Laporan Praktikum Mata Kuliah
Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan dan
Rekayasa Proses
“Pembuatan Ikan Asin”
DI SUSUN OLEH
Kelompok 5
1. Adelaide M.U : 4443090564
2. Dini Puspita M.S : 4443091098
3. Esra M.M Sinaga : 4443092229
4. Jamikun Nasihin : 4443090980
5. M. Isep Nurhamid : 4443090747
6. Reagi Abdillah : 4443091076
JURUSAN PERIKANAN/FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang sampai dengan saat ini masih memberikan kita kesehatan jasmani maupun rohani sehingga kita dapat merasakan nikmatnya iman dalam persaudaraan. Tak lupa shalawat serta salam kita haturkan ke junjungan alam nabi besar Muhammad SAW. karena dialah merupakan satu-satunya suri tauladan terbaik yang harus kita contoh sampai dengan zaman sekarang ini.
Terima kasih saya ucapkan kepada dosen mata kuliah teknologi pengolahan hasil perikanan modren dan tradisional dan rekayasa proses yaitu Sakinah Haryati S.Pi.,M.si dan Dini Surilayani S.Pi.,M,si yang telah memberikan tugasnya kepada kami. Alhamdulilah tugas laporan praktikum teknologi pengolahan hasil perikanan modren dan tradisional dan rekayasa proses ini dapat terselesaikan tepat waktu. Pada laporan ini, kami berusaha mengungkapkan mengenai proses pembuatan ikan asin.
Kami menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan baik bentuk, isi dan penyusunannya, oleh karena keterbatasan kemampuan dan waktu serta keterbatasan literature. Dengan senang hati kami menerima saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini dan diharapkan dapat memberi manfaat bagi pembaca terutama mahasiswa/mahasiswi Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Serang, 17 November 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
1.1. Latar Belakang........................................................................ 1
1.2. Tujuan .................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN .................................................................... 4
2.1. Deskripsi ikan kembung ......................................................... 4
2.1.1. Jenis ikan kembung ...................................................... 4
2.1.2. Biologi ikan kembung .................................................. 6
2.1.3. Reproduksi ikan kembung ........................................... 7
2.1.4. Habitat ikan kembung .................................................. 7
2.1.5. Komposisi ikan kembung ............................................. 8
2.1.6. Pengolahan ikan kembung ........................................... 9
2.2. Deskripsi ikan nila ................................................................... 9
2.2.1. Morfologi ikan nila ..................................................... 10
2.1.2. Biologi ikan nila .......................................................... 11
2.1.3. Penyebaran ikan nila.................................................... 11
2.1.4. Habitat ikan nila .......................................................... 11
2.1.5. Komposisi ikan nila ..................................................... 12
....... 2.1.6. Pengolahan ikan nila ................................................... 12
2.3. Pengujian organoleptik .......................................................... 12
BAB III METODOLOGI ................................................................. 14
3.1.Waktu dan tempat ................................................................. 14
3.2.Alat dan bahan ....................................................................... 14
3.3.Prosedur kerja ........................................................................ 14
BAB IV HASIL PRAKTIKUM ....................................................... 15
4.1. Hasil dan pembahasan............................................................ 15
BAB V PENUTUP ............................................................................ 23
5.1. Kesimpulan ............................................................................ 23
5.2. Saran ...................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ iii
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan masyarakat. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan pendinginan ikan.
Salah satu metode pengawetan ikan yaitu dengan cara metode penggaraman ikan yang dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu penggaraman kering (Dry Salting), penggraman basah (WetSalting) dan Kench Salting.
a) Penggaraman Kering (Dry Salting)
Metode penggaraman kering menggunakan kristal garam yang dicampurkan dengan ikan. Pada umumnya, ikan yang berukuran besar dibuang isi perut dan badannya dibelah dua. Dalam proses penggaraman ikan ditempatkan didalam wadah yang kedap air. Ikan disusun rapi dalam wadah selapis demi selapis dengan setiap lapisan ikan ditaburi garam. Lapisan paling atas dan paling bawah wadah merupakan lapisan garam. Garam yang digunakan pada proses penggaraman umumnya berjumlah 10 % - 35 % dari berat ikan yang digarami.
Pada waktu ikan bersentuhan dengan kulit / daging ikan (yang basah/berair), garam itu mula-mula akan membentuk larutan pekat. Larutan ini kemudian akan meresap kedalam daging ikan melalui proses osmosa. Jadi, kristal garam tidak langsung menyerap air, tetapi terlebih dahulu berubah jadi larutan. Semakin lama larutan akan semakin banyak dan ini berarti kandungan air dalam tubuh ikan semakin berkurang.
b) Penggaraman Basah (Wet Salting)
Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30 - 35 % (dalam 1 liter air terdapat 30 – 35 gram garam). Ikan yang akan digarami dimasukkan kedalam larutan garam tersebut, kemudian bagian atas wadah ditutup dan diberi pemberat agar semua ikan terendam. Lama waktu perendaman tergantung pada ukuran ketebalan tubuh ikan dan derajat keasinan yang diinginkan. Dalam proses osmosa, kepekatan larutan garam akan semakin berkurang karena adanya kandungan air yang keluar dari tubuh ikan, sementara itu molekul garam masuk kedalam tubuh ikan. Proses osmosa akan berhenti apabila kepekatan larutan diluar dan didalam tubuh ikan sudah seimbang.
c) Kench Salting
Pada dasarnya, teknik penggaraman ini sama dengan pengaraman kering (dry salting) tetapi tidak mengunakan bak /wadah penyimpanan. Ikan dicampur dengan garam dan dibiarkan diatas lantai atau geladak kapal, larutan air yang terbentuk dibiarkan mengalir dan terbuang. Kelemahan dari cara ini adalah memerlukan jumlah garam yang lebih banyak dan proses penggaraman berlangsung sangat lambat.
Produk pengawetan ikan salah satumnya yaitu ikan asin. Ikan asin ini merupakan makanan awetan yang diolah dengan cara penggaraman dan pengeringan. Pembuatan ikan asin merupakan yang paling sederhana dengan biaya yang murah. Prinsip pengawetan dalam pembuatan ikan asin merupakan kombinasi penambahan garam dan pengeringan. Dalam jumlah yang cukup, garam dapat mencegah terjadinya autolisis, yaitu kerusakan ikan yang disebabkan oleh enzim-enzim yang terdapat pada ikan, dan mencegah terjadinya pembusukan oleh jasad renik. Daya pengawetan oleh garam ini disebabkan garam atau NaCl mempunyai osmotik tinggi, sehingga selain dapat menarik air dari daging ikan, sekaligus menarik cairan sel mikroorganisme sehingga sel mengalami plasmolisis dan mati. Garam menyebabkan denaturasi dan koagulasi protein dan enzim, sehingga terjadi pengerutan daging ikan, akibatnya air akan terperas keluar. Konsentrasi garam yang tinggi akan mengakibatkan kematian bakteri patogen dan pembusuk yang pada umumnya sangat sensitif terhadap garam.
Kecepatan proses penyerapan garam kedalan tubuh ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :
1. Kesegaran tubuh ikan. Semakin segar ikan, maka proses penyerapan garam kedalam tubuh ikan akan semakin lambat.
2. Kandungan lemak. Lemak akan menghalangi masuknya garam kedalam tubuh ikan, sehingga ikan yang kandungan lemaknya tinggi akan mengalami penyerapan garam yang lambat.
3. Ketebalan daging ikan. Semakin tebal daging ikan maka proses penggaraman semakin lambat.
4. Kehalusan kristal garam. Garam yang halus akan lebih cepat larut dan meresap kedalam tubuh ikan. Tetapi penyerapan yang terlalu cepat akan mengakibatkan permukaan daging cepat mengeras (Salt burn) dan ini akan menghambat keluarnya kandungan air dari bagian dalam tubuh ikan.
5. Suhu. Semakin tinggi suhu larutan, maka viskositas larutan garam semakin kecil sehingga proses penyerapan akan semakin mudah.
Pemeriksaan tingkat derajat kekeringan setelah ikan menjadi kering dengan cara sebagai berikut :
a. Tekan tubuh ikan dengan jari tangan. Jika pada bagian ikan tidak meninggalkan bekas, ikan dapat dianggap cukup kering.
b. Untuk ikan berukuran besar, tutup bagian tubuh ikan yang dibelah. Jika tidak patah, berarti ikan sudah dianggap cukup kering.
1.2. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi ikan kembung
Kembung adalah nama sekelompok ikan yang tergolong ke dalam marga Rastrelliger, suku Scombridae. Meskipun bertubuh kecil, ikan ini masih sekerabat dengan tenggiri, tongkol, tuna, madidihang, dan makerel. Di Ambon, ikan ini dikenal dengan nama lema atau tatare, di Makassar disebut banyar atau banyara.
Kembung termasuk ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis menengah, sehingga terhitung sebagai komoditas yang cukup penting bagi nelayan lokal. Ikan kembung yang masih kecil juga sering digunakan sebagai umpan hidup untuk memancing cakalang.
2.1.1. Jenis ikan kembung
Ikan kembung terbagi 2 yaitu ikan kembung jantan dan ikan kembung betina :
a. Ikan kembung laki-laki (Rastrelliger kanagurta)
Gambar 1. Ikan kembung laki-laki
Klasifikasi ikan kembung laki-laki (Rastrelliger kanagurta), menurut Nontji (2005) adalah sebagai berikut:
Klasifikasi :
Kingdom : animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Pecomorphi
Famili : Scombridae
Genus : Rastrelliger
Spesies : R. kanagurta
Morfologi ikan kembung laki-laki :
Ikan kembung laki-laki tergolong ikan pelagik yang menghendaki perairan yang bersalinitas tinggi. Ikan ini suka hidup secara bergerombol, kebiasaan makanan adalah memakan plankton besar/kasar, Copepode atau Crustacea.
Ikan kembung laki-laki (Rastrelliger kanagurta) termasuk kedalam yang memiliki rahang, tubuh bilateral simetris, muliutnya terminal, dan memiliki tutup insang, Ikan kembung laki-laki (Rastrelliger kanagurta) juga memiliki liniea lateralis, rudimeter, finlet, memiliki lubang hidung dua buah (dirhinous), bersisik dan tidak memiliki sunngut. Ikan kembung laki-laki (Rastrelliger kanagurta) juga memiliki sirip punggung I,II sirip perut, pectoralis, sirip anal dan sirip ekor bercagak.
b. Ikan kembung perempuan (Scomber negletus)
Gambar 2. Ikan kembung perempuan
Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Scomber negletus), menurut menurut (Saanin, 1984) adalah sebagai berikut :
Klasifikasi :
Kingdom : animalia
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Scombriformes
Genus : Rastrelliger
Spesies : Rastrelliger negletus.
Morfologi ikan kembung perempuan :
Ikan ini memiliki bentuk tubuh seperti torpedo dengan panjang tubuh serta hidup di sekitar dasar perairan dan permukaan perairan laut, tergolong ikan pelagis yang mengkehendaki perairan bersalinitas tinggi, suka hidup secara bergerombol baik diperairan pantai maupun dilepas pantai. Kebiasaan makanannya adalah memakan plankton besar atau kasar, copepoda dan crustacea (Kriswanto dan Suyanto,1986).
Ciri lain dari morfologi ikan kembung Perempuan ini adalah memiliki sirip ekor bercagak dua dan lekukkan dari cagak tersebut dimulai dekat pangkalnya. Pangkal sirip ekor bentuknya bulat kecil. Jari-jari lunak dari sirip ekor bercabang pada pangkalnya. Di belakang sirip punggung dan dubur, terdapat sirip-sirp tambahan yang kecil (Djuanda, 1981).
Warna pada tubuh ikan mempunyai banyak fungsi, (Lager et al., 1977) mengelompokkan fungsi-fungsi tersebut dalam tiga hal yaitu untuk persembunyian, penyamaran dan pemberitahuan. Jenis warna persembunyian meliputi pemiripan warna secara umum, pemiripan warna secara berubah, pemudaran warna, pewarnaan terpecah dan pewarnaan terpecah koinsiden.
2.1.2. Biologi ikan kembung
Biologinya Ikan kembung merupakan ikan pelagis yang umumnya hidup bergerombol di lapisan permukaan yang memiliki sifat plankton feeder. Bentuk tubuh torpedo, terdapat selaput lemak pada kelopak mata. Tapis insang panjang dan tampak jelas saat mulut terbuka. Ikan kembung memakan plankton, karena ikan ini mempunyai saringan yang panjang dan dari hasil pemeriksaan isi perutnya, plankton merupakan makanan paling utama untuk ikan kembung walaupun terkadang didalam perutnya terdapat komponen lain selain plankton.
Biologinya jenis kelamin ikan kembung tidak dapat dibedakan hanya dengan melihat bentuk morfologi luar. Karena itu perlu dilakukan pembedahan bagian perut dan bentuk gonadnya diperiksa. Pada umumnya gonad ikan kembung terdiri dari 2 bagian yang tidak sama besarnya. Dengan mata sahaja tidak semua ikan kembung dapat ditentukan jenis kelaminnya. Ikan jantan dapat ditentukan jenis kelaminnya dengan melihat bentuk gonad yang pipih dan berwarna putih, sedangkan gonad ikan betina berbentuk bulat panjng dan berwarna merah atau kuning. Ikan-ikan muda biasanya diidentifikasi jenis kelaminnya dengan mikroskop.
2.1.3. Reproduksi ikan kembung
Menurut Udupa (1974) panjang pada pertama kali matang adalah bervariasi antara jenis maupun dalam jenis itu sendiri, dengan demikian individu yang berasal dari satu kelas umur ataupun dari kelas panjang yang sama tidak selalu mencapai panjang pertama kali matang pada ukuran yang sama. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Nurhakim (1993) yang mendapatkan bahwa ukuran ikan kembung pertama kali matang gonad adalah 20,4 cm untuk jantan dan 19,2cm untuk betina pada trimester kedua tahun 1991, kemudian meningkat menjadi an 21,7 cm untuk jantan dan 20,2 cm untuk betina pada trimester ketiga tahun 1991, dan menurun menjadi 18,6 cm untuk jantan pada trimester kedua tahun 1992.
Pembuahan ikan kembung terjadi secara eksternal yaitu di keluarkan telur di lingkungan perairan. Biasanya fekunditas telur ikan kembung banyak dan telurnya tidak dicaga oleh induknya (Effendi, 2002).
2.1.4. Habitat ikan kembung
Ikan kembung yang tertangkap di perairan Indonesia rata-rata terdiri atas dua spesies, yaitu kembung perempuan (Rastrelliger negletus) dan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta). Kedua ikan kembung tersebut mempunyai sifat dan ciri-ciri yang berbeda. Kedua ikan kembung tersebut termasuk dalam famili Scombridae, yaitu jenis ikan yang suka hidup bergerombol. Ikan kembung merupakan ikan pelagis yang memakan plankton halus. Badan tidak begitu langsing, tetapi pendek dan gepeng. Tubuh bagian atas berwarna kehijauan dan putih perak pada bagian bawah, terdapat totol-totol hitam pada bagian punggung, sirip punggung pertama kuning keabuan dengan pinggiran gelap. Perut dan sirip dada berwarna kuning maya gelap dan sirip lainnya berwarna kekuningan. Ikan kembung ini memiliki finlet berjumlah 5-7, ukuran tubuhnya mencapai 15-30 cm. Ikan kembung biasanya hidup lebih mendekati pantai dan membentuk gerombolan besar. Daerah penyebarannya di perairan pantai Indonesia dengan konsentrasi terbesar di Kalimantan, Sumatera Barat, Laut Jawa dan Selat Malaka (Anonymous, 1975).
Ikan kembung cenderung berenang mendekati permukaan air pada waktu malam hari dan pada siang hari turun ke lapisan yang lebih dalam. Gerakan vertikal ini dipengaruhi oleh gerakan harian plankton dan mengikuti perubahan suhu, faktor hidrografis dan salinitas. Damanhuri (1980) menyatakan bahwa umumnya sifat dari ikan kembung adalah : Termasuk ikan pelagis yang daerahnya penyebarannya luas.
Selalu hidup bergerombol, dapat berenang dengan cepat yang ditandai dengan bentuk tubuh yang stream line dan menyukai makanan berupa ikan-ikan kecil/plankton hewani. Ikan kembung termasuk ikan yang hidup di tepian pantai, dan pada musim tertentu hidup bergerombol di permukaan laut sehingga penangkapan ikan secara besar besaran akan mudah.
2.1.5. Komposisi ikan kembung
Komposisi ikan kembung dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Komponen | Jumlah |
Kalori | 103 kal |
Protein | 22,0 g |
Lemak | 1.0 g |
Karbohidrat | 0 g |
Fosfor | 200 mg |
Besi | 1.0 g |
Vitamin A | 30 SI |
Vitamin VB1 | 0.05 Mg |
Vitamin C | 0 Mg |
Air | 76,0 G |
Kalsium | 20 mg |
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1989, Daftar komposisi Bahan Pangan, Bharatara karya Aksara, Jakarta.
2.1.6. Pengolahan ikan kembung
Kembung biasanya dijual segar atau diproses menjadi ikan pindang dan ikan asin yang lebih tahan lama.
2.2. Deskripsi ikan nila (Oreochromis niloticus)
Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar. Ikan ini menjadi peliharaan yang populer di kolam-kolam air tawar dan di beberapa waduk di Indonesia. Di Indonesia ikan nila telah dibudidayakan di seluruh propinsi. Terdapat 3 jenis nila yang dikenal, yaitu: nila biasa, nila merah (nirah) dan nila albino. Ikan nila disukai oleh berbagai bangsa karena dagingnya enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah. manfaat ikan nila sebagai sumber penyediaan protein hewani.
Gambar 3. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Kedudukan sistematik ikan nila menurut Trewavas (1982) dalam (Khairuman, 2002), klasifikasi ikan nila yaitu :
Klasifikasi :
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Sub kelas : Acanthopterigii
Ordo : Percomorphii
Sub ordo : Percoidea
Famili : Chiclidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
2.2.1. Morfologi ikan nila
Berdasarkan morfologinya, kelompok Oreochromis memang berbeda dengan kelompok Tilapia. Secara umum, bentuk tubuh ikan nila memanjang dan ramping dengan sisik berukuran besar. Bentuk matanya besar dan menonjol dengan tepi berwarna putih. Gurat sisi (linea lateralis) terputus dibagian tengah tubuh kemudian berlanjut lagi, tetapi letaknya lebih ke bawah dibandingkan dengan letak garis yang memanjang di atas sirip dada. Jumlah sisik dada pada gurat sisi sebanyak 34 buah. Sirip punggung, sirip perut dan sirip duburnya memiliki jari-jari lema, tetapi keras dan tajam seperti duri. Sirip punggung dan dirip dada berwarna hitam. Pinggir sirip punggung berwarna abu-abu (Khairuman, 2002).
Ikan nila yang masih kecil belum tampak perbedaan alat kelaminnya. Setelah berat badannya mencapai 50 gram, dapat diketahui perbedaan antara jantan dan betina. Perbedaan antara ikan jantan dan betina dapat dilihat pada lubang genitalnya dan juga ciri-ciri kelamin sekundernya. Pada ikan jantan, di samping lubang anus terdapat lubang genital yang berupa tonjolan kecil meruncing sebagai saluran pengeluaran kencing dan sperma. Tubuh ikan jantan juga berwarna lebih gelap, dengan tulang rahang melebar ke belakang yang memberi kesan kokoh.
2.2.2. Biologi ikan nila
Ikan nila dilaporkan sebagai pemakan segala (omnivora), pemakan plankton, sampai pemakan aneka tumbuhan sehingga ikan ini diperkirakan dapat dimanfaatkan sebagai pengendali gulma air.
Ikan ini sangat peridi, mudah berbiak. Telur ikan nila berbentuk bulat berwarna kekuningan dengan diameter sekitar 2,8 mm. Sekali memijah, ikan nila betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 300-1.500 butir, tergantung pada ukuran tubuhnya. Ikan nila mempunyai kebiasaan yang unik setelah memijah, induk betinanya mengulum telur-telur yang telah dibuahi di dalam rongga mulutnya. Perilaku ini disebut mouth breeder (pengeram telur dalam mulut).
2.2.3. Penyebaran ikan nila
Secara alami, ikan nila (dari perkataan Nile, Sungai Nil) ditemukan mulai dari Syria di utara hingga Afrika timur sampai ke Kongo dan Liberia; yaitu di Sungai Nil (Mesir), Danau Tanganyika, Chad, Nigeria, dan Kenya. Diyakini pula bahwa pemeliharaan ikan ini telah berlangsung semenjak peradaban Mesir purba. Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis. Sedangkan di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila tidak dapat hidup baik. Ikan Nila (Oreochromis sp.)
2.2.4. Habitat ikan nila
Nila memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya, sehingga dapat dipelihara di dataran rendah yang berair payau hingga di daratan tinggi yang berair rawa. Habitat hidup ikan ikan ini cukup beragam, bisa disungai, danau, waduk, rawa, sawah, kolam ataupun tambak. Ikan ini dapat tumbuh secara normal pada kisaran suhu 14-38oC akan tetapi pada suhu 6o atau 42oC ikan ini akan mengalami kematian (Khairuman, 2002). Selain suhu, faktor lain yang bisa mempengaruhi kehidupan ikan ini adalah salinitas atau kadar garam. Nila bisa tumbuh dan berkembang biak diperairan dengan salinitas 0-29 ppt. ikan ini masih bisa tumbuh, tetapi tidak dapat bereproduksi di perairan dengan salinitas 29-35 ppt. Ikan yang masih kecil biasanya lebih cepat menyesuaikan diri terhadap kenaikan salinitas dibandingkan dengan nila yang berukuran besar.
2.2.5. Komposisi ikan nila
Komposisi ikan nila dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Komponen | Jumlah |
Kalori | 84 kal |
Protein | 18,2 g |
Lemak | 0,7 g |
Kolesterol | 44 g |
Zat besi | 0,4 g |
2.2.6. Pengolahan ikan nila
Teknik pengolahan ikan, dengan berbagai cara antara lain pengolahan ikan Nila menjadi Dendeng, Ikan asin, daging ikan nila sering pula dijadikan fillet, kerupuk ikan dan olahan hasil lainnya
2.3. Pengujian organoleptik
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan.
Kesadaran, kesan dan sikap terhadap rangsangan adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran terhadap nilai / tingkat kesan, kesadaran dan sikap disebut pengukuran subyektif atau penilaian subyektif. Disebut penilaian subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku atau yang melakukan pengukuran. Jenis penilaian atau pengukuran yang lain adalah pengukuran atau penilaian suatu dengan menggunakan alat ukur dan disebut penilaian atau pengukuran instrumental atau pengukuran obyektif. Pengukuran obyektif hasilnya sangat ditentukan oleh kondisi obyek atau sesuatu yang diukur. Demikian pula karena pengukuran atau penilaian dilakukan dengan memberikan rangsangan atau benda rangsang pada alat atau organ tubuh ( indra ), maka pengukuran ini disebut juga pengukuran atau penilaian subyketif atau penilaian organoleptik atau penilaian indrawi. Yang diukur atau dinilai sebenarnya adalah reaksi psikologis ( reaksi mental ) berupa kesadaran seseorang setelah diberi rangsangan, maka disebut juga penilaian sensorik.
Rangsangan yang dapat diindra dapat bersifat mekanis ( tekanan, tusukan ), bersifat fisis ( dingin, panas, sinar, warna ), sifat kimia ( bau, aroma, rasa ). Pada waktu alat indra menerima rangsangan, sebelum terjadi kesadaran prosesnya adalah fisiologis, yaitu dimulai di reseptor dan diteruskan pada susunan syaraf sensori atau syaraf penerimaan. Mekanisme pengindraan secara singkat adalah :
1. Penerimaan rangsangan ( stimulus ) oleh sel-sel peka khusus pada indra
2. Terjadi reaksi dalam sel-sel peka membentuk energi kimia
3. Perubahan energi kimia menjadi energi listrik ( impulse ) pada sel syaraf
4. Penghantaran energi listrik ( impulse ) melalui urat syaraf menuju ke syaraf pusat otak atau sumsum belakang.
5. Terjadi interpretasi psikologis dalam syaraf pusat
6. Hasilnya berupa kesadaran atau kesan psikologis.
Bagian organ tubuh yang berperan dalam pengindraan adalah mata, telinga, indra pencicip, indra pembau dan indra perabaan atau sentuhan. Kemampuan alat indra memberikan kesan atau tanggapan dapat dianalisis atau dibedakan berdasarkan jenis kesan, intensitas kesan, luas daerah kesan, lama kesan dan kesan hedonik.
BAB III
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pembuatan ikan asin terdiri dari timbangan analitik, talenan, baskom, pisau, plastik. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah ikan nila, ikan kembung, dan garam.
3.3. Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam praktikum pembuatan ikan asin yang pertama ialah melakukan penanganan dan penyiangan ikan dengan membuang sisik, insang dan isi perut yang berfungsi untuk menghilangkan sebagian besar bakteri pembusuk. Kemudian lakukan pencucian ikan dengan air bersih lalu ikan ditiriskan dan dilanjutkan dengan proses penimbangan.
Setelah proses penyiangan dan pencucian ikan selesai lakukan proses penggaram dengan metode kering. Dengan terlebih dahulu menimbang garam dengan perbandingan ikan dan garam 3 : 1. Penggaraman ikan dilakukan dengan cara menaburkan garam keseluruh tubuh ikan bagian luar maupun dalam. Tunggu selama 10 menit supaya garam meresap sempurna kedalam tubuh ikan.
Proses terakhir yaitu lakukan penjemuran dibawah sinar matahari selama 7 hari kemudian diamati setiap perkembangan yang terjadi pada ikan asin tersebut selama masa penjemuran. Untuk ikan kontrol tidak dilakukan proses penggaraman hanya proses penyiangan, pencucian dan penjemuran.
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
4.1. Hasil dan pembahasan
Hasil yang diperoleh dari pembuatan ikan asin pada ikan nila dan ikan kembung yang telah dilakukan diantaranya sebagai berikut :
Tabel 1. Kondusi ikan Nila yang digarami
NO | KRITERIA PENILAIAN | KONDISI (HARI) | ||||||||||
AWAL | 1 | 3 | 5 | 7 | ||||||||
1 | TEKSTUR | Segar, lembek bila ditekan | Sedikit segar, agak lembek bila ditekan | Tekstur menjadi agak keras | Sedikit hancur karena terdapat belatung | Keras, hancur sebagian dan kering sempurna | ||||||
2 | AROMA (BAU) | Harum ikan tawar segar | Mengeluarkan bau amis yang menyengat | Bau amis mulai berkurang | Wangi khas ikan asin, dengan keharuman yang kurang menyengat | Harum khas ikan asin | ||||||
3 | RASA | Sangat asin | Asin | Asinnya berkurang Sedikit | Asin sedang | Asinnya pas dengan rasa ikan asin pada umumnya | ||||||
4 | PENAMPAKAN : A. WARNA B. LENDIR C. KULIT | Cerah, bersih Bersih tidak ada lendir yang nampak Sangat cerah | Sedikit cerah, warnanya agak memudar Ada lendir dalam jumlah yang banyak Agak sedikit cerah | Agak kusam Tidak ada lendir seiring dengan kulit yang mulai mengering Kecerahan berkurang | Kusam Tidak terdapat lendir dan kulit kering Sedikit Rusak disebabkan oleh belatung | Putih kekuningan Lendir tidak ada Kusam dan rusak sebagian |
Pada tabel diatas hasil yang diperoleh mengenai pengamatan selama proses penjemuran terhadap ikan nila yang telah diawetkan dengan penambahan garam yaitu hasil akhir menenjukan kondisinya dimana struktur dari daging ikan nila mengalami pengerusakan yang disebabkan kurangnya pengawasan yang teliti dengan ditandai adanya kontaminasi dari lalat hijau yang mengeluarkan telurnya diatas daging tersebut.
Sehingga menimbulkan terjadinya pertumbuhan belatung yang pada akhirnya merusak serta memakan daging ikan nila. Penampakan pada hari sebelum mencapai hari kelima penjemuran menunjukan kondisi yang normal layaknya proses yang terjadi selama penjemuran ikan berlangsung.
Tabel 2. Kondisi Ikan Kembung yang digarami
NO | KRITERIA PENILAIAN | KONDISI (HARI) | ||||
AWAL | 1 | 3 | 5 | 7 | ||
1 | TEKSTUR | Segar, lembek bila ditekan dengan jari | Kesegaran berkurang, teksturnya agak sedikit lembek | Agak keras | Hancur pada permukaan daging dan insang, terdapat belatung | Teksturnya, rusak sebagian pada daging ikan secara menyeluruh, kering layaknya ikan asin |
2 | AROMA (BAU) | Harum khas ikan tawar | Keharuman khas ikan segar hilang, agak sedikit bau amis | Bau amis yang sangat menyengat | Bau amis sudah mulai berkurang dan menghilang | Harum khas ikan asin |
3 | RASA | Sangat asin | Keasinannya masih meningkat | Mengalami penurunan rasa asin sedang | Rasa asin sedang | Keasinannya pas dan sesuai dengan keinginan |
4 | PENAMPAKAN a. WARNA b. LENDIR c. KULIT | Cerah, Bersih putih | Kecerahannya menurun, agak sedikit bersih | Sedikit kusam | Kulit kusam | Kusam, cokelat kekuningan |
Bersih, tidak ada lendir yang nampak | Sedikit lendir | Lendir berkurang | Lendir menghilang | Tidak ada lendir | ||
Sangat cerah | Agak pucat sedikit | Sangat pucat dan agak kusam | Rusak sebagian, | Sangat rusak |
Hasil yang diperoleh setelah penjemuran tidak begitu berbeda dengan ikan asin nila yaitu walaupun proses pengeringan berjalan sempurna produk ikan asin kembung mengalami keharumannya khas ikan asin.
Pada hari pertama sampai hari ketiga dan keempat kondisi ikan tampak normal dan kondisinya sesuai dengan tahapan-tahapan pada proses pengeringan. ikan asin kembung megalami penampakan yang agak parah pada hari terakhir ditandai dengan daging yang rusak, hancur sebagian mulai dari perut sampai kepala, kulit rusak penyebabnya oleh belatung yang tumbuh pada daging ikan akibat kontaminan dengan lalat hijau selama proses penjemuran pada hari kelima.
Tabel 3. Kondisi Ikan Nila Kontrol
NO | KRITERIA PENILAIAN | KONDISI (HARI) | |||||||
AWAL | 1 | 3 | 5 | 7 | |||||
1 | TEKSTUR | Segar, Lembek jika ditekan | Agak segar jika ditekan masih lembek | Tekstur sudah agak keras | Tekstur kering dan kasar | Kasar dan kering sempurna | |||
2 | AROMA (BAU) | Harum khas | Ikan baunya sudah menyengat | Bau amis dan aroma ikan tercium | Bau amis berkurang | Tidak tercium bau amis | |||
3 | PENAMPAKAN : A. WARNA B. LENDIR C. KULIT | Cerah, bersih, tidak pucat Bersih, tidak terdapat lendir Lembut, cerah | Agak cerah, tapi sedikit memudar Lendir sudah terlihat Warna kulit pucat sedikit lembut | Warna sudah mulai kusam Lendir sudah tidak ada Agak keras | Warna kulit sangat kusam Tidak terdapat lendir, Kulit sudah mulai keras dan kusam | Kusam, cokelat kekuningan Lendir sudah tidak ada Kulit semakin keras |
Perlakuan penjemuran ikan nila tanpa melalui proses penggaraman yaitu hasil akhir memiliki ciri-ciri dengan daging ikan mengalami kering yang merata, kulitnya keras, lendir tidak ada, warna kusam dan cokelat kekuningan serta aroma yang tidak berbau amis seperti halnya ikan yang belum mengalami proses penjemuran.
Dilakukannya penjemuran ikan kontrol dimaksudkan untuk membandingan tingkat penampakan beserta hal-hal yang terjadi selama proses penjemuran dengan ikan yang digarami. Dan hasilnya berbeda pada saat penjemuran kelima.
Tabel 4. Kondisi Ikan Kembung Kontrol
NO | KRITERIA PENILAIAN | KONDISI (HARI) | |||||||
AWAL | 1 | 3 | 5 | 7 | |||||
1 | TEKSTUR | Segar, lembut, jika ditekan kembali ke bentuk awal | Agak segar, teksturnya lembek | Sudah sedikit kasar dan hampir kering | Agak kasar ikan sudah kering | Sangat kering dan sangat kasar | |||
2 | AROMA (BAU) | Harum khas ikan segar | Baunya sudah mulai pekat | Bau amis tercium | Bau amis berkurang, karena ikan sudah kering | Bau amis sudah tidak tercium | |||
3 | PENAMPAKAN : A. WARNA B. LENDIR C. KULIT | Cerah, bersih, dan tidak pucat Bersih, tidak ada lendir Lembut | Agak cerah warna sudah sedikit memudar Lendir sangat banyak Masih lembut | Mulai kusam Lendir sedikit berkurang Kulit agak mengeras | Kusam, warnanya putih kecoklatan Lendir sudah tidak ada Kulit mulai mengeras | Sangat kusam Tidak terdapat lendir Sudah keras |
Kontrol ikan kembung pada saat penjemuran hal yang terjadi tidak begitu berbeda dengan kontrol ikan nila. Tahap-tahap pengeringan yang dialami ikan kotrol tersebut sesuai pada umumnya. Ikan kontrol pada ikan kembung mengalami penampakan ikan kering yang sempurna dengan hasil dintaranya kulit menjadi keras, tekstur kering, bau amis seudah menghilang.
Tidak ada perubahan yang menyebabkan rusaknya struktur daging ikan dikarenakan tidak dilakukannya penambahan garam. Walaupun kontaminan memungkinkan menyerang pada ikan kembung yang dijemur tersebut.
Tabel 5. Rendmen Penimbangan Ikan Kontrol
No | Jenis Ikan | Berat Awal | Berat Akhir | % Rendemen |
1. | Ikan Nila 1 buah | 50 gr | 46 gr | 92 % |
2. | Ikan Kembung 1 buah | 35 gr | 28 gr | 80 % |
Hasil yang diperoleh dari rendemen akhir ikan kontrol menunjukkan penurunan berat yang tidak turun secara drastis hanya dikarenakan hasil produk tidak mengalami kerusakan sehingga tidak menyebabkan peninrunan berat akhir yang jauh dari berat awal semula.
Rendemen memberikan nilai dimana suatu seberapa besar nilai dari suatu produk yang dihasilkan setelah ikan mengalami beberapa proses salah satunya yaitu proses penjemuran. Dan hasilnya menyatakan nilai rendemen ikan nila lebih besar dibandingkan dengan nilai rendemen ikan kembung faktor penyebabnya yaitu berat awal dari ikan nila lebih besar pula dengan ikan kembung.
Tabel 6. Rendemen Penimbangan Ikan Asin
No | Jenis Ikan | Berat Awal | Berat Garam | Berat akhir | % Rendemen |
1. | Ikan Nila 1 buah | 60 gr | 15 gr | 50 gr | 83 % |
2. | Ikan Kembung 2 buah | 65 gr | 23 gr | 40 gr | 61 % |
Rendemen penimbangan hasil akhir setelah menjadi produk ikan asin yaitu mengalami perbedaan yang agak jauh antara ikan nila dengan ikan kembung. Penyebab kedua perbedaan itu ditandai dengan terdapatnya tingkat penyerangan oleh belatung yang memakan sebagian daging dari ikan tersebut. Ikan nila mengalami pengerusakan yang sedikit dibandingkan dengan ikan kembung. Dan juga penambahan berat garam kedalam ikan memberikan pengaruh terhadap hasil rendemen akhir.
BAB V
PENUTUP
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan selama praktikum teknologi pengolahan hasil perikanan modern dan tradisional serta rekayasa proses mengenai pembuatan ikan asin semoga kedepannya dapat mengkondisikan mengenai penyusunan laporan.
DAFTAR PUSTAKA
Damanhuri. 1980. Diktat Fishing Ground. Bagian Teknik Penangkapan Ikan. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang.
Effendi, M.I. 1979. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Tama. Yogyakarta.
Musbir, at al. 2006. Pendugaan Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Ikan Kembung Rastreliger kanagurta Di Perairan Laut Flores. Sulawesi Selatan. J. Sains & Teknologi, April 2006, Vol. 6 No. 1: 19 – 26.
Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar