Tugas Pengendalian Mutu Hasil Perikanan
“Penentuan CCP (Critical Control Point)”
DI SUSUN OLEH
Kelompok 7
Adelaide M.U
Afzriansyah
Ida Nurlaela Sari
Rinda Ismalasari
Wahyu Widyanto
JURUSAN
PERIKANAN/FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SULTAN AGENG TIRTAYASA
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang
sampai dengan saat ini masih memberikan kita kesehatan jasmani maupun rohani sehingga
kita dapat merasakan nikmatnya iman dalam persaudaraan.
Tak lupa shalawat serta salam kita haturkan ke junjungan alam nabi besar Muhammad SAW. karena dialah merupakan satu-satunya suri
tauladan terbaik yang harus kita contoh sampai dengan
zaman sekarang ini.
Terima kasih saya ucapkan kepada dosen mata kuliah pengendalian mutu hasil perikanan yaitu Sakinah Hartyati S.Pi.,M.si dan Dini Surilayani S.Pi.,M,si yang
telah memberikan tugasnya kepada kami. Alhamdulilah tugas laporan pengendalian
mutu hasil perikanan ini dapat terselesaikan tepat waktu. Pada laporan ini, kami
berusaha mengungkapkan penentuan CCP critical control
point.
Kami menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh
dari kesempurnaan baik bentuk, isi dan penyusunannya,
oleh karena keterbatasan kemampuan dan waktu serta
keterbatasan literature. Dengan senang hati kami menerima saran dan kritikan
yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini dan
diharapkan dapat memberi manfaat bagi pembaca terutama
mahasiswa/mahasiswi Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa
Serang,
5 Desmber 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ....................................................................... i
DAFTAR
ISI ....................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................. 1
1.1. Latar Belakang........................................................................
1
1.2. Tujuan .................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN .................................................................... 3
2.1.
Definisi HACCP .................................................................... 3
2.2.
Konsep
HACCP .................................................................... 3
2.3. Penentuan CCP ...................................................................... 8
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ......................................... 17
3.1. Kesimpulan ........................................................................... 17
3.2. Saran ..................................................................................... 17
DAFTAR
PUSTAKA ........................................................................ iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
belakang
Masalah
keamanan pangan masih merupakan masalah penting dalam bidang pangan di
Indonesia, dan perlu mendapat perhatian khusus dalam program pengawasan pangan.
Penyakit dan kematian yang ditimbulkan melalui makanan di Indonesia sampai saat
ini masih tinggi, walaupun prinsip -prinsip pengendalian untuk berbagai
penyakit tersebut pada umumnya telah diketahui. Pengawasan pangan yang
mengandalkan pada uji produk akhir tidak dapat mengimbangi kemajuan yang pesat
dalam industri pangan, dan tidak dapat menjamin keamanan makanan yang beredar
di pasaran. Pendekatan tradisionil yang selama ini dilakukan dapat dianggap
telah gagal untuk mengatasi masalah tersebut.
Jaminan mutu dan keamanan pangan terus
berkembang sesuai dengan persyaratan konsumen, Keamanan pangan merupakan
persyaratan utama dan terpenting dari seluruh parameter mutu pangan yang ada.
Betapapun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan atau makanan, penampilannya baik
, juga lezat rasanya, tetapi bila tidak aman, maka makanan tersebut tidak ada
nilainya lagi.Hal ini membawa dampak perubahan mulai dari bisnis pangan tanpa
adanya pengawasan, pengawasan produk akhir, hingga pengawasan proses produksi
bagi jaminan mutu secara total. Pada tahun-tahun terakhir, konsumen menyadari
bahwa mutu pangan khususnya keamanan pangan tidak dapat hanya dijamin dengan
hasil uji produk akhir dari laboratorium.
Mereka berkeyakinan bahwa produk yang aman
didapat dari bahan baku yang ditangani dengan baik, diolah dan didistribusikan
dengan baik akan menghasilkan produk akhir yang baik.Suatu langkah yang tepat
untuk mengantisipasi hal tersebut, serta adanya tuntutan dalam pasar bebas,
telah dikembangkan suatu sistem jaminan mutu oleh Komite Standar Internasional/
Codex Allimentarius Commission yang telah diakui secara internasional
yaitu Sistem Jaminan Mutu berdasarkan HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Point). Secara umum konsep HACCP ini merupakan suatu sistem jaminan mutu yang
menekankan pada pengawasan yang menjamin mutu sejak bahan baku hingga produk
akhir.
1.2.
Tujuan
Tujuan dari
HACCP yang dapat diperoleh suatu
industri pangan dengan penerapan sistem HACCP antara lain :
1.
Meningkatkan keamanan pangan pada produk
makanan yang dihasilkan
2.
Meningkatkan kepuasan konsumen sehingga
keluhan konsumen akan berkurang, memperbaiki fungsi pengendalian,
3.
Mengubah pendekatan pengujian akhir yang
bersifat retrospektif kepada pendekatan jaminan mutu yang bersifat preventif
, dan
4.
Mengurangi limbah dan kerusakan produk atau
waste .
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi HACCP
Sejarah perkembangan
HACCP oleh beberapa ahli dianggap sebagai evolusi, sejak ditemukannya pada
tahun 1960,dimana Pilsbury Co. NASA dan US Army Natick and Space
Administration, mengadakan penelitian dengan tujuan utama mengembangkan
makanan yang aman bagi astronot.HACCP baru berkembang pesat sejak tahun 1990,
di Indonesia pada tahun 1998. diadopsi menjadi SNI 01-4852-1998
HACCP adalah suatu
sistem jaminan mutu yang berdasarkan kepada kesadaran bahwa hazard (bahaya)
dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat
dilakukan pengendaliannya untuk mengontrol bahaya bahaya tersebut. Kunci utama
HACCP adalah antisipasi dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan
kepada tindakan pencegahan, dari
pada mengandalkan kepada pengujian produk akhir.Sistem HACCP bukan merupakan
sistem jaminan keamanan pangan yang tanpa resiko, tetapi dirancang untuk
meminimalkan resiko bahaya keamanan pangan. Sistem HACCP juga dianggap sebagai
alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai pasokan pangan dan
proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologis, kimia dan
fisik.HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari produsen
utama bahan baku pangan (pertanian), penanganan, pengolahan, distribusi,
pemasaran hingga sampai kepada pengguna akhir.
2.2. Konsep HACCP
Menurut Codex Alimentarius Commision (CAC) Konsep HACCP menurut CAC terdiri dari 12
langkah, dimana 7 prinsip HACCP tercakup pula di dalamnya. Langkah-langkah
penyusunan dan penerapan sistem HACCP menurut CAC adalah sebagi berikut :
Langkah 1, Pembentukan Tim HACCP
Langkah awal yang harus dilakukan dalam penyusunan rencana HACCP adalah
membentuk Tim HACCP yang melibatkan semua komponen dalam industri yang terlibat
dalam menghasilkan produk pangan yang aman. Tim HACCP sebaiknya terdiri dari
individu-individu dengan latar belakang pendidikan atau disiplin ilmu yang
beragam, dan memiliki keahlian spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan,
misalnya ahli mikrobiologi, ahli mesin/ engineer , ahli kimia, dan lain
sebagainya sehingga dapat melakukan brainstorming dalam mengambil
keputusan. Jika keahlian tersebut tidak dapat diperoleh dari dalam perusahaan,
saran-saran dari para ahli dapat diperoleh dari luar.
Langkah 2, Deskripsi produk
Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi atau uraian dari
produk pangan yang akan disusun rencana HACCPnya. Deskripsi produk yang
dilakukan berupa keterangan lengkap mengenai produk, termasuk jenis produk,
komposisi, formulasi, proses pengolahan, daya simpan, cara distribusi, serta
keterangan lain yang berkaitan dengan produk. Semua informasi tersebut
diperlukan Tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif.
Langkah 3, Identifikasi Pengguna yang Dituju
Dalam kegiatan ini, tim HACCP menuliskan kelompok konsumen yang mungkin
berpengaruh pada keamanan produk. Tujuan penggunaan produk harus didasarkan pada
pengguna akhir produk tersebut. Konsumen ini dapat berasal dari orang umum atau
kelompok masyarakat khusus, misalnya kelompok balita atau bayi, kelompok
remaja, atau kelompok orang tua. Pada kasus khusus harus dipertimbangkan
kelompok populasi pada masyarakat beresiko tinggi.
Langkah 4 Penyusunan
Diagram Alir Proses
Penyusunan
diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses
sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk
disimpan. Pada beberapa jenis produk, terkadang disusun diagram alir proses
sampai dengan cara pendistribusian produk tersebut.
Langkah 5, Verifikasi
Diagram Alir Proses
Agar diagram
alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan pelaksanaan di
lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk menguji dan
membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Bila
ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang sempurna, maka
harus dilakukan modifikasi. Diagram alir proses yang telah dibuat dan
diverifikasi harus didokumentasikan.
Langkah
6, Analisa Bahaya (Prinsip 1)
Setelah lima
tahap pendahuluan terpenuhi, tim HACCP melakukan analisa bahaya dan
mengindentifikasi bahaya beserta cara-cara pencegahan untuk mengendalikannya.
Analisa bahaya amat penting untuk dilakukan terhadap bahan baku, komposisi, setiap
tahapan proses produksi, penyimpanan produk, dan distribusi, hingga tahap
penggunaan oleh konsumen. Tujuan analisis bahaya adalah untuk mengenali
bahaya-bahaya apa saja yang mungkin terjadi dalam suatu proses pengolahan sejak
awal hingga ke tangan konsumen.
Analisis
bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu, identifikasi bahaya, penetapan tindakan
pencegahan (preventive measure), dan penentuan kategori resiko atau
signifikansi suatu bahaya. Dengan demikian, perlu dipersiapkan daftar bahan
mentah dan ingredient yang digunakan dalam proses, diagram alir proses
yang telah diverifikasi, serta deskripsi dan penggunaan produk yang mencakup
kelompok konsumen beserta cara konsumsinya, cara penyimpanan, dan lain
sebagainya.
Langkah 7, Penetapan
Critical Control Point (Prinsip 2)
CCP atau
Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau prosedur
dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah,
dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada setiap
bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan
satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan. Masing-masing
titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan diuji dengan
menggunakan CCP decision tree untuk menentukan CCP.
Langkah 8, Penetapan Critical Limit (Prinsip 3)
Critical
limit (CL)
atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk setiap
tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya
sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan antara "yang diterima"
dan "yang ditolak", berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas
kritis ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik.
Penetapan batas kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan
kuat mengapa batas tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi artinya sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan
berdasarkan studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli di bidang
mikrobiologi maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya. Untuk menetapkan CL maka
pertanyaan yang harus dijawab adalah : apakah komponen kritis yang berhubungan
dengan CCP? Suatu CCP mungkin memiliki berbagai komponen yang harus dikendalikan
untuk menjamin keamanan produk. Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke
dalam batas fisik (suhu, waktu), batas kimia (pH, kadar garam). Penggunaan
batas mikrobiologi (jumlah mikroba dan sebagainya) sebaiknya dihindari karena
memerlukan waktu untuk mengukurnya, kecuali jika terdapat uji cepat untuk
pengukuran tersebut. Tabel 5 menunjukkan contoh batas kritis suatu proses dalam
industri pangan.
Langkah 9, Prosedur
Pemantauan CCP (Prinsip 4)
Kegiatan
pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan terencana dan terjadwal
terhadap efektifitas proses mengendalikan CCP dan CL untuk menjamin bahwa CL
tersebut menjamin keamanan produk. CCP dan CL dipantau oleh personel yang
terampil serta dengan frekuensi yang ditentukan berdasarkan berbagai pertimbangan,
misalnya kepraktisan. Pemantauan dapat berupa pengamatan (observasi) yang
direkam dalam suatu checklist atau pun merupakan suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada tahap ini, tim
HACCP perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan, waktu dan frekuensi, serta
hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan pemantauan.
Langkah 10, Penetapan
Tindakan Koreksi (Prinsip 5)
Tindakan
koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis suatu CCP.
Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan, sangat tergantung
pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan berisiko tinggi misalnya,
tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses produksi sebelum semua
penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan dan
diuji keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan
proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja ulang produk, serta
tindakan pencegahan seperti memverifikasi setiap
Langkah
11, Verifikasi Program HACCP (Prinsip 6)
Verifikasi
adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan bahwa sistem
HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan. Dengan verifikasi maka diharapkan bahwa kesesuaian program HACCP dapat diperiksa
dan efektifitas pelaksanaan HACCP dapat dijamin. Beberapa kegiatan verifikasi
misalnya: penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat ,pemeriksaan kembali rencana HACCP ,Pemeriksaan catatan CCP ,Pemeriksaan
catatan penyimpangan dan disposisi inspeksi visual terhadap kegiatan untuk
mengamati jika CCP tidak terkendalikan. Pengambilan contoh secara acak Catatan
tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang menentukan kesesuaian dengan rencana
HACCP, atau penyimpangan dari rencana dan tindakan koreksi yang dilakukan.
Verifikasi harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin bahwa
CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan. Verifikasi juga dilakukan jika
ada informasi baru mengenai keamanan pangan atau jika terjadi keracunan makanan
oleh produk tersebut.
Langkah
12, Perekaman Data/Dokumentasi (Prinsip 7)
Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program HACCP
sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan selama
periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai CCP, CL,
rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi yang dilakukan terhadap penyimpangan,
catatan tentang verifikasi dan sebagainya. Oleh karena itu dokumen ini dapat
ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal dan dapat juga
digunakan oleh operator
2.3. Penentuan CCP
Penetapan Critical Control Point (Prinsip 2) merupakan salah satu
prinsip dari HACCP. CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah
atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan
dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima.
Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka
dapat ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan.
Masing-masing titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan diuji
dengan menggunakan CCP decision tree untuk menentukan CCP.
Suatu CCP mungkin memiliki berbagai komponen
yang harus dikendalikan untuk menjamin keamanan produk. Secara umum batas
kritis dapat digolongkan ke dalam batas fisik (suhu, waktu), batas kimia (pH,
kadar garam). Penggunaan batas mikrobiologi (jumlah mikroba dan sebagainya)
sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu untuk mengukurnya, kecuali jika
terdapat uji cepat untuk pengukuran tersebut. CCP atau Titik Pengendalian Kritis Adalah titik-titik di
mana bahaya dapat tetap terkontrol.
Kontrol ini dapat berarti bahwa suatu bahaya dihilangkan; misalnya
dengan pasteurisasi atau merebus sebuah produk yang mungkin mengandung Salmonella, atau pengepakan yang suci
hama untuk mencegah kontaminasi ulang pada makanan yang telah mengalami proses
pemanasan. Ini disebut TPK1.
TPK2 adalah titik dimana
sebuah bahaya dapat diminimalkan atau dikurangi tanpa jaminan pemusnahan
bahaya. Disini masih terdapat sedikit
bahaya terhadap kontaminasi ulang, tetapi dengan resiko yang masih dapat
ditolerir, atau dimana pencemar jumlahnya sangat rendah.Setiap titik
pengendalian membantu meyakinkan keamanan pangan, tetapi hanya titik-titik
dimana pengendalian penuh dapat diterapkan dan kritis bagi keamanan produk.
Beberapa titik-titik lain merupakan bagian dari GMP (Good Manufacturing
Practices/Cara Produksi Makanan yang Baik). Identifikasi
CCP dapat dilakukan dengan menggunakan pengetahuan tentang:
–
proses produksi
–
potensi bahaya
–
signifikansi bahaya
Untuk membantu menemukan
dimana seharusnya CCP yang benar, Codex Alimentarius Commission GL/32 1998,
telah memberikan pedoman → Diagram Pohon Keputusan CCP (CCP Decision Tree)
Diagram pohon keputusan
adalah seri pertanyaan logis yang menanyakan setiap bahaya dan jawaban dari
setiap pertanyaan tersebut akan memfasilitasi
Tim HACCP secara logis menetapkan CCP. Untuk membantu menemukan dimana seharusnya CCP
yang benar, Codex Alimentarius Commission GL/32 1998, telah memberikan pedoman
→ Diagram Pohon Keputusan CCP (CCP Decision Tree). Diagram pohon keputusan
adalah seri pertanyaan logis yang menanyakan setiap bahaya dan jawaban dari
setiap pertanyaan tersebut akan memfasilitasi
Tim HACCP secara logis menetapkan CCP.
Bagaimana Menentukan Bahaya dan Critical
Control Point (CCP)
Kita telah
mendefinisikan istilah-istilah yang didiskusikan dalam HACCP dan kini
kita akan menerapkannya pada contoh yang sederhana. Mengidentifikasi bahaya dan
titik-titik kendali kritis (critical control point) adalah akar dari HACCP.
Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan metoda bagan keputusan. Pada bagian
ini, kita harus membahas tentang bagan keputusan dan menjabarkan keterangan
yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan dan mengambil sikap terhadap macam
keputusan-keputusan tersebut.
Analisa bahaya
Proses pengumpulan dan penilaian informasi mengenai bahaya-bahaya dan
kondisi-kondisi yang mempengaruhi kondisinya untuk menentukan mana yang
berhubungan dengan keamanan pangan dan harus dicantumkan dalam rencana HACCP (Codex Alimentarius 1997)
Dalam merencanakana
HACCP ada dibuat suatu Bagan Keputusan HACCP
yang terdiri dari beberapa pertanyaan mengenai pengendali titik kritis (critical control point, CCP)
1. Pertanyaan yang diajukan untuk setiap bahaya dan bahan baku/mentah
Sebuah studi HACCP mengajukan
pertanyaan bagi setiap masalah dan tiap tahap produksi. Pertanyan-pertanyaan
ini adalah ringkasan dari bagan keputusan. Bagan keputusan ini banyak
variasinya, salah satunya tercantum disini. Dua pertanyaan pertama berhubungan
dengan bahan mentah, dan diajukan untuk tiap bahaya yang mungkin ada dan bahan
baku. Jika jawaban pertanyaan 1 adalah tidak, maka bahan mentah bukanlah
titik pengendalian kritis (tidak ada bahaya yang harus dikontrol).
Jika jawabannya ya,
maka pertanyaan selanjutnya harus dijawab.Jika bahaya telah dimusnahkan atau
dikurangi pada proses selanjutnya, maka bahan mentah bukanlah Titik
Pengendalian Kritis (CCP); misalnya, susu yang telah dipasteurisasi atau
direbus, bukanlah bahan mentah yang kritis. Jika susu tidak dipanaskan sebelum
dikonsumsi, susu sebagai bahan baku harus dianggap sebagai CCP. Hal ini berarti
cara pengendalian agar susu terhindar dari kontaminasi adalah perlu dilakukan
sebelum susu tersebut digunakan sebagai bahan baku. Secara rinci diberikan dalam
ilustrasi dibawah ini:
a. Pertanyaan yang diajukan untuk setiap bahaya pada
bahan mentah
P1. Apakah mungkin bahan mentah mengandung
bahaya pada tingkat yang berbahaya ?
|
||
|
|
|
P 2. Apakah pengolahan (termasuk cara
penggunaan oleh konsumen), dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai
tingkat yg aman ?
|
||
|
|
|
|
|
|
b. Pertanyaan
yang diajukan untuk setiap bahaya dan setiap tahap proses
P 3. Apakah
formulasi / komposisi produk antara /akhir penting untuk mencegah
meningkatnya bahaya ?
|
||||
|
|
|
||
P 4. Apakah kontaminasi ulang dapat muncul?
Apakah bahaya yang mungkin ada akan bertambah
|
||||
|
|
|
P 5. Apakah
pengolahan selanjutnya (termasuk cara penggunaan konsumen) dapat
menghilangkan bahaya ?
|
||
|
|
|
Pertanyaan 4 berhubungan dengan tahap proses dan
bagaimana terjadinya kontaminasi ulang atau peningkatan bahaya, misalnya
melalui pertumbuhan patogen yang tidak diinginkan. Jika jawabannya adalah tidak, maka pertanyaan 6 harus
dijawab.Jika jawaban pertanyaan 4 adalah ya, pertanyaan 5 mengajukan apakah tahap proses selanjutnya akan
mengubah produk menjadi aman. Pada masalah ini, proses tersebut bukanlah Titik
Kendali Kritis. Tetapi bila jawabannya tidak, misalnya
bahaya tidak dapat dihilangkan, maka kontaminasi ulang dan pertumbuhan patogen
harus dicegah pada tahap ini.Cara untuk membatasi kontaminasi ulang dan
pertumbuhan patogen dibutuhkan pada tiap
tahap proses, tetapi cara tersebut seringkali tidak kritis bagi keamanan
produk.
P
6. Apakah tahap pengolahan ini
bertujuan untukmenghilangkan/mengurangi bahaya sampai tingkat yang aman ?
|
||
|
|
|
Pertanyaan 6 membicarakan tahap pengolahan
agar bahaya tetap dibawah kendali; misalnya, pasteurisasi dan sterilisasi, atau
perlakuan lain yang ditujukan untuk membunuh patogen. Waktu dan suhu yang
dibutuhkan untuk membunuh bakteri harus spesifik dan mudah diterapkan. Jika
suhu tidak tercapai atau waktunya terlalu singkat, maka batas kritis tidak
tercapai, sehingga keamanan produk tidak dijamin. Karena itu tahap pengolahan
ini adalah Titik Kendali Kritis.
2.4. Pertanyaan untuk setiap CCP dan Bahaya
1. Kapan penyimpangan terhadap batas normal
tidak dapat diterima?
( mis: penetapan batas kritis )
Bila kita telah mengidentifikasi
CCP, kita harus menetapkan parameter dan batas kritis yang terkait. Kita
melakukan hal ini dengan mengajukan pertanyaan pada tiap CCP dan bahaya
: “Kapankah penyimpangan tidak dapat
diterima?” Kita harus menentukan prosedur normal dan mengidentifikasi konsekuensi
dari penyimpangan tersebut. Bila sebuah bahaya muncul, maka kita harus
menentukan kapan penyimpangan menjadi tidak dapat diterima. Bila seekor ayam
dipanaskan dengan sempurna, Salmonella dan Campylobacter dapat
mati. Hal ini berarti bahwa suhu bagian dalam ayam harus mencapai 70 oC
( seperti diilustrasi di bawah). Suhu ini berarti batas kritis. Bila suhu ini
tidak dapat tercapai, maka organisma-organisma ini dapat berkembangbiak hingga
jumlahnya bertambah banyak.
Penentuan Batas Penyimpangan
|
Grafik ini menunjukan bahwa variasi sekitar suhu rata-rata adalah
normal dan dapat diterima, batas kritis menunjukkan titik dimana sebuah
penyimpangan masih dapat diterima.
|
|
|
2.
Kapan
dapat diidentifikasi? Seberapa seringkah dilakukan pemantauan? Bagaimana
seharusnya mencatat hasil? (mis. penetapan prosedur pemantauan)
Pertanyaan berikut adalah:
bagaimana sebuah penyimpangan dapat diidentifikasi ?
Suhu dibagian dalam daging
ayam dapat diukur dengan sebuah termometer, atau dengan mengamati warna daging.
Ini disebut pemantauan.
Kita juga harus menentukan
frekuensi pemantauan. Untuk ayam, pemantauan dimulai segera setelah pemasakan
dilakukan. Bagaimanapun, pada sebuah proses yang berkesinambungan seperti
pasteurisasi susu, pemantauan dilakukan sejak awal hingga selesai. Hal ini
dapat dilakukan berkesinambungan; bila peralatan tidak memungkinkan untuk
melakukan hal ini, frekuensinya harus cukup untuk meyakinkan bahwa semuanya
terkendali. Kita juga harus mencatat hasilnya dalam bentuk yang sederhana dan
mudah dimengerti. Pencatatan adalah penting bagi tujuan inspeksi dan, bila ada
keluhan, dapat di gunakan untuk membuktikan bahwa semuanya masih terkendali.
3.
Apa
reaksi yang tepat yang diperlukan bila terjadi penyimpangan ?
(mis. deskripsi tindakan
koreksi)
Bila terjadi penyimpangan yang
tidak diinginkan, atau bila prosedur pemantauan menunjukkan bahwa situasi di
luar kendali, kita harus tahu bagaimana bereaksi. Bila warna daging ayam masih merah, pemanasan
kembali atau melanjutkan pemanasan adalah tindakan koreksinya. Bila suhu yang tercatat menunjukkan bahwa
suhu pada mesin pasteurisasi terlalu rendah, sistem pemanasan harus
disesuaikan. Beberapa produk yang dihasilkan selama sistem di luar kendali
harus diproses kembali atau dibuang. Tindakan koreksi harus dijelaskan pada
perencanaan HACCP sehingga bila perlu dapat diambil tindakan yang cepat
dan efektif. Tindakan-tindakan ini
seharusnya diambil bukan hanya ketika situasi di luar kendali, tetapi juga
untuk mencegah sebuah produk dihasilkan
dengan kondisi tidak normal sampai
ditangan konsumen sebelum situasinya diketahui/dianalisa.
Sebuah
dokumen spesifik dari setiap rangkaian produksi dan produk yang bila diterapkan
secara tepat, akan mencegah terjadinya masalah keamanan pangan.
Pada jenis ini pohon keputusan digolongkan menjadi 3
•
Pohon keputusan bahan baku
•
Pohon keputusan formulasi
•
Pohon keputusan tahapan proses
Setelah semua pertanyaan telah
dijawab dan dicatat pada lembar data bahaya, maka perlu disusun perencanaan HACCP,
menjabarkan apa yang perlu dilakukan, kapan dan dimana. Perencanaan ini juga
merupakan dasar-dasar dokumentasi yang dapat ditunjukkan pada pengawas pangan
dan editor. Biasanya, juga dilampirkan sebuah diagram alir yang dilengkapi
dengan CCP. Perencanaan HACCP bersifat spesifik untuk produk dan
situasi produksi tertentu. Model atau rencana umum dapat digunakan sebagai
dasar.
Namun demikian
pertanyaan-pertanyaan harus dijawab, dan situasi aktual harus
dibandingkan terhadap model secara cermat. Misalnya, susu yang telah direbus
selalu aman secara mikrobiologi (bila dikonsumsi langsung). Bagaimanapun waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai titik didih tergantung pada alat, jumlah susu
dan ketinggian daerah dimana susu tersebut direbus. Karena perencanaan HACCP
adalah spesifik, tiap perubahan, dan potensi pengaruhnya terhadap keamanan,
harus dipelajari dan bila diperlukan perencanaan HACCP harus
dimodifikasi. Dari uraian di atas, dapat diilustrasikan seperti pada gambar di
bawah ini.
BAB III
KESIMPULAN
3.1.
Kesimpulan
Ccp atau
critical control point merupakan tahap
di dalam proses yang apabila tidak terawasi dengan baik, memungkinkan timbulnya
ketidakamanan pangan, kerusakan, dan
resiko kerugian Tahap kunci dalam pengendalian bahaya Identifikasi CCP dapat
dilakukan dengan menggunakan pengetahuan tentang
proses produksi, potensi bahaya, signifikansi bahaya. Untuk
membantu menemukan dimana seharusnya CCP yang benar, Codex Alimentarius
Commission GL/32 1998, telah memberikan pedoman → Diagram Pohon Keputusan CCP
(CCP Decision Tree). Diagram pohon keputusan adalah seri pertanyaan logis
yang menanyakan setiap bahaya dan jawaban dari setiap pertanyaan tersebut akan
memfasilitasi Tim HACCP secara logis
menetapkan CCP
3.2.
Saran
Semoga dalam
penyusunan tugas makalah ini dapat diberikan terlebih dahulu pengantarnya
DAFTAR
PUSTAKA
Hermawan
Thaheer, 2005: Sistem Manajemen
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points),
Penerbit Bumi Aksara, Jakarta
Surono
1995. Mengenal HACCP dan aplikasinya dalam menjamin
mutu dan keamanan pangan,
Pedoman pembinaan dan pengawasan
mutu hasil pertanian terpadu komoditi pangan, Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1995.
SNI
01-4852-1998, Sistem Analisa Bahaya dan
Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman dan penerapannya, Badan
Standarisasi Nasional, 1986.
Patric
Ulloa 2004. Quality Assurance Training in The Indonesian
Horticultural Industry,
Winarno,
F.G. dan Surono, 2002. HACCP dan
Penerapannya Dalam Industri Pangan. M-BRIO PRESS, Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar