Menurunkan kandungan gas karbon dioksida (CO2) di udara, dan bahan-bahan pencemar di perairan rawa pantai.
3.  Menjernihkan air.
Akar pernafasan (akar pasak) dari api-api dan tancang bukan hanya berfungsi untuk pernafasan tanaman saja, tetapi berperan juga dalam menangkap endapan dan bisa membersihkan kandungan zat-zat kimia dari air yang datang dari daratan dan mengalir ke laut. Air sungai yang mengalir dari daratan seringkali membawa zat-zat kimia atau polutan. Bila air sungai melewati akar-akar pasak pohon api-api, zat-zat kimia tersebut dapat dilepaskan dan air yang terus mengalir ke laut menjadi bersih. Banyak penduduk melihat daerah ini sebagailahan marginal yang tidak berguna sehingga menimbunnya dengan tanah agar



4.  Mengawali rantai makanan.
Daun mangrove yang jatuh dan masuk ke dalam air. Setelah mencapai dasar teruraikan oleh mikro organisme (bakteri dan jamur). Hasil penguraian ini merupakan makanan bagi larva dan hewan kecil air yang pada gilirannya menjadi mangsa hewan yang lebih besar serta hewan darat yang bermukim atau berkunjung di habitat mangrove.
5.  Melindungi dan memberi nutrisi.
Akar tongkat pohon mangrove memberi zat makanan dan menjadi daerah nursery bagi hewan ikan dan invertebrata yang hidup di sekitarnya. Ikan dan udang yang ditangkap di laut dan di daerah terumbu karang sebelum dewasa memerlukan perlindungan dari predator dan suplai nutrisi yang cukup di daerah mangrove ini. Berbagai jenis hewan darat berlindung atau singgah bertengger dan mencari makan di habitat mangrove.
6.  Manfaat bagi manusia.
Masyarakat daerah pantai umumnya mengetahui bahwa hutan mangrove sangat berguna dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pohon mangrove adalah pohon berkayu yang kuat dan berdaun lebat. Mulai dari bagian akar, kulit kayu, batang pohon, daun dan bunganya semua dapat dimanfaatkan manusia. Beberapa kegunaan pohon mangrove yang langsung dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari antara lain adalah:
·        Tempat tambat kapal.
      Daerah teluk yang terlidung seringkali dijadikan tempat berlabuh dan  bertambatnya perahu. Dalam keadaan cuaca buruk pohon mangrove dapat dijadikan perlindungan dengan bagi perahu dan kapal dengan mengikatkannya pada batang pohon mangrove. Perlu diperhatikan agar cara tambat semacam ini tidak dijadikan kebiasaan karena dapat merusak batang pohon mangrove yang bersangkutan.
·        Obat-obatan.
      Kulit batang pohonnya dapat dipakai untuk bahan pengawet dan obat-obatan. Macam-macam obat dapat dihasilkan dari tanaman mangrove. Campuran kulit batang beberapa species mangrove tertentu dapat dijadikan obat penyakit gatal atau peradangan pada kulit. Secara tradisional tanaman mangrove dipakai sebagai obat penawar gigitan ular, rematik, gangguan alat pencernaan dan lainlain. Getah sejenis pohon yang berasosiasi dengan mangrove (blind-your-eye mangrove) atau Excoecaria agallocha dapat menyebabkan kebutaan sementara bila kena mata, akan tetapi cairan getah ini mengandung cairan kimia yang dapat berguna untuk mengobati sakit akibat sengatan hewan laut. Air buah dan kulit akar mangrove muda dapat dipakai mengusir nyamuk. Air buah tancang dapat dipakai sebagai pembersih mata. Kulit pohon tancang digunakan secara tradisional sebagai obat sakit perut dan menurunkan panas. Di Kambodia bahan ini dipakai sebagai penawar racun ikan, buah tancang dapat membersihkan mata, obat sakit kulit dan di India dipakai menghentikan pendarahan. Daun mangrove bila di masukkan dalam air bisa dipakai dalam penangkapan ikan sebagai bahan pembius yang memabukkan ikan (stupefied).
·        Pengawet.
      Buah pohon tancang dapat dijadikan bahan pewarna dan pengawet kain dan jaring dengan merendam dalam air rebusan buah tancang tersebut. Selain mengawetkan hasilnya juga pewarnaan menjadi coklat-merah sampai coklat tua, tergantung pekat dan lamanya merendam bahan. Pewarnaan ini banyak dipakai untuk produksi batik, untuk memperoleh pewarnaan jingga-coklat.  Air rebusan kulit pohon tingi dipakai untuk mengawetkan bahan jaring payang oleh nelayan di daerah Labuhan, Banten.

·        Pakan dan makanan.
      Daunnya banyak mengandung protein. Daun muda pohon api-api dapat dimakan sebagai sayur atau lalapan. Daun-daun ini dapat dijadikan tambahan untuk pakan ternak. Bunga mangrove jenis api-api mengandung banyak nectar atau cairan yang oleh tawon dapat dikonversi menjadi madu yang berkualitas tinggi. Buahnya pahit tetapi bila memasaknya hatihati dapat pula dimakan.
·        Bahan mangrove dan bangunan.
      Batang pohon mangrove banyak dijadikan bahan bakar baik sebagai kayu bakar atau dibuat dalam bentuk arang untuk kebutuhan rumah tangga dan industri kecil. Batang pohonnya berguna sebagai bahan bangunan. Bila pohon mangrove mencapai umur dan ukuran batang yang cukup tinggi, dapat dijadikan tiang utama atau lunas kapal layar dan dapat digunakan untuk balok konstruksi rumah tinggal. Batang kayunya yang kuat dan tahan air dipakai untuk bahan bangunan dan cerocok penguat tanah. Batang jenis tancang yang besar dan keras dapat dijadikan pilar, pile, tiang telepon atau bantalan jalan kereta api. Bagi nelayan kayu mangrove bisa juga untuk joran pancing. Kulit pohonnya dapat dibuat tali atau bahan jaring.

J.   Sumber-sumber pengrusakan hutan mangrove
·        usaha tambak udang
·        penebangan kayu dan logging
·        penambangan minyak lepas pantai
·        pencemaran bibir pantai
·        tourism
·        urbanisasi dan perluasan wilayah
·        pembangunan jalan dan infrastruktur



K.    Upaya pelestarian mangrove
Bentuk tekanan terhadap kawasan mangrove yang paling besar adalah pengalih-fungsian (konversi) lahan mangrove menjadi tambak udang/ikan, sekaligus pemanfaatan kayunya untuk diperdagangkan.  Selain itu, juga tumbuhnya berbagai konflik akibat berbagai kepentingan antar lintas instansi sektoral maupun antar lintas wilayah administratif. Secara ideal, pemanfaatan kawasan mangrove harus mempertimbangkan kebutuhan masyarakat tetapi tidak sampai mengakibatkan kerusakan terhadap keberadaan mangrove.  Selain itu, yang menjadi pertimbangan paling mendasar adalah pengembangan kegiatan yang menguntungkan bagi masyarakat dengan tetap mempertimbangkan kelestarian fungsi mangrove secara ekologis (fisik-kimia dan biologis). Perlu juga mengembangkan matapencaharian alternatif bagi masyarakat  sekitar mangrove dengan mengandalkan bahan baku non-kayu dan diversifikasi bahan baku industri kehutanan dan arang seperti yang terjadi di Nipah Panjang, Batu Ampar, Pontianak.  Masyarakat merubah pola konsumsi bahan bakar dari minyak tanah dan arang bakau menjadi arang leban dan tempurung kelapa dan menggunakan tungku hemat energi atau anglo.
Tumbuh dan berkembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (forest succession atau sere). Hutan bakau merupakan suatu contoh suksesi hutan di lahan basah(disebut hydrosere). Dengan adanya proses suksesi ini, perlu diketahui bahwa zonasi hutan bakau pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser. Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (mudflat) yang dapat berfungsi sebagai substrat hutan bakau.

Hingga pada suatu saat substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi mangrove, dan mulailah terbentuk vegetasi pionir hutan bakau. Tumbuhnya hutan bakau di suatu tempat bersifat menangkap lumpur. Tanah halus yang dihanyutkan aliran sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah dan hancuran vegetasi, akan diendapkan di antara perakaran vegetasi mangrove. Dengan demikian lumpur lambat laun akan terakumulasi semakin banyak dan semakin cepat. Hutan bakau pun semakin meluas.














4.2.   Hasil praktek lingkungan fisik mangrove
4.2.1.  Bentuk fisik perairan
Bentuk fisik perairan ekosistem mangrove untuk hasil pada pengukuran panjang mangrove dengan menggunakan meteran yang cara pengukurannya dengan mengukur mangrove dari tempat awal mangrove sampai keujung mangrove terakhir sehingga didapati panjang mangrove tersebut adalah 126 meter.

Kemudian identifikasi ekosistem mangrove yang terdapat dikarangantu Serang Banten. Mangrovenya terdiri dari :
a.       Mangrove 1
Nama               : Rhizophora spp.
Pohon ini disebut juga dengan bakau besar, bakau-genjah, tinjang, slindur, bakau merah, bakau akik atau bakau kurap, tergantung spesiesnya. Di dunia dikenal secara umum sebagai red mangrove. Kulit batangnya berwarna kemerahan terutama bila basah. Pohon dapat tumbuh sampai dengan tinggi 25 m. Termasuk famili rhizophoraceae. Pohon ini banyak terlihat sebagai pohon kecil yang tumbuh di air laut. Dapat tumbuh dengan toleransi yang cukup tinggi terhadap kadar garam, mulai yang tawar sampai kadar yang tinggi. Disebut sebagai pohon yang facultative halophyte yang artinya dapat tumbuh di air asin tetapi tidak terbatas hanya di habitat yang demikian saja. Pohon kecil yang dapat dijumpai tumbuh sendiri di tempat dangkal berair seringkali adalah jenis bakau ini. Spesies bakau jenis ini antara lain adalah R. mucronata, R. stylosa, dan R. apiculata.

Akar : Menjadi ciri khasnya adalah sistem perakaran yang kompleks (prop roots / stilt roots) dengan cabang-cabang rendah membentuk struktur yang lebat. Akar-akar membentuk lengkungan menembus air, lumpur dan tanah. Akar berwarna merah terutama pada waktu basah. Karena akar bakau ini berada di dalam air dan lumpur yang tidak mengandung oksigen bebas (anaerobik), pohon ini menumbuhkan cabang khusus yang mempunyai pori-pori (lenticels) untuk mengikat oksiden dari udara, disebut sebagai akar udara (air root). Akar udara ini tumbuh menggantung ke bawah dari batang atau cabang yang rendah, dilapisi semacam sel lilin yang dapat dilewati oksigen tetapi tidak tertembus air. Akar udara ini tidak mempunyai daun dan apabila masuk menembus permukaan air, terus ke tanah, akan berubah menjadi akar biasa.

Daun : Daun berbentuk oval atau ellips, agak keras, mengkilap berwarna hijau kekuningan dan tangkainya merah. Di bagian sebelah bawahnya terdapat bintik-bintik hitam kecil. Daun tumbuh berlawanan di kiri-kanan ranting. Daunnya berubah warna menjadi kuning dan merah pada waktu gugur dari pohonnya. Tergantung spesiesnya daun berukuran panjang antara 10 – 20 cm, lebar antara 5 – 8 cm.






Gambar 3. Daun pohon bakau (Rhizophora mucronata), di bagian bawah daun yang tua biasanya terdapat bintik-bintik.

Bunga : Berbunga sepanjang tahun, tetapi berbunga lebih banyak antara bulan April sampai Oktober. Bunganya tumbuh kembar, berukuran kecil, kelopaknya 10 – 14 mm dam lebar diameternya (8 – 10 cm) berwarna putih sampai kuning, tidak berbau keras dan mempunyai empat petal.








 








Gambar 4. Bunga dan buah bakau

Buah : Buahnya vivipar, berbentuk seperti tongkat yang tumbuh berkembang sebagai tanaman embrio selama masih berada pada pohon induknya, disebut bakal pohon muda atau propagules. Bakal pohon ini berwarna hijau dan setelah matang mengeras, berwarna kuning kecoklatan, mencapai ukuran panjang 20 ~ 25 cm. Spesies lain ada yang ukuran propagulnya mencapai 50 cm. Buah ini akan jatuh ke bawah terbawa air dalam posisi horisontal. Dapat bertahan cukup lama terbawa air laut. Setelah beberapa minggu akan menyerap air, posisinya berubah vertikal dalam air, tumbuh akar dan daun pertamanya dan kemudian menancapkan akarnya ke tanah dan menetap.

b.  Mangrove 2
Nama :  Avicennia spp.
Termasuk famili Avicenniaceae. Disebut juga sia-sia. Dikenal secara umum sebagai black mangrove. Pohon jenis ini mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kadar garam. Dapat tumbuh mencapai ketinggian 25 ~ 30 m. Pohon ini tidak mengeluarkan garam di bagian akarnya. tetapi mengeluarkan kelebihan garam melalui pori-pori daunnya yang akan terbawa oleh hujan dan angin. Seringkali garam terlihat sebagai lapisan kristal putih di bagian permukaan atas daun. Karena spesies Avicennia spp. mudah menumbuhkan cabangnya, memungkinkan untuk diambil cabang dan rantingnya tanpa mengganggu batang pohonnya. Karena bersifat toleran terhadap air berkadar garam tinggi, dapat menahan lumpur dan pasir dari hempasan ombak. Oleh karenanya merupakan juga jenis bakau yang dapat menstabilkan pantai, mencegah erosi dan memberi kesempatan pohon lain untuk tumbuh. Kulit batangnya tebal berwarna coklat tua atau kehitaman dan permukaannya kasar. Cabangnya berwarna keabu-abuan dan halus dengan pangkal cabang yang membesar. Beberapa spesies jenis api-api adalah: A. alba, A. officinalis, A. rhumphiana.

Akar : Untuk mencegah kekurangan oksigen karena terbenam di lumpur, pohon ini mempunyai akar pengisap udara berbentuk pinsil yang mencuat ke permukaan tanah lumpur. Akar pinsil ini muncul pada interval tertentu dari akarnya yang berada di bawah tanah. Akar pinsil ini tumbuh mengarah ke atas, beberapa cm di atas permukaan air, disebut akar pasak yang berfungsi sebagai alat pernafasan (pneumatophores).


 








Gambar 5. Ranting, daun, bunga pohon api-api Avicennia spp.

Daun : Daun agak tebal, ada yang berbentuk bulat lonjong atau berbentuk elips agak meruncing di bagian ujungnya, berukuran antara 3 ~ 18 cm, tergantung spesiesnya. Berwarna hijau tua atau kekuningan, sebelah atas berwarna hijau, sering mengeluarkan kristal garam dan bagian bawahnya berwarna abu-abu keperakan. Bila lama tidak terkena hujan kristal garam mudah terlihat karena memantulkan sinar matahari.

Bunga : Berukuran kecil berdiameter 4 ~ 5 mm, berwarna putih, kuning sampai jingga. Bunga ini adalah hermaprodit, bunga betina memproduksi ovul dengan serbuk sari yang steril, bunga jantan memproduksi serbuk sari dengan ovul yang steril. Bunga dapat dijumpai sepanjang tahun. Kedua jenis bunga mengeluarkan nektar dan aroma untuk menarik serangga penyerbuk. Avicennia spp. merupakan pohon penghasil madu yang sangat baik.
a. Avicennia alba



a.
Avicennia alba






 





Avicennia rumphiana







 





Avicennia officinalis

Gambar 6. Daun dan bunga api-api.
Buah: Berukuran kecil antara 2,5 ~ 4 cm, berbentuk bulat. Buah terbungkus kelopak pelindung yang berbulu. Sebelum jatuh dari pohonnya akar tidak menembus pelindung, tipe buah ini disebut buah kriptovivipar. Bila jatuh dari pohon akan mengapung dan terbawa aliran air laut, dapat bertahan 3 ~ 4 hari. Di air laut yang salinitasnya tinggi kelopak pelindung buah lambat terlepas, di air payau lebih cepat mengelupas dan bijinya lebih cepat tumbuh dan menetap. Dapat dijumpai sepanjang tahun.


 







Gambar 7. Buah pohon api-api.


4.2.2.  Biota laut mangrove
Biota laut yang terdapat pada ekosistem mangrove terdiri dari faktor biotik dan abiotik. Faktor biotiknya yaitu hewan-hewan seperti kepiting, keong, cacing, ikan-ikan kecil, hewan bentos. Sedangkan untuk faktor abiotiknya terdiri dari lumpur, batu, air, dan tanah.










4.3.   Hasil praktek lingkungan kimia mangrove
4.3.1.  Ph dan suhu
Untuk mengukur ph dan suhu mangrove sama halnya seperti pengukuran ph dan suhu dimuara yaitu menggunakan alat DO (dissloved oxygent) dengan cara mencelupkan kabel ph yang dipasangkan dialat DO (dissloved oxygent) keparairan dalam waktu 1 menit. Kemudian didapati ph mangrove yaitu 69,3 dan suhu yang terdapat pada mangrove adalah 30,8 0 c.
4.3.2.  DO dan suhu
Kandungan oksigen (DO) dan suhu yang terdapat dimangrove yaitu dengan menggunakan alat dissolved oxygent dengan cara pemakainnya mencelupkan kabel DO yang sebelumnya dipasangkan ke alat DO (dissolved oxygen) kemudian dicelupkan kedalam perairan selama waktu 1 menit. Kemudian angkat dan diketahui kandungan oksigen mangrove sebesar 39 dan suhunya 30,2 0 c.















BAB V
PENUTUP


5.1.    Kesimpulan
Dari praktikum mata kuliah ekologi perairan yang telah dilakukan pada ekosistem muara dan ekosistem mangrove diperairan karangantu Serang Banten dapat disimpulkan antara lain terdiri dari :
1.      Ekosistem muara dikarangantu merupakan ekosistem yang strukturnya sudah lebih baik bila dilihat dari bentuk fisik perairan.
2.      Muara merupakan tempat pertemuan antara air laut dengan air sungai dan merupakan bagian hilir dari sungai. Pada dasar perairan muara ini terjadi pengendapan karena hal ini terjadi pertemuan partikel pasir/lumpur yang dibawa oleh arus sungai bertemu dengan pasir yang berada di daerah sekitar pantai.
3.      Ekosistem Muara biasa juga disebut dengan ekosistem estuari atau perairan estuari dimana, Estuari didefinisikan sebagai badan air di wilayah pantai yang setengah tertutup, yang berhubungan dengan laut bebas.
4.      Muara menyediakan habitat bagi sejumlah besar organisme dan mendukung produktivitas sangat tinggi.
5.      Muara membentuk zona transisi antara lingkungan sungai dan lingkungan laut dan tunduk pada pengaruh laut, seperti pasang surut, gelombang, dan masuknya air garam, dan pengaruh sungai, seperti aliran air tawar dan sedimen.
6.      Ekosistem mangrove yang terdapat dikarangantu Serang Banten sangat lumayan baik.
7.      Mangrove merupakan formasi-formasi tumbuhan pantai yang khas di sepanjang pantai tropis dan sub tropis yang terlindung. Formasi mangrove merupakan perpaduan antara daratan dan lautan.
8.      Hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut.
9.      Jenis mangrove yang banyak ditemukan dikarangantu adalah jenis api-api (Avicennia sp.), dan bakau (Rhizophora sp.)
10.  Beberapa jenis biota laut yang biasa dijumpai di habitat mangrove antara lain adalah ikan kecil, hewan bentos, keong, kepiting, dan lain-lain
11.  Ekosistem hutan mangrove memberikan banyak manfaat baik secara tidak langsung (non economic value) maupun secara langsung kepada kehidupan manusia (economic vallues).

5.2.    Saran
Dari praktikum yang telah dilakukan mengenai ekosistem muara dan ekosistem mangrove untuk praktikum kedepannya supaya dalam pengukuran-pengukuran serta identifikasi yang belum dilakukan harap dilakukan guna data yang diperoleh dilapangan semakin baik dan jelas. Dan mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan informasi mengenai ekosistem muara dan mangrove yang berada diperairan karangantu Serang Banten.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar