BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaituoikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya. Definisi ekologi seperti di atas, pertama kali disampaikan oleh Ernest Haeckel (zoologiwan Jerman, 1834-1914). Ekologi adalah cabang ilmu biologi yang banyak memanfaatkan informasi dari berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti : kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk pembahasannya. Penerapan ekologi di bidang pertanian dan perkebunan di antaranya adalah penggunaan kontrol biologi untuk pengendalian populasi hama guna meningkatkan produktivitas. Ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya. Pengamatan ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam hubungan timbal balik tersebut.
Dalam studi ekologi digunakan metoda pendekatan secara rnenyeluruh pada komponen-kornponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem. Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktora biotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.
Faktor biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup di bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai dekomposer. Faktor biotik juga meliputi tingkatan-tingkatan organisme yang meliputi individu, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer. Tingkatan-tingkatan organisme makhluk hidup tersebut dalam ekosistem akan saling berinteraksi, saling mempengaruhi membentuk suatu sistemyang menunjukkan kesatuan. Secara lebih terperinci, tingkatan organisasi makhluk hidup. Ada bermacam-macam adaptasi makhluk hidup terhadap lingkungannya, yaitu: adaptasi morfologi, adaptasi fisiologi, dan adaptasi tingkah laku.
Ekologi perairan. Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupunstatis (tergenang) seperti danau. Perairan ini dapat merupakan perairan tawar, payau, maupun asin (laut). Ekologi adalah ilmu mengenai hubungan organisme dengan lingkungannya – mempelajari hubungan antara tempat hidup organisme dan interaksi mereka dengan lingkungan secara alami atau linkungan yang sedang berkembang. Ekologi perairan adalah ilmu yang mempelajari hubungan organime dengan lingkungan perairan.
Dalam praktikum lapang mata kuliah ekologi perairan mengenai ekosistem sungai yang dilaksanakan di sekitar lingkungan perairan kampus universitas sultan ageng tirtayasa. Yang kita ketahui bahwa ekosistem sungai yang terdapat dilingkungan tersebut merupakan ekosistem sungai yang kondisi lingkungan fisik perairannya boleh dikatakan sudah cukup baik.
1.2. Tujuan
Dalam praktikum lapang mata kuliah ekologi perairan yang dilaksanakan di sekitar lingkungan perairan kampus universitas sultan ageng tirtayasa mempunyai beberapa tujuan yaitu diantarannya :
a. Mengetahui kondisi lingkungan perairan yang berada dilingkungan perairan kampus universitas sultan ageng tirtayasa
b. Mengetahui lingkungan fisik perairan mulai dari arus, bentuk fisik perairan, dan arah angin
c. Mengetahui metodologi yang digunakan dalm mengukur lingkungan fisik perairan diperairan lingkungan kampus universitas sultan ageng tirtayasa
1.3. Waktu dan tempat
Praktikum lapang mata kuliah ekologi perairan yang dilaksanakan disekitar lingkungan perairan kampus unversitas sultan ageng tirtayasa pada hari jumat 10 desember 2010 pada pukul 09.00 wib sampai pukul 10.00. Dan diikuti oleh mahasiswa/i semester 3 jurusan perikanan fakultas pertanian unversitas sultan ageng tirtayasa Banten.
BAB II
METODOLOGI
2.1. Alat dan bahan
Dalam praktikum lapang mata kuliah ekologi perairan yang dilaksanakan disekitar perairan lingkungan kampus universitas sultan ageng tirtayasa mengenai ekosistem sungai terdpata alat dan bahan yang digunakan yaitu diantarannya bola pingpong 1 buah, meteran 1 buah, dan bambu 1 buah.
2.2. Prosedur kerja
2.2.1. Arus
Prosedur kerja arus dapat diketahui dengan tekhnik pengukuran :
Pengukuran arus secara insitu dapat dilakukan dengan dua metode, yakni metode Lagrangian dan Euler. Metode Lagrangian adalah suatu cara mengukur aliran massa air dengan melepas benda yang dihanyutkan kemudian mengikuti gerakan aliran massa air laut dan catat lokasinya pada selang waktu tertentu.
Cara lain mengukur arus insitu adalah dengan metode Euler. Pengukuran arus yang dilakukan pada satu titik tetap pada kurun waktu tertentu. Cara ini biasanya menggunakan alat yang disebut dengan Current Meter. Salah satu alat ukur arus dengan metode Euler ditampilkan pada Gamb 1. Pada alat tersebut dilengkapi dengan sensor suhu, conductivitas untuk mengukur salinitas, rotor untuk kecepatan dan kompas magnetik untuk menentukan arah. Dengan alat ukur yang tetap posisinya, dicatat kecepatan dan arah arus pada kolam air pada selang waktu tertentu.
Gambar 1.
Current Meter Aandera Type RCM-7
b. Pengukuran arus dengan satelit altimetri
Adanya perkembangan teknologi satelit dewasa ini sangat memungkinkan untuk mengetahui tinggi muka laut atau topografi muka laut. Salah satu satu satelit yang mampu untuk membedakan perbedaan tinggi muka laut adalah Topex/Poseidon.
Satelit altimetri pada prinsipnya mentransmisikan gelombang dengan panjang tertentu, kemudian dicatat waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak dari satelit ke permukaan laut dan kembali ke reciever di satelit, sehingga jarak dari lintasa satelit ke muka laut diketahui. Jarak yang lebih dekat saat muka laut lebih tinggi akan membutuhkan waktu yang lebih pendek bila dibandingkan dengan saat muka laut lebih rendah. Gambar. 2b menggambarkan tinggi rendah muka laut dan hasil analisis gerakan massa air permukaan.
(a) (b)
Gambar 2.
(a) Satelit Topex-Poseidon, (b) hasil rekaman satelit Topex-Posaidon berupa peta topografi uka laut
Pengaruh arus pada dasar perairan yaitu pada dasar tanah yang berpasir adalah butiran lebih mudah bergerak, morfologi berubah-ubah. Sedangkan pada tanah yang berlumpur yaitu kehesif artinya butiran sulit berpindah, morfologi tak terbentuk serta ekef perlambatan lemah. Pada muara sungai yaitu lumpur cair bergerak dengan kecepatan rendah diatas dasar perairan yang keras.
Pada praktikum lapang mata kuliah ekologi perairan mengenai ekosistem sungai yang dilaksankan diperairan lingkungan kampus universitas sultan ageng tirtayasa prosedur kerja dalam pengukuran arus yaitu dengan cara menggunakan media bola pingpong yang dihanyutkan diperairan sungai dalam waktu sekitar 1 menit setelah itu diukur dengan menggunakan meteran. Meteran berfungsi untuk mengukur berapa panjang saat bola pimpong dihanyutkan pada posisi awal sampai posisi terakhir setelah waktu 1 menit berakhir.
2.2.2. Bentuk fisik perairan
Bentuk fisik perairan sungai merupakan suatu bentuk ekosistem aquatic yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan disekitarnya. Sebagai suatu ekosistem, perairan sungai mempunyai berbagai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk suatu jalinan fungsional yang saling mempengaruhi. Komponen pada ekosistem sungai akan terintegrasi satu sama lainnya membentuk suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas ekosistem tersebut. Bentuk fisik perairan sungai ditinjau dari kedalaman, panjang sungai, lebar sungai dan kondisi apa saja yang terdapat disungai serta sifat fisika dan kimia perairan yang terdapat pada sungai tersebut. Begitupun bentuk fisik perairan sungai yang terdapat dilingkungan perairan sungai kampus universitas sultan ageng tirtayasa.
2.2.3. Arah angin
Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara atau perbedaan suhu udara pada suatu daerah atau wilayah. Hal ini berkaitan dengan besarnya energi panas matahari yang di terima oleh permukaan bumi. Pada suatu wilayah, daerah yang menerima energi panas matahari lebih besar akan mempunyai suhu udara yang lebih panas dan tekanan udara yang cenderung lebih rendah. Sehingga akan terjadi perbedaan suhu dan tekanan udara antara daerah yang menerima energi panas lebih besar dengan daerah lain yang lebih sedikit menerima energi panas, akibatnya akan terjadi aliran udara pada wilayah tersebut.
Meskipun pada kenyataan angin tidak dapat dilihat bagaimana wujudnya, namun masih dapat diketahui keberadaannya melalui efek yang ditimbulkan pada benda – benda yang mendapat hembusan angin. Seperti ketika kita melihat dahan – dahan pohon bergerak atau bendera yang berkibar kita tahu bahwa ada angin yang berhembus. Dari mana angin bertiup dan berapa kecepatannya dapat diketahui dengan menggunakan alat – alat pengukur angin. Alat–alat pengukur angin tersebut adalah :
1. Wind vane, yaitu alat untuk mengetahui arah angin.
2. Windsock, yaitu alat untuk mengetahui arah angin dan memperkirakan besar kecepatan angin. Biasanya ditemukan di bandara – bandara.
3. Anemometer, yaitu alat yang mengukur kecepatan angin.
Prosedur kerja arah angin yang dilakukan dalam praktikum ekologi perairan mengenai ekosistem perairan sungai yaitu menggunakan media bola pingpong yang dihanyutkan diatas permukaan air kemudian setelah 1 menit dapat diketahui arah anginnya mengarah kemana dan setelah itu diukur panjangnnya dari tempat awal semula bola pingpong dihanyutkan sampai pada saat tempat terakhir ketika waktu 1 menit berakhir
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Ekosistem sungai
Sungai adalah perairan umum yang airnya mengalir terus menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air permukaan yang diakhiri bermuara ke laut. Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem-sistem terestrial dan lentik. Ciri-ciri umum daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada umumnya mempunyai tofograpi makin bergelombang sampai bergunung-gunung. Sungai adalah lingkungan alam yang banyak dihuni oleh organisme. Zonasi pada habitat air mengalir adalah mengarah ke longitudinal, yang menunjukkan bahwa tingkat yang lebih atas berada di bagian hulu dan kemudian mengarah ke hilir.
Pada habitat air mengalir ini, perubahan-perubahan yang terjadi akan lebih nampak pada bagian atas dari aliran air karena adanya kemiringan, volume air atau komposisi kimia yang berubah. secara umum zonasi habitat air mengalir, yaitu: Arus mempunyai arti penting untuk pergerakan ikan. Arus yang searah dari hulu sangat penting untuk pergerakan ikan atau bahkan menyebabkakn ikan-ikan bergerak aktif melawann arus, kea rah muara pergerakan ikan dapat berlangsung dengan pasif maupun mengapung
Sungai merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Dan sungai merupakan salah satu sumber air bagi kehidupan yang ada di bumi. Baik manusia, hewan dan tumbuhan semua makhluk hidup memerlukan air untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sungai mengalir dari hulu ke hilir bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Air sungai berakhir di laut sehingga air yang tadinya terasa tawar menjadi asin terkena zat garam di laut luas.
Gambar 1. sungai
Sungai adalah bagian dari permukaan bumi sebagai tempat air tawar mengalir. Sungai terbentuk secara alami. Pada bagian kiri dan kanan dibatasi oleh tanggul. Sungai bermuara ke rawa, danau, sungai lain, dan akhirnya ke laut. Daerah tempat sumber air sungai mengalir disebut juga daerah hulu sungai. Berdasarkan ciri yang tampak, aliran sebuah sungai terbagi atas tiga bagian. Yaitu bagian hulu, bagian tengah, dan bagian hilir atau muara.
· Hulu Sungai
Adapun ciri-ciri bagian hulu sungai adalah sebagai berikut :
1. Arus sungai deras.
2. Arus erosi ke dasar sungai besar (erosi vetikal).
3. Lembah sungai curam.
4. Lembah sungai berbentuk V.
5. Tidak terjadi pengendapan hasil erosi.
6. Banyak ditemukan air terjun.
· Tengah Sungai
Adapun ciri-ciri bagian tengah sungai adalah sebagai berikut.
1. Jarang dijumpai air terjun.
2. Kecepatan aliran sungai mulai berkurang.
3. Mulai terjadi proses pengendapan material yang dibawa oleh air sungai.
4. Selain terjadi erosi ke bawah juga terjadi erosi ke samping (erosi horizontal)
· Hilir atau Muara
Adapun ciri-ciri bagian hilir atau muara sungai adalah sebagai berikut.
1. Kecepatan sungai mulai lambat.
2. Proses pengendapan sangat intensif.
3. Dibagian muara sungai sering disebut delta.
Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sundai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan,embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan di beberapa negara tertantu air sungai juga berasal dari lelehan es / salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan. Kemanfaatan terbesar sebuah sungai adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk dijadikan objek wisata sungai. Di Indonesia saat ini terdapat 5.950 daerah aliran sungai (DAS). Daerah Aliran Sungai (DAS), seperti yang dikemukan Sandy (1985) adalah bagian dari muka bumi yang dibatasi oleh topografi dan semua air yang jatuh mengalir kedalam sungai, dan keluar pada satu outlet. Sedangkan kerapan sungai yang dimaksudkan adalah ratio (perbandingan) jumlah panjang sungai dalam (km) terhadap luas Daerah Aliran Sungai.
Pada tahun 1880 an seorang geologist berkebangssan Amerika, William Davis Morris, berpendapat bahwa sungai dan lembahnya ibarat organisme hidup. Sungai berubah dari waktu ke waktu, mengalami masa muda, dewasa, dan masa tua. Menurut Davis, siklus kehidupan sungai dimulai ketika tanah baru muncul di atas permukaan laut. Hujan kemudian mengikisnya dan membuat parit, kemudian parit-parit itu bertemu sesamanya dan membentuk sungai. Danau menampung air pada daerah yang cekung, tapi kemudian hilang sebagai sebagai sungai dangkal. Kemudian memperdalam salurannya dan mengiris ke dasarnya membentuk sisi yang curam, lembah bentuk V. Anak-anak sungai kemudian tumbuh dari sungai utamanya seperti cabang tumbuh dari pohon. Semakin tuan sungai, lembahnya semakin dlam dan anak-anak sungainya semakin panjang.
Gambar 1. perubahan penampang sungai dibawah ini menunjukkan umur sungai.
Sungai masih bayi. Sempit dan curam
Sungai muda. Anak sungainya bertambah
Sungai tua. Daerah alirannya semakin melebar dan berkelok
Sungai sudah tua sekali
Robert E. Horton, seorang consulting hydrolic engineer, mengklasifikasikan sungai berdsarkan tingkat kerumitan anak-anak sungainya. Saluran sungai tanpa anaknya disebut sebagai "first order". Sungai yang mempunyai satu atau lebih anak sungai "first order" disebut saluran sungai "second order". Sebuah sungai dikatakan "third order" jika sungai itu mempunyai sekurang-kurangnya satu anak sungai "second order".
A. Sungai menurut jumlah airnya
1. sungai permanen - yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri di Sumatera.
2. sungai periodik - yaitu sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya kecil. Contoh sungai jenis ini banyak terdapat di pulau Jawa misalnya sungai Bengawan Solo, dan sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Progo dan sungai Code di Daerah Istimewa Yogyakarta serta sungai Brantas di Jawa Timur.
3. sungai intermittent atau sungai episodik - yaitu sungai yang pada musim kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kalada di pulau Sumba.
4. sungai ephemeral - yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan. Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu banyak.
B. Sungai menurut genetiknya
1. sungai konsekwen yaitu sungai yang arah alirannya searah dengan kemiringan lereng
2. sungai subsekwen yaitu sungai yang aliran airnya tegak lurus dengan sungai konsekwen
3. sungai obsekwen yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya berlawanan arah dengan sungai konsekwen
4. sungai insekwen yaitu sungai yang alirannya tidak teratur atau terikat oleh lereng daratan
5. sungai resekwen yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya searah dengan sungai konsekwen
C. Manajemen sungai
Sungai seringkali dikendalikan atau dikontrol supaya lebih bermanfaat atau mengurangi dampak negatifnya terhadap kegiatan manusia.
2. Tanggul dibuat untuk mencegah sungai mengalir melampaui batas dataran banjirnya.
3. Kanal-kanal dibuat untuk menghubungkan sungai-sungai untuk mentransfer air maupun navigasi
4. Badan sungai dapat dimodifikasi untuk meningkatkan navigasi atau diluruskan untuk meningkatkan rerata aliran.
Manajemen sungai merupakan aktivitas yang berkelanjutan karena sungai cenderung untuk mengulangi kembali modifikasi buatan manusia. Saluran yang dikeruk akan kembali mendangkal, mekanisme pintu air akan memburuk seiring waktu berjalan, tanggul-tanggul dan bendungan sangat mungkin mengalami rembesan atau kegagalan yang dahsyat akibatnya. Keuntungan yang dicari dalam manajemen sungai seringkali "impas" bila dibandingkan dengan biaya-biaya sosial ekonomis yang dikeluarkan dalam mitigasi efek buruk dari manajemen yang bersangkutan.
Sebagai contoh, di beberapa bagian negara berkembang, sungai telah dikungkung dalam kanal-kanal sehingga dataran banjir yang datar dapat bebas dan dikembangkan. Banjir dapat menggenangi pola pembangunan tersebut sehingga dibutuhkan biaya tinggi dan seringkali makan korban jiwa. Banyak sungai kini semakin dikembangkan sebagai wahana konservasi habitat, karena sungai termasuk penting untuk berbagai tanaman air, ikan-ikan yang bermigrasi, menetap, dan budidaya tambak, burung-burung, serta beberapa jenis mamalia.
Morfologi sungai adalah ilmu yang mempelajari tentang geometri (bentuk dan ukuran), jenis, sifat dan perilaku sungai dengan segala aspek dan perubahannya dalam dimensi ruang dan waktu. Dengan demikian, morfologi sungai ini akan menyangkut juga sifat dinamik sungai dan lingkungannya yang saling terkait. Dua proses penting dalam sungai adalah erosi dan pengendapan, yang dipengaruhi oleh jenis aliran air dalam sungai yaitu:
1. aliran laminer: jika air mengalir dengan lambat, partikel akan bergerak ke dalam arah paralel terhadap saluran.
2. aliran turbulen: jika kecepatan aliran berbeda pada bagian atas, tengah, bawah, depan dan belakang dalam saluran, sebagai akibat adanya perubahan friksi, yang mengakibatkan perubahan gradien kecepatan. Kecepatan maksimum pada aliran turbulen umunya terjadi pada kedalaman 1/3 dari permukaan air terhadap kedalaman sungai.
Erosi terjadi pada dinding ataupun dasar sungai dibawah kondisi aliran yang bersifat turbulen. Pengendapan akan terjadi jika material yang dipindahkan jauh lebih besar untuk digerakkan oleh kecepatan dan kondisi aliran. Pada kondisi aliran turbulen erosi akan terjadi akibat terbawanya material dan pengendapan terjadi ketika hasil erosi tersebut menuju ke arah bawah tidak terpindahkan lagi oleh aliran.
D. Sungai dapat kita bagi menjadi beberapa jenis berdasarkan pembentukannya, yaitu :
1. Sungai Hujan
Sungai hujan adalah sungai yang sumber airnya berasal dari air hujan yang berkumpul membuat suatu aliran besar. Sungai-sungai yang ada di Indonesia umumnya adalah termasuk ke dalam jenis sungai hujan.
2. Sungai Gletser
Sungai gletser adalah sungai yang sumber airnya berasal dari salju yang mencair berkumpul menjadi kumpulan air besar yang mengalir. Sungai membramo / memberamo di daerah papua / irian jaya adalah salah satu contoh dari sungai gletser yang ada di Indonesia.
3. Sungai Campuran
Sungai campuran adalah sungai di mana air sungai itu adalah pencampuran antara air hujan dengan air salju yang mencair.
E. Jenis-jenis sungai berdasarkan kekekalan airnya
Berdasarkan kekekalan airnya, sungai dibagi menjadi dua yaitu sungai episodik dan sungai periodik.
1. Sungai Episodik
Sungai episodik adalah sungai yang mengalir sepanjang tahun dengan debit air yang stabil. Jenis sungai ini cocok digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik.
2. Sungai Periodik
Sungai periodik adalah sungai yang debit airnya tinggi pada musim hujan dan rendah pada musim kemarau.
F. Karakteristik sungai
Karakteristik sungai memberikan gambaran atas profil sungai, pola aliran sungai dan genetis sungai, yang secara rinci diuraikan sebagai berikut;
1. Profil sungai
Berdasarkan perkembangan profil sungai (Lobeck, 1939; Pannekoek, 1957 dan Sandy, 1985), dalam proses pengembangnnya mengalami tiga taraf yaitu: Periode muda, terdapat di daerah hulu sungai, yang mempunyai ketinggian relief yang cukup besar. Ciri spesifiknya terdapatnya sayatan sungai yang dalam, disebabkan oleh penorehan air yang kuat dari air yang mengalir cepat dan daya angku yang besar. Erosi tegak sering dijumpai, sehingga lebah curam berbentuk huruf (V) sering juga ditemukan. Contoh yang jelas di hulu Sungai Cipeles sekitar Cadas Pangeran. Periode dewasa, dijumpai di bagian tengah sungai, yang dicirikan dengan pengurangan kecepatan aliran air, karena ketinggian relief yang berkurang. Daya angkut berkurang, dan mulai timbul pengendapan di beberapa tempat yang relatif datar. Keseimbangan antara kikisan dan pengendapat mulai tampak, sehingga di beberapa tempat mulai terjadi akumulasi material, arus akan berbelok-belok, karena endapan yang mengeras, dan di tempat endapan inilah yang sering terjadi meander. Periode tua, di daerah hilir dengan ketinggian rendah, yang dicirikan tidak terjadi erosi tegak, dan daya angkut semakin berkurang, sehingga merupakan pusat-pusat pengendapan. Tekanan air laut di bagian muara sungai sering menyebabkan delta.
2. Pola Aliran
Cotton (1949), menyatakan bahwa letak, bentuk dan arah aliran sungai, dipengaruhi ntara lain oleh lereng dan ketinggian, perbedaan erosi, struktur jenis batuan, patahan dan ipatan, merupakan faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan bentuk genetik dan pola ungai. ola sungai adalah kumpulan dari sungai yang mempunyai bentuk yang sama, yang apat menggambarkan keadaan profil dan genetik sungainya (Lobeck, 1939; Katili (1950), an Sandy, 1985). Lebih jauh dikemukakan bahwa ada empat pola aliran sungai yaitu:
a) Pola denditrik, bentuknya menyerupai garis-garis pada penampang daun, terdapat di truktur batuan beku, pada pengunungan dewasa.
b) Pola retangular, umumnya terdapat di struktur batuan beku, biasanya lurus mengikuti truktur patahan, dimana sungainya saling tegak lurus
c) Pola trellis, pola ini berbentuk kuat mengikuti lipatan batuan sedimen. Pada pola ini erpadapt perpaduan sungai konsekwen dan subsekwen.
d) Pola radial, pola ini berbentuk mengikuti suatu bentukan muka bumi yang cembung, yang merupakan asal mula sungai konsekwen. Pola radial dibagi dua yaitu :
1. Sentri pugal adalah pola aliran yang menyebar meninggalkan pusatnya. Pola aliran ini terdapat didaerah gunung yang berbentuk kerucut
2. Sentri petal adalah pola aliran yang mengumpul menuju pusat. Pola ini terdapat didaerah basin (cekungan)
e) Pola anular adalah pola aliran sungai yang membentuk sungai
f) Pola pinate adalah pola aliran dengan muara-muara anak sungainya membentuk sudut lancip
3. Genetik Sungai
Menurut Lobeck (1939), klasifikasi genetik sungai dibedakan menjadi empat yaitu:
a) Sungai konsekwen, yaitu sungai yang bagian tubuhnya mengalir mengikuti kemiringan lapisan batuan yang dilaluinya. Atau sungai yang alirannya searah dengan lereng. Contoh S. Cipanas, Sungai Cacaban.
b) Sungai Subsekwen, yaitu sungai yang mengalir pada lapisan batuan yang lunak, dan biasanya merupakan sungai yang tegak lurus terhadap sungai konsekwen.
c) Sungai Obsekwen, adalah sungai yang mengalir berlawanan dengan kemiringan lapisan batuan, atau sungai yang mengalir dan berlawanan dengan sungai konsekwen.
d) Sungai antiseden, sungai yang mengalir melalui patahan, dengan adanya teras,
e) Sungai inkonsekuen, sungai yang arah alirannya tidak teratur.
f) Sungai resekuen, yaitu anak sungai subsekuen yang arah alirannya sejajar dengan sungai konsekuen.
4. Tata Nama Sungai
Sandy (1985), membedakan nama bagian sungai menjadi empat yaitu :
a) induk sungai, yang merupakan tumbuh sungai terpajang dan lebar mulai dari hulu sungai sampai ke hilir sungai
b) anak sungai adalah cabang-cabang sungai yang menyatu dengan induk sungai,
c) alur anak cabang sungai, adalah cabang-cabang sungai yang menyatu dengan anak sungai, dan
d) alur mati (creek), adalah alur-alur di bagian teratas yang kadang kala berair apabila hujan, dan pada waktu tidak ada hujan maka akan kering.
G. Sungai menurut terjadinya
1. Karena perbedaan kadar garam/ berat jenis
2. Karena angin
3. Karena niveu/ beda tinggi permukaan
4. Karena pengaruh daratan/benua
5. Karena pengarauh pasang naik dan air surut
H. Proses yang terjadi disungai
a. Sedimentasi
Bagian dari zat terlarut diadsorbsi pada partikel tersuspensi yang dapat mengendap pada dasar sungai, konstanta kecepatan reaksi tergantung dari kedalaman sungai
b. Resuspensi
Adalah kebalikan dari proses sedimentasi, yaitu partikel terendap terlarut kembali.
c. Difusi
Difusi material pada dasar sedimen adalah penting untuk oksigen terlarut, oksigen dapat dikonsumsi oleh benthic dan reaksi kimia benthic, maka konsumsi oksigen oleh benthic biasanya diasumsi konstan.
I. Struktur Sungai
Menurut Forman dan Gordon (1983), morfologi pada hakekatnya merupakan bentuk luar, yang secara rinci digambarkan sebagai berikut;
Keterangan :
A = Bantaran sungai. B = tebing/jering sungai. C = badan sungai. D = batas tinggi air semu. E = dasar sungai. F = vegetasi riparian.
Lebih jauh Forman (1983), menyebutkan bahwa bagian dari bentuk luar sungai secara rinci dapat dipelajari melalui bagian-bagian dari sungai, yang sering disebut dengan istilah struktur sungai. Struktur sungai dapat dilihat dari tepian aliran sungai (tanggul sungai), alur sungai, bantaran sungai dan tebing sungai, yang secara rinci diuraikan sebagai berikut:
1. Alur dan Tanggul Sungai
Alur sungai (Forman & Gordon, 1983; dan Let, 1985), adalah bagian dari muka bumi yang selalu berisi air yang mengalir yang bersumber dari aliran limpasan, aliran sub surface run-off, mata air dan air bawah tanah (base flow). Lebih jauh Sandy (1985) menyatakan bahwa alur sungai dibatasi oleh bantuan keras, dan berfungsi sebagai tanggul sungai.
2. Dasar dan Gradien sungai
Forman dan Gordon (1983), menyebutkan bahwa dasar sungai sangat bervariasi, dan sering mencerminkan batuan dasar yang keras. Jarang ditemukan bagian yang rata, kadangkala bentuknya bergelombang, landai atau dari bentuk keduanya; sering terendapkan matrial yang terbawa oleh aliran sungai (endapan lumpur). Tebal tipisnya dasar sungai sangat dipengaruhi oleh batuan dasarnya. Dasar sungai dari hulu ke hilir memperlihatkan perbedaan tinggi (elevasi), dan pada jarak tertentu atau keseluruhan sering disebut dengan istilah “gradien sungai” yang memberikan gambaran berapa presen rataan kelerengan sungai dari bagian hulu kebagian hilir. Besaran nilai gradien berpengaruh besar terhadap laju aliran air.
3. Bantaran sungai
Forman dan Gordon (1983) menyebutkan bahwa bantaran sungai merupakan bagian dari struktur sungai yang sangat rawan. Terletak antara badan sungai dengan tanggul sungai, mulai dari tebing sungai hingga bagian yang datar. Peranan fungsinya cukup efektif sebagai penyaring (filter) nutrien, menghambat aliran permukaan dan pengendali besaran laju erosi. Bantaran sungai merupakan habitat tetumbuhan yang spesifik (vegetasi riparian), yaitu tetumbuhan yang komunitasnya tertentu mampu mengendalikan air pada saat musim penghujan dan kemarau.
4. Tebing sungai
Bentang alam yang menghubungkan antara dasar sungai dengan tanggul sungai disebut dengan “tebing sungai”. Tebing sungai umumnya membentuk lereng atau sudut lereng, yang sangat tergantung dari bentuk medannya. Semakin terjal akan semakin besar sudut lereng yang terbentuk. Tebing sungai merupakan habitat dari komunitas vegetasi riparian, kadangkala sangat rawan longsor karena batuan dasarnya sering berbentuk cadas.
Sandy (1985), menyebutkan apabila ditelusuri secara cermat maka akan dapat diketahui hubungan antara lereng tebing dengan pola aliran sungai.
Mencermati atas Gambar-I (Profil Sungai), dapat ditelusuri bahwa struktur sungai pada hakekatnya merupakan komponen (elemen) atau bagian dari morfologi sungai, yang meliputi badan sungai, tebing sungai, bantaran sungai dan tanggul sungai. Bagian dari badan sungai dapat diketahui gradien sungainya. Permukaan bumi menunjukkan adanya relief, baik dalam sekala besar maupun kecil yang memungkinkan terjadinya aliran dari hulu ke hilir. Bentuk dan lingkungan fisik sungai secara alamiah terlihat sejak munculnya bumi keper mukaan. Air merupakan salah satu di antara faktor-faktor penyebab terbentuknya sungai yang dipengaruhi oleh besaran curah hujan, jenis batuan, dan ketinggian tepat. Curah hujan sebagai sumber air sungai, jenis batuan dan ketinggian tempat sangat berpengaruh terhadap bentuk komunitas vegetasi bantaran sungai, serta berpengaruh terhadap temperatur air sungai, salinitas, dan tingkat kekeruhannya.
Mencermati atas uraian profil sungai, dimana ada tiga taraf dalam proses pengembangnnya (periode muda, dewasa dan tua), nampaknya apabila ditelusuri lebih jauh, akan memperlihatkan bentuk struktur yang berbeda antara periode yang satu dengan lainnya. Hal ini terlihat dari kenampakan seperti mengapa meader terjadi di bagian tengah atau dekat ke hilir, delta selalu berada di daerah hilir, dan gerusan dasar sungai lebih cenderung terjadi di gradien yang lebih besar presentase kelerengannya. Demikian halnya terhadap pola aliran air yang nampaknya secara spesifik juga akan memperlihatkan struktur yang berbeda antara pola yang satu dengan lainnya. Hal ini mengingat bahwa terbentuknya pola aliran sungai sangat dipengaruhi oleh dominansi batuan pembentunya (batuan beku dan atau batuan sedimen).
J. Lingkungan Bio-fisik Sungai
1. Vegetasi Spesifik Bantaran Sungai
Jenis vegetasi riparian di Indonesia dari bagian hilir sampai dengan bagian hulu cukup bervariasi, dan menurut Sandy (1985) sangat dipengaruhi oleh batuan dasar dan ketinggian tempat.
2. Lingkungan Fisik Sungai
Menurut Sandy (1985), kedalaman sungai sangat tergantung dari jumlah air yang tertampung pada alur sungai yang diukur dari penampang dasar sungai sampai ke permukaan air. Level rataan dasar sungai pengukurannya dirata-ratakan minimal dari tiga titik yang berbeda yaitu di bagian tengah dan kanan kirinya.
a. Debit sungai adalah besaran volume air yang mengalir per satuan waktu. Volume air dihitung berdasarkan luas penampang dikalikan dengan tinggi air. Sumber air sungai terbesar berasal dari curah hujan, di bagian hulu umumnya curah hujannya lebih tinggi, dibanding di daerah tengah dan hilir. Sumber lainnya berasal dari aliran bawah tanah, yang dibedakan menjadi air sub surface runof, mata air dan air bawah tanah (base flow). Pada musim penghujan, aliran bawah tanah bersumber dari air hujan., yang masuk melalui peristiwa infiltrasi _ perkolasi. Air perkolasi menuju ke lapisan air tanah dalam (ground water), namun sering ada yang keluar kesamping (sub-surface runof). Air aliran samping ini sering keluar pada waktu musim hujan dan atau musim kemarau, yang berbeda dengan aliran bawah tanah yang akan keluar pada waktu musim kemarau. Secara umum, temperatur air sungai secara horizontal dipengaruhi oleh ketinggian tempat (elevasi). Sandy (1985), mengemukakan bahwa di daerah-daerah hulu air sungai relatif dingin, sedangkan di bagian tengah dan hilir semakin tinggi suhunya. Akan tetapi Cole (1979), menyatakan bahwa selain pemanasan bersumber dari matahari, suhu air sungai juga sering bersumber dari batuan kapur dan atau panas bumi. Tinggi rendahnya temperatur air sungai, akan berpengaruh terhadap kehidupan (biota) perairan sungai.
b. Salinitas air sungai, di bagian hulu dan tengah hampir jarang dipengaruhi oleh salinitas, berbeda dengan di daerah hilir. Tingginya salinitas air sungai di daerah hilir, disebabkan oleh pengaruh pasang surut air laut. Namun demikian Lebeck (1939), menyatakan bahwa salinitas air baik di bagian hulu, tengah dan hilir selain dipengaruhi oleh pengaruh air laut, juga dipengaruhi oleh kandungan unsur hara yang bersifat basa.
c. Muatan padatan tersuspensi dan kekeruhan, menurut Sandy (1985) sangat dipengaruhi oleh musim. Pada cwaktu musim penghujan kadungan lumpur relatif lebih tinggi karena besaran laju erosi yang terjadi; sedangkan pada musim kemarau tingkat kekeruhan air sungai dipengaruhi oleh laju aliran air yang terbatas menoreh hasil-hasil endapan sungai.
K. Peranan ekosistem bantaran sungai
Seperti diungkapkan oleh Forman dan Gordon (1985), bahwa bantaran sungai pada dasarnya merupakan habitat dari vegetasi riparian. Dengan demikian menelaah peranan fungsi bantaran sungai, bukan terbatas pada peranan fungsi fisiknya, namun demikian peranan fungsi vegetasi riparian juga memberikan informasi yang cukup berperan dalam mengungkap peranan fungsi jasa biologis dan hidrologisnya. Peranan fungsi jasa biologis vegetasi riparian, disamping berfungsi sebagai penyaring (filter) nutrien yang diangkut oleh aliran permukaan, juga mampu mengendalikan erosi. Nutrien yang terbawa oleh aliran permukaan bersumber baik dari air hujan maupun tanah yang tererosi. Dihambatnya aliran permukaan oleh tetumbuhan, maka infiltrasi menjadi besar, hingga nutrien akan tersaring dan masuk kedalam tanah. Demikian halnya akibat tertahannya air limpasasn maka besaran sedimen yang terangkut oleh air limpasan menjadi terhambat dan diendapkan. Dengan demikian daerah riparian umumnya kaya akan hara mineral tanah, dan merupakan habitat (tempat) tumbuh dari berbagai jenis vegetasi yang mampu beradaptasi.
Di sisi lain peranan fungsi jasa biologis vegetasi riparian juga mampu menyediakan berbagai sumber pakan satwa liar, seperti burung, mamalia terbang, dan atau kehidupan lainnya. Selain jasa biologis pepohonan bantaran sungai di wilayah perkotaan juga berperan sebagai pelerai dan atau penghalau kecepatan angin, menyerap berbagai bentuk polutan, serta mampu mengendalikan iklim mikro, yang erat kaitannya dengan kenyamanan lingkungan hidup. Peranan fungsi jasa hidrologis vegetasi riparian, seperti halnya peranan fungsi vegetasi secara umum telah banyak diungkap oleh beberapa akhli hidrologi. Namun demikian secara spesifik bahwa vegetasi riparian lebih mampu dalam pengaturan tata air baik pada waktu musim penghujan dan kemarau. Jasa lain, vegetasi riparian yaitu kemampuan vegetasi dalam merubahan besaran unsur-unsur hara mineral dan atau sifat fisik-kimia baik air maupun tanahnya.
Bantaran sungai adalah areal sempadan kiri-kanan sungai yang terkena/terbanjiri luapan air sungai, baik pada periode waktu yang pendek maupun periode waktu yang panjang, yang merupakan daerah peralihan (eketon) antara ekosistem akuatik dengan ekosistem daratan. Sebagai eketon, daerah bantaran sungai mempunyai peranan penting antara lain :
Ø menyediakan habitat yang unik bagi biota.
Ø Keanekaragaman hayati yang tinggi : Hutan aluvial, Satwa liar ((burung, mamalia, reptilia, reptil dll)
Ø Produktivitas biologi tinggi : Hutan basah, Perikanan, Burung
Ø Mengatur interpath dynamics : Suplai bahan organik ke ekosistem akuatik (sungai), Penyimpan hara untuk aliran permukaan lahan pertanian, Mempengaruhi pergerakan serta migrasi burung dan mamalia
Ø Indikator dari perubahan hydroklimat : Sensitif terhadap external control
Ø Mempunyai visual quality yang kuat : Mencptakan warna, varian dan citra yang berbeda, Menyediakan wilderness exprerience, Menciptakan prospek dan refuge image
3.2. Lingkungan fisik perairan
3.2.1. Arus
Dalam praktikum mata kuliah ekologi perairan mengenai sungai yang dilaksanakan dilingkungan perairan sungai kampus universitas sultan ageng tirtayasa serang banten diketahui bahwa arusnya mempunyai panjang 1,5 meter yang dilakukaan dengan menggunakan media bola pingpong yang dihanyutkan dipermukaan sungai selama 1 menit. Setelah 1 menit berakhir kemudian diukur panjangnnya dengan menggunakan meteran.
3.2.2. Bentuk fisik perairan
Bentuk fisik perairan yang terdapat dilingkungan perairan sungai yang berada dilingkungan kampus universitas sultan ageng tirtayasa serang bantang yaitu :
1. Bantaran
Terdapat sampah organic yang berasal dari tumbuhan sekitar lingkungan sungai dan sampah anorganik yaitu sampah yang berasal dari limbah rumah tangga
2. Tebing sungai
Tebing sungai yang terdapat dilingkungan perairan kampus universitas sultan ageng tirtayasa adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil perhitungan tebing sungai
Kemiringan | Lebar | Tinggi air |
46 cm | 340 cm | 17 cm |
3. Kedalaman
Kedalaman lumpur sungai yang terdapat dilingkungan perairan kampus universitas sultan ageng tirtayasa yaitu 9 cm yang pengukurannya menggunakan bambu dengan cara bambu dicelupkan kedalam sungai dan diukur berapa kedalamannya dengan menggunakan meteran.
4. Panjang jarak bola pingpong dengan bantaran
Panjang jarak bola pingpong dengan bantaran ketika bola pingpong dihanyutkan diatas permukaan air pada saat waktu 1 menit berakhir yaitu sebesar 363 cm. Yang pengukuran panjang bola pingpong menggunakan meteran setelah waktu 1 menit berakhir.
5. Lebar bola pingpong dengan tebing sungai
Lebar bola pingpong dengan tebing sungai yaitu 144 cm. Yang cara pengukurannya sama seperti yang dilakukan untuk mengukur jarak bola pingpong dengan tebing sungai yaitu menggunakan meteran setelah waktu 1 menit berakhir pada saat bola pingpong dihanyutkan.
6. Tanaman
Tanaman yang terdapat disekitar lingkungan perairan sungai dilingkungan kampus universitas sultan ageng tirtayasa terdiri dari tanaman seperti rumput, ilalang, pohon pisang, pohon mangga, tanaman putri malu, dan pohon petai selong.
7. Hewan
Terdapat beberapa hewan yang berada dilingkungan perairan sungai yaitu keong, belalang, jangkrik, ulat, semut, kumbang, laba-laba, cacing, ikan kecil, dan telur keong.
8. Karakteristik lumpur sungai
Tabel 2. perbedaan karakteristik lumpur didasar dan dipinggir tebing sungai
Lumpur didasar sungai | Lumpur dipinggir tebing sungai |
Warna atas lumpur berwarna abu-abu | Warna atas lumpur berwarna cokelat |
Warna bawah lumpur berwarna abu-abu dan terdapat bintik-bintik | Warna bawah lumpur berwarna abu-abu kehitaman |
Baunnya lumpurnya sangat pekat | Baunnya sudah bercampur dengan sampah anorganik |
Tekstur lumpur agak sedikit lembut, dan terdapat kerikil-kerikil kecil | Tekstur lumpur lembut dan terdapat kerikil-kerikil kecil |
3.2.3. Arah angin
Arah angin yang terjadi pada ekosistem sungai yang terdapat di lingkungan perairan sungai kampus universitas sultan ageng tirtayasa yaitu bila dilihat dari arus yang terjadi pada saat bola pingpong dihanyutkan diatas permukaan air, arah angingnya terhadap bola pingpong yaitu lebih condong kearah samping kanan atau kearah timur. Jadi dapat diketahui bahwa arah angin yang terjadi pada saat praktikum untuk mengetahui arah angin ketika dilakukan pengujian dengan bola pingpong yaitu bolannya lebih bergerak kerarah samping kanan atau arah timur.
BAB IV
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari praktikum mata kuliah ekologi perairan mengenai ekosistem sungai yang dilaksanakan di lingkungan perairan kampus universitas sultan ageng tirtayasa dapat disimpulkan diantarannya sebagai berikut :
2. Sungai merupakan salah satu sumber air bagi kehidupan yang ada di bumi baik manusia, hewan dan tumbuhan.
3. Sungai bermuara ke rawa, danau, sungai lain, dan akhirnya ke laut.
4. Sungai terbagi atas tiga bagian. Yaitu bagian hulu, bagian tengah, dan bagian hilir atau muara.
5. Sungai berdasarkan terbentuknya yaitu sungai hujan, sungai gletser dan sungai campuran
6. Lingkungan fisik perairan sungai yaitu mulai dari arus, bentuk fisik perairan, arah angin dan lain-lain
7. Kondisi lingkungan fisik sungai yang terdapat dilingkungan perairan kampus universitas sultan ageng tirtayasa adalah dapat dilakukan dengan menggunakan metode arus, arah angin, bentuk fisik perairan mulai dari kedalaman, panjang dan lebar sungai.
8. Kondisi ekosistem perairan sungai yang terdapat dilingkungan perairan kampus universitas sultan ageng tirtayasa merupakan ekosistem yang pemeliharaan dan pemanfaatannya harus selalu dijaga dan dipelihara dengan baik.
9. Melalui telaah jasa bio-hidrologi vegetasi riparian, tampaknya jelas ada hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara bentuk struktur dan lingkungan fisik sungainya.
10. Untuk mengetahui lebih jauh terhadap ciri dan karakteristik struktur sungai, perlu dikaji secara lebih mendalam keterkaitannya dengan proses pengembangan profil sungai, dan pola aliran yang terbentuk.
11. Dalam lansekap perkotaan, koridor sungai bukan saja berperan atas jasa bio-hidro-loginya; namun demikian jasa-jasa ekologis vegetasi riparian akan banyak membe-rikan peranan fungsi sebagai penyeimbangan ekosistem lingkungan perkotaan.
5.2. Saran
Dalam melakukan praktikum lapang mengenai ekosistem sungai harus tetap memperhatikan dan menjaga pelestarian kondisi lingkungan perairan serta selalu menjaga kebersihan lingkungan tersebut. Karena ekosiste sungai merupakan ekosistem yang pemanfaatannya sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar