Laporan
Praktikum Diversifikasi Pengolahan Serang, 27 November 2012
ABON IKAN BANDENG (Chanos chanos)
Oleh:
Adelaide
Maria Ulfah
4443090564
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Raya Jakarta Km 4. Kota Serang Provinsi Banten
ABSTRAK
Telah
dilakukan praktek pembuatan abon ikan bandeng pada hari selasa 27 november 2012
yang dilaksanakan diLaboratorium Pengolahan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian
hasilnya menunjukan karakteristik fisik mutu abon ikan bandeng berdasarkan uji
organoleptik pada konsentrasi kunyit 1% kode IKN 789 menyatakan warna, aroma,
tekstur dan rasa yang tidak disukai oleh
panelis. Sedangkan untuk kode BON 345
sangat berpengaruh terhadap warna, tekstur dan rasa dengan konsentrasi
kunyit 0,5%. dan kode YIT 543 konsentrasi kunyit 2% sangat berpengaruh terhadap
aroma abon ikan bandeng..
Kata kunci : Abon, Ikan bandeng,
Konsentrasi kunyit, Organoleptik
ABSTRACT
Have done
milkfish shredded manufacturing practices on Tuesday 27 november
2012 which implemented laboratory Processing Faculty
of Agriculture, Department of Fisheries
results show the quality of the physical characteristics of milkfish shredded by
organoleptic tests at a concentration of
1% turmeric IKN
code 789 stating
the color, aroma, texture and taste preferred
by the panelists. As for the code
345 BON greatly
affect the color, texture and flavor with turmeric concentration of 0.5%. YIT
code 543 and
2% concentrations of saffron aroma is very
influential on milkfish shredded
..
Keywords: Abon, milkfish, Concentration
turmeric, Organoleptic
PENDAHULUAN
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang
banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan
cepat mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu
diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak
memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan
hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses
pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan,
menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam
pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan,
pemindangan, perasapan, peragian, dan pendinginan ikan.
Abon
merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,
ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari
seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng. Dalam
SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk
khas, dibuat dari daging, direbus disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres.
Abon
sebenarnya merupakan produk daging awet yang sudah lama dikenal masyarakat.
Data BPS (1993) dalam Sianturi (2000) menunjukan bahwa abon merupakan produk
nomor empat terbanyak diproduksi. Abon termasuk makanan ringan atau lauk yang
siap saji. Produk tersebut sudah dikenal oleh masyarakat umum sejak dulu. Abon
dibuat dari daging yang diolah sedemikian rupa sehingga memiliki karakteristik
kering, renyah dan gurih. Pada umumnya daging yang digunakan dalam pembuatan
abon yaitu daging sapi atau kerbau (Suryani et al, 2007).
Tujuan
dari dilakukannya pembuatan abon ikan bandeng yaitu untuk mengetahui proses
pembuatan abon serta mengetahui formulasi terbaik dari penambahan bumbu yang
berbeda setiap kelompok.
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Ikan bandeng yang dalam bahasa latin adalah Chanos
chanos, bahasa Inggris Milkfish, dan dalam bahasa Bugis Makassar Bale
Bolu, pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama Dane Forsskal pada
Tahun 1925 di laut merah.
Bandeng mampu mentolelir salinitas perairan yang luas
(0- 158 ppt) sehingga digolongkan sebagai ikan eurihalin. Ikan muda dan dewasa
dapat menyesuaikan diri pada perubahan salinitas. Ikan ini juga dapat bertahan
pada perubahan jumlah makanan yang tiba-tiba. Makanan alami mereka adalah
bentos dan fitoplankton. Ikan bandeng mampu beradaptasi terhadap perubahan
lingkungan yakni suhu, pH, dan kekeruhan air serta tahan terhadap serangan
penyakit (Schuster 1959; Ghufron dan Kardi 1997).
Gambar 1. Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal)
Menurut Sudrajat (2008) taksonomi dan klasifikasi
ikan bandeng adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Class : Osteichthyes
Ordo
: Gonorynchiformes
Family
: Chanidae
Genus
: Chanos
Spesies
: Chanos chanos
Nama
dagang : Milkfish
Nama lokal : Bolu, muloh, ikan agam
Identifikasi Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Menurut Ghufron (1994), ikan Bandeng (Chanos
chanos Forsk) dapat tumbuh hingga mencapai 1,8 m, anak ikan Bandeng (Chanos
chanos Forsk) yang biasa disebut nener yang biasa ditangkap di pantai
panjangnya sekitar 1 -3 cm, sedangkan gelondongan berukuran 5-8 cm. Ikan
bandeng termasuk jenis ikan eurihalin, sehingga ikan bandeng dapat dijumpai di
daerah air tawar, air payau, dan air laut. Selama masa perkembangannya, ikan
bandeng menyukai hidup di air payau atau daerah muara sungai. Ketika mencapai
usia dewasa, ikan bandeng akan kembali ke laut untuk berkembang biak
(Purnomowati, dkk., 2007). Pertumbuhan ikan bandeng relatif cepat, yaitu
1,1-1,7 % bobot badan/hari (Sudrajat, 2008), dan bisa mencapai berat rata-rata
0,60 kg pada usia 5-6 bulan jika dipelihara dalam tambak (Murtidjo, 2002).
Ikan bandeng mempunyai kebiasaan makan pada siang
hari. Di habitat aslinya ikan bandeng mempunyai kebiasaan mengambil makanan
dari lapisan atas
dasar
laut, berupa tumbuhan mikroskopis seperti: plankton, udang renik, jasad renik,
dan tanaman multiseluler lainnya. Makanan ikan bandeng disesuaikan dengan
ukuran mulutnya, (Purnomowati, dkk., 2007). Pada waktu larva, ikan bandeng
tergolong karnivora, kemudian pada ukuran fry menjadi omnivore. Pada
ukuran
juvenil termasuk ke dalam golongan herbivore, dimana pada fase ini juga
ikan
bandeng sudah bisa makan pakan buatan berupa pellet. Setelah dewasa, ikan
bandeng
kembali berubah menjadi omnivora lagi karena mengkonsumsi, algae,
zooplankton,
bentos lunak, dan pakan buatan berbentuk pellet (Aslamyah, 2008).
Morfologi Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Secara eksternal ikan bandeng mempunyai bentuk
kepala mengecil dibandingkan lebar dan panjang badannya, matanya tertutup oleh
selaput lendir (adipose). Sisik ikan banding yang masih hidup berwarna perak,
mengkilap pada seluruh tubuhnya. Pada bagian punggungnya berwarna kehitaman
atau hijau kekuningan atau kadang-kadang albino, dan bagian perutnya berwarna
perak serta mempunyai sisik lateral dari bagian depan sampai sirip ekor. Pada
ikan bandeng ukuran juvenil dan dewasa jumlah sirip dorsal II :12-14, anal II:
8 atau 9, sirip dada I: 15-16, sirip bawah I:10 atau 11 dan mempunyai sisik
lateral dari bagian depan sampai caudal antara 75-85, dan tulang belakang
berjumlah 44 ruas.
Komposisi Kimia Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Ikan merupakan pangan
yang bergizi. Tabel 1 menunjukkan komposisi kimia ikan bandeng.
Tabel 1 Komposisi kimia ikan
bandeng (Chanos chanos)
Zat
gizi
|
Jumlah
|
Satuan
|
Kalori
|
126
|
Kalori
|
Protein
|
17,4
|
Gram
|
Lemak
|
5,7
|
Gram
|
Air
|
60,2
|
Gram
|
Kalsium
|
43,4
|
Milligram
|
Fosfor
|
138
|
Milligram
|
Besi
|
0,3
|
Milligram
|
Vitamin A
|
85
|
Milligram
|
Vitamin B6
|
0,4
|
Milligram
|
Vitamin B12
|
2,9
|
Milligram
|
Sumber:
www.nutritiondata.com (2007)
Abon
Ikan
Abon ikan adalah produk
olahan hasil perikanan yang dibuat dari daging ikan, melalui kombinasi proses
pengolahan yaitu proses pengukusan, penggilingan dan penggorengan dengan
penambahan bahan pembantu dan bahan penyedap (Karyono dan Wachid 1982). Penambahan
bumbu-bumbu pada pengolahan abon ikan bertujuan untuk meningkatkan cita rasa
dan memperpanjang masa simpan. Pembuatan abon merupakan salah satu alternatif
pengolahan ikan untuk mengantisipasi kelimpahan bahan baku ataupun untuk
penganekaragaman produk perikanan.
Jenis ikan yang
digunakan sebagai bahan baku abon pada industri kecil belum selektif, bahkan
hampir semua jenis ikan dapat dijadikan abon. Bahan baku yang cocok digunakan
dalam pembuatan abon ikan adalah ikan berdaging tebal dan tidak mengandung banyak
duri. Sejumlah spesies ikan yang memenuhi kriteria tersebut adalah
Marlin/Jangilus (Istiophorus sp.), Tuna, Cakalang, Ekor Kuning, Tongkol,
Tengiri dan Cucut. Beberapa spesies ikan air tawar pun bisa digunakan,
misalnya: Nila dan Gabus. Ciri-ciri fisik yang harus dimiliki daging ikan yang
bisa dijadikan bahan baku pembuatan abon ikan adalah dalam kondisi segar, warna
dagingnya cerah, dagingnya terasa kenyal dan tidak berbau busuk.
Proses pengolahan abon
ikan cukup sederhana. Bahan yang diperlukan adalah ikan dan bumbu-bumbu. Ikan
yang digunakan hendaknya masih dalam keadaan segar bermutu baik serta ditangani
dengan baik dan benar. Jenis ikan yang biasa diolah menjadi abon umumnya adalah
ikan pelagis yaitu ikan cakalang, tenggiri, tongkol dan lain-lain (Afrianto dan
Liviawaty 2005). Bumbu-bumbu yang biasa digunakan dalam pembuatan abon ikan
terdiri dari bawang merah, bawang putih, ketumbar, lengkuas, garam, gula pasir,
santan kelapa, daun salam dan daun sereh. Rasa abon ikan pada dasarnya dapat
diubah-ubah sesuai selera dengan mengubah komposisi bumbu yang digunakan
(Wibowo 2002). Komposisi kimia abon ikan menurut Suryati dan Dirwana (2007) dalam
BI (2009) adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Komposisi Kimia Abon Ikan
Kadar Air
|
4,13%
|
Protein
|
31,22%
|
Lemak
|
24,31%
|
Kadar Abu
|
15,87%
|
Mutu
Abon Ikan Berdasarkan SNI
Abon sebagai salah satu produk industri pangan yang
memiliki standar mutu yang telah ditetapkan oleh Departemen Perindustrian.
Penetapan standar mutu merupakan acuan bahwa suatu produk tersebut memiliki
kualitas yang baik dan aman bagi konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi
standar mutu abon antara lain :
1.
Kadar air :
Berpengaruh terhadap daya simpan dan keawetan abon.
2.
Kadar abu : Menurunkan derajat penerimaan
dari konsumen.
3.
Kadar protein : Sebagai petunjuk beberapa jumlah
daging/ikan yang
digunakan untuk abon.
4.
Kadar lemak :
Berhubungan dengan bahan baku yang digunakan, ada tidaknya menggunakan
minyak goreng dalam penggorengan.
Para produsen abon
disarankan membuat produk abon dengan memenuhi Standar Industri Indonesia
(SII). Standar SII dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Standar
Industri Indonesia untuk Abon No 0368-80,0368-85
Komponen
|
Nilai
|
Lemak (Maksimum)
|
30%
|
Gula (Maksimum)
|
30%
|
Protein
|
20%
|
Air (Maksimum)
|
10%
|
Abu (Maksimum)
|
9%
|
Aroma, Warna dna
Rasa
|
Khas
|
Logam Berbahaya
(Cu, Pb, Mg, Zn dan As)
|
Negatif
|
Jumlah Bakteri
(Maksimum)
|
3000/g
|
Bakteri Bentuk
Koli
|
Negatif
|
Jamur
|
Negatif
|
Sumber : Standar Industri Indonesia
Menurut
Wisena (1998) yang dikutip oleh Sianturi (2000), semakin tinggi harga abon,
kualitas abon semakin baik, dimana bahan tambahan yang digunakan sebagai
pencampur semakin sedikit atau tidak ada sama sekali.
Bahan Tambahan Abon
Ikan
Bahan
tambahan adalah bahan yang sengaja ditambahkan dengan tujuan untuk meningkatkan
konsistensi nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan serta
untuk menetapkan bentuk dan rupa. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan
abon ikan adalah Gula merah, bawang merah, bawang putih, Lengkuas, Jahe,
Kunyit, Ketumbar, Asem jawa, Garam, Gula pasir, daun salam, daun sereh, jeruk
nipis dan minyak goreng.
a. Gula merah : Gula
merah biasanya diasosiasikan dengan segala jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga
pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan (Wikipedia, 2009). fungsi penggunanaan gula
adalah sebagai bahan pemanis dan juga sebagai pemberi warna karamel
(kecoklatan). Menurut Hambali, dkk.,
(2002) gula mempunyai rasa yang manis dan sedikit asam yang disebabkan oleh
kandungan asam-asam organik didalamnya.
b.
Bawang
merah : Berfungsi sebagai bahan pengawet makanan dan
aromanya kuat (Wibowo 1991). Karakteristik bau dari bawang merah dipengaruhi
oleh kandungan minyak volatil yang sebagian besar terdiri dari komponen sulfur.
Komponen volatil tidak terdapat dalam sel secara utuh. Ketika sel pecah terjadi
reaksi antara enzim liase dan komponen flavor, seperti metil dan turunan propil
(Lewis 1984 dalam Utami 2010).
c. Bawang putih : Merupakan bahan alami
yang biasa ditambahkan ke dalam bahan makanan atau produk sehingga diperoleh
aroma yang khas guna meningkatkan selera makan. Bawang putih memiliki zat kimia
berupa allicin, scordinin, allithanin dan selenium. Allicin ini
berperan memberi aroma bawang putih dan bersifat antibakteri (Palungkun dan
Budiarti 1992).
d. Lengkuas atau laos (Alpinia galanga)
: Merupakan salah satu tanaman monokotil yang bagian rimpangnya dimanfaatkan
untuk memberikan aroma yang khas dan mengawetkan makanan. Selain itu, lengkuas
juga berfungsi untuk menurunkan pH makanan sehingga dapat menghambat
pertumbuhan mikroba pembusuk (Winarno et al. 1990).
e. Jahe : Fungsinya memberikan aroma sedap
dan tidak menimbulkan bau amis pada produk yang berbahan dasar ikan.
f. Kunir atau kunyit, (Curcuma longa
Linn. syn. Curcuma domestica Val.), : Kunyit tergolong dalam kelompok
jahe-jahean, Zingiberaceae. Kunyit mengandung Lemak sebanyak 1 -3%,
Karbohidrat sebanyak 3%, Protein 30%, Pati 8%, Vitamin C 45-55%, dan
garam-garam mineral, yaitu zat besi, fosfor, dan kalsium. Fungsi penambahan
kunyit dalam pembuatan abon ikan yaitu selain sebagai bumbu dan pewarna juga
sebagai antioksidan alami.
g. Ketumbar (Coriandrum sativum) : Rempah-rempah
yang sering ditambahkan dalam campuran curing untuk menghasilkan aroma
masakan yang diinginkan. Manfaat ketumbar adalah untuk menghilangkan bau anyir,
menimbulkan bau sedap, menimbulkan rasa pedas yang gurih dan menyedapkan
makanan (Zaitsev et al. 1969 dalam Utami 2010).
h.
Asem Jawa
: Sejenis buah yang masam rasanya, biasa digunakan sebagai
bumbu dalam banyak masakan sebagai perasa atau penambah rasa asam dalam
makanan.
i. Garam : Dalam bahan pangan ditambahkan
sebagai penegas cita rasa dan berfungsi sebagai pengawet. Garam sebagai bahan
pengawet karena kemampuannya untuk menarik air keluar dari jaringan (Afrianto
dan Liviawaty 2005).
j. Gula pasir : Merupakan bahan yang
ditambahkan ke dalam makanan untuk melembutkan produk sehingga dapat mengurangi
terjadinya pengerasan dan mengurangi penguapan air serta memberikan cita rasa
produk. Adanya gula akan menimbulkan reaksi maillard yaitu reaksi antara gula
pereduksi dengan asam amino yang akan menyebabkan warna cokelat pada produk
(Desrosier 1977 dalam Utami 2010).
k. Daun Salam : Merupakan bagian dari pohon
salam (Syzygium polyanthum) yang biasa digunakan sebagai rempah pengharum
masakan karena aroma yang dihasilkan oleh komponen volatil yang dikandungnya.
Rempah ini memberikan aroma herbal yang khas namun tidak keras. Komposisi daun
salam kering terdapat sekitar 0,17% minyak esensial dengan komponen penting
eugenol dan metil kavikol (methyl chavicol) diadalamnua (Hanan 1996 dalam Utami
2010).
l. Daun serai atau sereh : Merupakan salah
satu tumbuhan anggota suku rumput-rumputan yang dimanfaatkan sebagai bumbu
dapur untuk mengharumkan makanan karena aroma yang dihasilkannya. Batang dan
daun sereh wangi mengandung zat-zat seperti geraniol, methilheptenon, terpen,
terpen alkohol, asam organik dan terutama sitronelal (Newsroom 2007 dalam Utami
2010).
m. Minyak goreng : Minyak yang biasa
digunakan untuk menggoreng adalah minyak
yang berasal dari tumbuhan atau minyak nabati. Minyak goreng berfungsi untuk
memperbaiki tekstur fisik bahan pangan dan sebagai penghantar panas sehingga
proses pemanasan menjadi lebih efisien dibanding proses pemanggangan dan
perebusan. Proses penggorengan juga dapat meningkatkan cita rasa, kandungan
gizi dan daya awet serta menambah nilai kalori bahan pangan (Winarno 1997).
METODOLOGI
Waktu
dan Tempat
Praktikum pembuatan Abon Ikan Bandeng
ini dilakukan pada hari selasa 27 November 2012 pukul 13.00–16.00 WIB
di Laboraturium pengolahan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa Serang Banten
Alat
dan Bahan
Alat-alat yang
digunakan dalam pembuatan abon ikan bandeng terdiri dari panci pengukus, piau,
talenan, baskom, penggorengan, kompor, ulekan, alat penyaring, timbangan. Sedangkan
bahan-bahannya terdiri dari ikan bandeng,
Gula merah, bawang merah, bawang putih, lengkuas, jahe, kunyit,
ketumbar, asem jawa, garam, gula pasir, daun salam, daun sereh, jeruk nipis dan
minyak goreng.
Tahap
Pembuatan
Tahap pembuatan abon
ikan bandeng yakni yang pertama dilakukan adalah ikan bandeng ditimbang dan
disiangi dengan dibuang isi perut, kepala,ekor dan sisik. Lalu dilakukan
pencucian dan diberi perasan jeruk serta garam. Selanjutnya lakukan pengukusan
dengan ditambahkan daun salam dan sereh selama 15 menit, angkat dan ditiriskan,
lakukan pemisahan daging dan tulang ikan bandeng. Kemudian daging yang sudah
terpisah dengan tulangnya dilakukan pemerasan dan hasilnya ditimbang. Tahap
berikutnya persiapan bumbu-bumbu yakni penghalusan bumbu yang terdiri dari
bawang merah, bawang putih, lengkuas, jahe, kunyit, ketumbar, asem jawa yang
kemudian dicampurkan pada daging ikan tersebut. selanjutkan lakukan
penggorengan dengan menambahkan gula merah, garam dan gula pasir. Setelah abon
tersebut sudah tercampur rata dengan bumbu-bumbu hingga warnanya kecoklatan
kemudian angkat dan dilakukan pemerasan
minyak sampai kering. Diagram alir proses pembuatan abon ikan bandeng dapat
dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.
Diagram Alir Proses Pembuatan Abon Ikan Bandeng
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari
hasil uji organoleptik terhadap mutu fisik warna abon ikan bandeng disajikan
dalam grafik gambar 3 sebagai berikut :
Gambar
3. Grafik Organoleptik Warna Abon Ikan Bandeng
Dari
hasil grafik diatas dapat dilihat warna abon ikan bandeng berada pada rata-rata
dengan nilai mulai dari 1,7 sampai 5,8 dengan
penyataan (Sangat tidak suka sampai suka), Dimana kode BON 345 dengan konsentrasi
kunyit 0,5% warna abon ikan bandeng
disukai oleh panelis. Sedangkan untuk kode IKN 789 warna abon ikan
bandeng sangat tidak disukai oleh panelis dengan konsentrasi kunyit 1%.
Berdasarkan uji kruskal wallis konsentrasi kunyit yang
berbeda-beda pada abon ikan bandeng mulai
dari 0,5% sampai 2,5% berpengaruh nyata
terhadap warna ditandai dengan nilai (p<0,05), dan kemudian dilanjutkan
dengan uji duncen dan didapatkan hasil
kode IKN 789 atau pada perlakuan ke-2
berbeda nyata dengan perlakuan 1,3,4 dan 5 yaitu BON 345, LEL 987, YIT
543 dan SAN 456. Untuk perlakuan 1 kode BON 345 tidak berbeda nyata dengan
perlakuan 3, 4 dan 5. Tetapi sangat berbeda
nyata dengan perlakuan ke 2.
Kemudian
untuk perlakuan ke 3 LEL 987 hasilnya tidak berbeda nyata dengan perlakuan ke 1,
4 dan 5. Tetapi sangat berbeda nyata dengan perlakuan ke 2. Selanjutnya pada
perlakuan ke 4 YIT 543 hasilnya tidak berbeda nyata dengan perlakuan ke 1, 3
dan 5. Tetapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan 2 dan 5. Dan untuk
perlakuan terakhir yakni ke 5 SAN 456 haslnya tidak berbeda nyata dengan perlakuan
1,3 dan 4. Tetapi sangat berbeda nyata dengan perlakuan ke 2. Hal demikian
dikarenakan fungsi kunyit yaitu sebagai pewarna alami dan memberikan warna yang
menarik terhadap abon ikan bandeng.
Hasil
uji organoleptik terhadap mutu fisik aroma abon ikan bandeng disajikan dalam
grafik gambar 4 sebagai berikut :
Gambar
4. Grafik Organoleptik Aroma Abon Ikan Bandeng
Dari
hasil grafik diatas rata-rata aroma abon ikan bandeng mulai dari 2,9 sampai 6,1
dengan hasil kesukaan yakni (tidak suka sampai suka). Dimana kode YIT 534
dengan konsentrasi kunyit 2% aroma abon ikan bandeng disukai oleh panelis . Sedangkan untuk kode
IKN 789 warna abon ikan bandeng sangat tidak disukai oleh panelis dengan
konsentrasi kunyit 1%.
Berdasarkan uji kruskal wallis konsentrasi kunyit yang
berbeda-beda pada abon ikan bandeng mulai
dari 0,5% sampai 2,5% berpengaruh nyata
terhadap warna ditandai dengan nilai (p<0,05), dan kemudian dilanjutkan
dengan uji duncen dan didapatkan hasil pada
perlakuan ke 2 IKN 789 tidak berbeda nyata dengan perlakuan dan 5 SAN 456. Tetapi sangat berbeda nyata dengan perlakuan
1, 3 dan 4 yakni BON 345, LEL 987, YIT 543. Sedangkan pada perlakuan ke 1 BON
345 hasilnya tidak berbeda nyata dengan perlakuan ke 3, 4 dan 5. Tetapi sangat
berbeda nyata dengan perlakuan ke 2.
Untuk
perlakuan ke 3 LEL 987 hasilnya tidak berbeda nyata perlakuan ke 1, 4 dan 5.
Tetapi sangat berbeda nyata dengan perlakuan ke 2. Aroma abon ikan disebabkan
adanya kunyit yang menghasilkan aroma yang khas.
Hasil
uji organoleptik terhadap mutu fisik tekstur abon ikan bandeng disajikan dalam
grafik gambar 5 sebagai berikut :
Gambar
5. Grafik Organoleptik Tekstur Abon Ikan Bandeng
Dari
hasil grafik tekstur abon ikan bandeng rata-rata antara dengan hasil 3,1 sampai
4,8 yaitu ( kurang suka dan agak suka) Dimana kode BON 345 dengan konsentrasi
kunyit 0,5% tekstur abon ikan bandeng
disukai oleh panelis . Sedangkan untuk kode IKN 789 warna abon ikan
bandeng sangat tidak disukai oleh panelis dengan konsentrasi kunyit 1%.
Berdasarkan uji kruskal wallis konsentrasi kunyit yang
berbeda-beda pada abon ikan bandeng mulai
dari 0,5% sampai 2,5% berpengaruh nyata
terhadap warna ditandai dengan nilai (p<0,05), dan kemudian dilanjutkan
dengan uji duncen hasilnya yaitu pada perlakuan ke 2 IKN 789 tidak berbeda
nyata dengan sangat berbeda nyata dengan perlakuan ke 1, 3, 4 dan 5 yakni BON
345, LEL 987, YIT 543 dan SAN 456. Selanjutnya pada perlakuan ke 1 BON 345
menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan ke 3, 4 dan 5 dengan
kode LEL 987, YIT 543 dan SAN 456.
Berikutnya
pada perlakuan ke 3 LEL 987 diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata terhadap
perlakuan ke 1, 4 dan 5. Tetapi sangat berbeda nyata dengan perlakuan ke 2
yakni IKN 789. Sementara pada perlakuan ke 4 YIT 543 hasilnya tidak berbeda
nyata dengan perlakuan 1, 3 dan 5. Akan tetapi santa berbeda nyata perlakuan ke
2. Dan untuk perlakuan yang terakhir ke 5 SAN 456 hasilnya tidak berbeda nyata
dengan perlakuan 1, 3 dan 4. Tetapi sangat berbeda nyata dengan perlakuan ke 2.
Tekstur abon ikan bandeng dipengaruhi oleh lamanya proses penggorengan yang menyebabkan
tekstur abon tersebut menjadi basah apabila dan kering atau agak keras.
Hasil
uji organoleptik terhadap mutu fisik rasa abon ikan bandeng disajikan dalam
grafik gambar 6 sebagai berikut :
Gambar
6. Grafik Organoleptik Rasa Abon Ikan Bandeng
Dari
hasil grafik diatas rata-rata rasa abon ikan bandeng mulai dari 3,4 sampai
6,0 dengan hasil kesukaan yakni (kurang
suka dan suka). Dimana kode LEL 789 dengan konsentrasi kunyit 1,5% rasa abon
ikan bandeng disukai oleh panelis .
Sedangkan untuk kode IKN 789 rasa abon
ikan bandeng sangat tidak disukai oleh panelis dengan konsentrasi kunyit 1%.
Berdasarkan uji kruskal wallis konsentrasi kunyit yang
berbeda-beda pada abon ikan bandeng mulai
dari 0,5% sampai 2,5% berpengaruh nyata
terhadap warna ditandai dengan nilai (p<0,05), dan kemudian dilanjutkan
dengan uji duncen menunjukan hasil dimana pada perlakuan ke 2 IKN 789
tidak berbeda nyata dengan perlakuan ke
4 yakni YIT 543. Tetapi sangat berbeda nyata dengan perlakuan ke 1, 3 dan 5
dengan kode BON 345, LEL 987 dan SAN 456. Pada perlakuan ke 1 BON 345 hasilnya
tidak berbeda nyata dengan perlakuan ke 3, 4 dan 5. Tetapi berbeda nyata dengan
perlakuan ke 2 IKN 789.
Pada
perlakuan ke 3 LEL 987 hasilnya menunjukan tidak berbeda nyata terhadap
perlakuan ke 1, 4 dan 5. Akan tetapi sangat berbeda nyata dengan perlakuan ke 2
IKN 789. Perlakuan ke 4 YIT 543 hasilnya tidak berbeda nyata dengan perlakuan
ke 1, 3 dan 5. Tetapi sangat berbeda nyata dengan perlakuan ke 2. Dan untuk
perlakuan ke 5 SAN 456 hasilnya tidak berbeda nyata dengan perlakuan ke 1, 3
dan 4. Tetapi sangat berbeda nyata dengan perlakuan ke 2 IKN 789. Dari hasil
tersebut disimpulkan bahwa rasa abon ikan bandeng berpengaruh terhadap
konsentrasi kunyit serta penambahan gula merah dengan konsentrasi yang berbeda.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari
hasil praktikum pembuatan abon ikan bandeng disimpulkan bahwa konsentrasi
kunyit sangat berpengaruh nyata terhadap karakteristik mutu fisik organoleptik
dari warna, aroma, tekstur dan rasa. Dimana dengan kode IKN 789 konsentrasi
kunyit 1% menunjukan warna, aroma, tekstur dan rasa yang tidak disukai oleh
panelis. Sedangkan untuk kode BON 345sangat disukai panelis dan berpengaruh terhadap warna, tekstur dan rasa
dengan konsentrasi kunyit 0,5%. Sedangkan untuk kode YIT 543 dengan konsentrasi
kunyit 2% berpengaruh terhadap aroma abon ikan bandeng.
Saran
Sebaiknya
untuk praktikum pembuatan abon ikan bisa dilakukan dengan menggunakan jenis
ikan yang berbeda-beda setiap kelompoknya sehingga dapat diketahui
karakteristik fisik mutu abon yang terbaik dari peredaan penggunaan ikan yang
digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Anisa tridiyani.
2012. Perubahan Mutu Abon Ikan Marlin (istiophorus sp.) Kemasan
Vakum - Non Vakum Pada Berbagai Suhu Penyimpanan dan Pendugaan Umur Simpannya .
Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil
Pertanian. Pembuatan Abon.
Jakarta. departemen perindustrian, 1982. hal. 1-4.
Eko Nurcahya Dewi
dkk. Daya
Simpan Abon Ikan Nila Merah (oreochromis niloticus trewavas) yang
diproses Dengan Metoda Penggorengan Berbeda. 2011. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro,
Semarang. Jurnal Saintek Perikanan vol.6. no. 1 , 2011: 6 - 12
Fithrotul millah.
2009. Produksi Abon Ikan Pari (rayfish): penentuan kualitas gizi abon. Jurusan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Prosiding
Skripsi Semester Gasal 2009/2010
Saraswati. sambelingkung (abon ikan). jakarta :
bhratara, 1985. hal. 1-5.
LAMPIRAN
Uji
Kruskal wallis
Ranks
|
|||
|
Perlakuan
|
N
|
Mean
Rank
|
Warna
|
1
|
10
|
43.85
|
2
|
10
|
7.35
|
|
3
|
10
|
33.10
|
|
4
|
10
|
22.25
|
|
5
|
10
|
20.95
|
|
Total
|
50
|
|
|
Aroma
|
1
|
10
|
40.20
|
2
|
10
|
6.75
|
|
3
|
10
|
34.55
|
|
4
|
10
|
23.35
|
|
5
|
10
|
22.65
|
|
Total
|
50
|
|
|
Tekstur
|
1
|
10
|
32.25
|
2
|
10
|
17.80
|
|
3
|
10
|
37.85
|
|
4
|
10
|
13.90
|
|
5
|
10
|
25.70
|
|
Total
|
50
|
|
|
Rasa
|
1
|
10
|
40.40
|
2
|
10
|
10.80
|
|
3
|
10
|
33.05
|
|
4
|
10
|
18.50
|
|
5
|
10
|
24.75
|
|
Total
|
50
|
|
Descriptive Statistics
|
|||||
|
N
|
Mean
|
Std.
Deviation
|
Minimum
|
Maximum
|
Warna
|
50
|
3.8000
|
1.59079
|
1.00
|
7.00
|
Aroma
|
50
|
4.7800
|
1.32926
|
2.00
|
7.00
|
Tekstur
|
50
|
3.1400
|
1.24556
|
1.00
|
6.00
|
Rasa
|
50
|
4.7400
|
1.24228
|
2.00
|
7.00
|
Perlakuan
|
50
|
3.00
|
1.429
|
1
|
5
|
Test Statisticsa,b
|
||||
|
Warna
|
Aroma
|
Tekstur
|
Rasa
|
Chi-Square
|
36.702
|
32.839
|
19.591
|
27.123
|
Df
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Asymp. Sig.
|
.000
|
.000
|
.001
|
.000
|
a. Kruskal Wallis Test
|
||||
b.
Grouping Variable: perlakuan
001<0,05
sangat berpengaruh nyata
Uji Duncen
|
ANOVA
|
||||||
|
|
Sum of
Squares
|
Df
|
Mean
Square
|
F
|
Sig.
|
warna
|
Between Groups
|
93.000
|
4
|
23.250
|
33.750
|
.000
|
Within Groups
|
31.000
|
45
|
.689
|
|
|
|
Total
|
124.000
|
49
|
|
|
|
|
aroma
|
Between Groups
|
59.880
|
4
|
14.970
|
25.230
|
.000
|
Within Groups
|
26.700
|
45
|
.593
|
|
|
|
Total
|
86.580
|
49
|
|
|
|
|
tekstur
|
Between Groups
|
30.920
|
4
|
7.730
|
7.713
|
.000
|
Within Groups
|
45.100
|
45
|
1.002
|
|
|
|
Total
|
76.020
|
49
|
|
|
|
|
rasa
|
Between Groups
|
41.120
|
4
|
10.280
|
13.409
|
.000
|
Within Groups
|
34.500
|
45
|
.767
|
|
|
|
Total
|
75.620
|
49
|
|
|
|
Warna
|
|||||
Duncana
|
|||||
Perlakuan
|
N
|
Subset
for alpha = 0.05
|
|||
1a
|
2b
|
3c
|
4d
|
||
2
|
10
|
1.7000
|
|
|
|
5
|
10
|
|
3.4000
|
|
|
4
|
10
|
|
3.5000
|
|
|
3
|
10
|
|
|
4.6000
|
|
1
|
10
|
|
|
|
5.8000
|
Sig.
|
|
1.000
|
.789
|
1.000
|
1.000
|
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
|
|||||
a.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000.
|
Aroma
|
||||
Duncana
|
||||
Perlakuan
|
N
|
Subset
for alpha = 0.05
|
||
1a
|
2b
|
3c
|
||
2
|
10
|
2.9000
|
|
|
5
|
10
|
|
4.6000
|
|
4
|
10
|
|
4.7000
|
|
3
|
10
|
|
|
5.6000
|
1
|
10
|
|
|
6.1000
|
Sig.
|
|
1.000
|
.773
|
.154
|
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
|
||||
a.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000.
|
Tekstur
|
||||
Duncana
|
||||
Perlakuan
|
N
|
Subset
for alpha = 0.05
|
||
1a
|
2b
|
3c
|
||
4
|
10
|
2.2000
|
|
|
2
|
10
|
2.4000
|
|
|
5
|
10
|
3.1000
|
3.1000
|
|
1
|
10
|
|
3.7000
|
3.7000
|
3
|
10
|
|
|
4.3000
|
Sig.
|
|
.063
|
.187
|
.187
|
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
|
||||
a.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000.
|
Rasa
|
|||||
Duncana
|
|||||
Perlakuan
|
N
|
Subset
for alpha = 0.05
|
|||
1a
|
2b
|
3c
|
4d
|
||
2
|
10
|
3.4000
|
|
|
|
4
|
10
|
|
4.2000
|
|
|
5
|
10
|
|
4.7000
|
4.7000
|
|
3
|
10
|
|
|
5.4000
|
5.4000
|
1
|
10
|
|
|
|
6.0000
|
Sig.
|
|
1.000
|
.208
|
.081
|
.132
|
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
|
|||||
a.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000.
|
Data Mentah
UJI ORGANOLEPTIK WARNA
|
||||||
Warna
|
Perlakuan
|
Total
|
||||
BON 345
|
IKN 789
|
LEL 987
|
YIT 543
|
SAN 456
|
||
P1
|
6
|
2
|
6
|
5
|
3
|
22
|
P2
|
6
|
2
|
5
|
5
|
4
|
22
|
P3
|
7
|
1
|
4
|
4
|
4
|
20
|
P4
|
6
|
1
|
4
|
4
|
3
|
18
|
P5
|
6
|
2
|
5
|
3
|
3
|
19
|
P6
|
5
|
1
|
5
|
3
|
2
|
16
|
P7
|
6
|
3
|
4
|
2
|
3
|
13
|
P8
|
5
|
3
|
4
|
2
|
3
|
17
|
P9
|
5
|
1
|
5
|
3
|
4
|
18
|
P10
|
6
|
1
|
4
|
4
|
5
|
20
|
Total
|
58
|
17
|
45
|
35
|
34
|
185
|
Rata-rata
|
5.8
|
1.7
|
4.5
|
3.5
|
3.4
|
|
UJI ORGANOLEPTIK AROMA
|
||||||
Aroma
|
Perlakuan
|
Total
|
||||
BON 345
|
IKN 789
|
LEL 987
|
YIT 543
|
SAN 456
|
||
P1
|
6
|
3
|
5
|
4
|
4
|
18
|
P2
|
6
|
3
|
5
|
4
|
3
|
18
|
P3
|
7
|
2
|
6
|
5
|
4
|
20
|
P4
|
6
|
3
|
6
|
5
|
4
|
20
|
P5
|
7
|
2
|
5
|
4
|
5
|
18
|
P6
|
7
|
3
|
5
|
5
|
5
|
20
|
P7
|
6
|
3
|
5
|
4
|
6
|
18
|
P8
|
5
|
2
|
6
|
6
|
5
|
19
|
P9
|
5
|
4
|
7
|
5
|
6
|
21
|
P10
|
6
|
4
|
6
|
5
|
4
|
21
|
Total
|
61
|
25
|
50
|
42
|
42
|
193
|
Rata-rata
|
6,1
|
2,9
|
5,6
|
4,7
|
4,6
|
|
UJI ORGANOLEPTIK TEKSTUR
|
||||||
Tekstur
|
Perlakuan
|
Total
|
||||
BON 345
|
IKN 789
|
LEL 987
|
YIT 543
|
SAN 456
|
||
p 1
|
3
|
1
|
3
|
2
|
4
|
13
|
p 2
|
4
|
1
|
4
|
3
|
4
|
16
|
p 3
|
3
|
2
|
4
|
2
|
3
|
14
|
p 4
|
5
|
1
|
3
|
2
|
2
|
13
|
p 5
|
5
|
2
|
5
|
2
|
3
|
17
|
p 6
|
5
|
3
|
6
|
2
|
4
|
20
|
p 7
|
4
|
3
|
5
|
3
|
2
|
17
|
p 8
|
3
|
3
|
6
|
3
|
3
|
18
|
p 9
|
3
|
4
|
4
|
2
|
4
|
17
|
p 10
|
2
|
4
|
3
|
1
|
2
|
12
|
Total
|
37
|
24
|
43
|
22
|
31
|
157
|
Rata-rata
|
3.7
|
2.4
|
4.3
|
4.8
|
3.1
|
|
UJI ORGANOLEPTIK RASA
|
||||||
Rasa
|
Perlakuan
|
Total
|
||||
BON 345
|
IKN 789
|
LEL 987
|
YIT 543
|
SAN 456
|
||
p 1
|
6
|
3
|
6
|
4
|
5
|
24
|
p 2
|
6
|
4
|
6
|
4
|
5
|
25
|
p 3
|
7
|
3
|
7
|
5
|
4
|
26
|
p 4
|
6
|
2
|
6
|
5
|
5
|
24
|
p 5
|
6
|
2
|
5
|
3
|
6
|
22
|
p 6
|
7
|
3
|
4
|
4
|
4
|
22
|
p 7
|
5
|
4
|
5
|
5
|
3
|
22
|
p 8
|
5
|
4
|
5
|
4
|
5
|
23
|
p 9
|
6
|
5
|
4
|
3
|
6
|
24
|
p 10
|
6
|
4
|
6
|
5
|
4
|
25
|
Total
|
60
|
34
|
56
|
42
|
47
|
237
|
Rata-rata
|
6.0
|
3.4
|
5.6
|
4.2
|
4.7
|
|
Keterangan
|
Konsentrasi Kunyit
|
|
BON 345
|
Kelompok 1
|
0,50%
|
IKN 789
|
Kelompok 2
|
1%
|
LEL 987
|
Kelompok 3
|
1,50%
|
YIT 543
|
Kelompok 4
|
2%
|
SAN 456
|
Kelompok 5
|
2,50%
|
trima kasih..
BalasHapussangat membantu