Laporan Praktikum Diversifikasi Pengolahan Serang, 02
Oktober2012
KARAKTERISTIK FISIK SURIMI
IKAN LELE (Clarias gariepinus)
Oleh:
Adelaide
Maria Ulfah
4443090564
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Raya Jakarta Km 4. Kota Serang Provinsi Banten
ABSTRAK
Telah dilakukan praktikum pembuatan surimi ikan lele
pada mata kuliah diversifikasi pengolahan yang dilakukan pada 02 oktober 2012
di Laboratorium. Pengolahan dengan menggunakan bahan ikan lele serta bahan
tambahan garam, sorbitol, dan STTP dengan 5 perlakuan yaitu kelompok
(1=Kontrol & Surimi, 2=1%Sorbitol+0,1%STTP,3= 2%Sorbitol+0,2%STTP, 4=3%Sorbitol+0,3%STTP,
5= 4%Sorbitol+0,4%STTP). Dengan tahap pencucian sebanyak 1 kali. Selanjutnya surimi ikan lele
diamati karakteristik mutu fisiknya.
Dengan hasil pada kelompok 1 mutu fisik kontrol (K1) tanpa pencucian
berwarna merah, kontrol 2(K2) dengan pencucian berwarna putih. Selanjutnya
untuk hasil pada kelompok 2,3,4 dan 5 karakteristik mutu fisknya sama yakni
berwarna putih dengan tetap melakukan pencucian sebanyak 1 kali.
Kata kunci : Ikan lele, Surimi, Sorbitol, STTP
ABSTRACT
Have done a catfish surimi manufacturing lab course on diversified processing performed on 02 October 2012 in Laboratorium Processing using materials catfish and salt additives, sorbitol, and STTP with tehe group 5 treatment (1 = Control & Surimi, 2 =1% Sorbitol 0.1% STTP, 3 =2% +0.2% Sorbitol STTP , 4 =3% Sorbitol STTP +0.3%, 5 =4% Sorbitol 0.4% STTP). With the washing stage 1 time. Furthermore catfish surimi observed physical quality characteristics. With the results of the physical quality of the control group 1 (K1) without washing red, control 2 (K2) with a white wash. Further to the results of the group 2,3,4 and 5 fisknya same quality characteristics that are white while laundering as much as 1 times.
Have done a catfish surimi manufacturing lab course on diversified processing performed on 02 October 2012 in Laboratorium Processing using materials catfish and salt additives, sorbitol, and STTP with tehe group 5 treatment (1 = Control & Surimi, 2 =1% Sorbitol 0.1% STTP, 3 =2% +0.2% Sorbitol STTP , 4 =3% Sorbitol STTP +0.3%, 5 =4% Sorbitol 0.4% STTP). With the washing stage 1 time. Furthermore catfish surimi observed physical quality characteristics. With the results of the physical quality of the control group 1 (K1) without washing red, control 2 (K2) with a white wash. Further to the results of the group 2,3,4 and 5 fisknya same quality characteristics that are white while laundering as much as 1 times.
Keywords:
Catfish, Surimi, Sorbitol,
STTP
PENDAHULUAN
Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis
asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur
2005). Berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan konsumsi ikan, salah
satunya dengan diversifikasi pengolahan hasil perikanan.
Pengolahan ikan merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan hasil panen
yang disertai dengan usaha peningkatan penerimaan konsumen melalui rasa, aroma,
penampakan produk. Pengolahan ikan juga bertujuan untuk menghambat kegiatan
zat-zat dan mikroorganisme yang dapat menimbulkan kemunduran mutu dan kerusakan
(Moeljanto 1982).
Sektor perikanan Indonesia pada era globalisasi ini memiliki prospek
pengembangan yang sangat potensial. Hal ini dapat dilihat dari industri pangan
hasil perikanan yang semakin berkembang dan beragam jenisnya. Salah satu bahan
pangan perikanan yang pada saat ini sedang berkembang di Indonesia adalah
surimi (Santoso, 2008).
Kata surimi berasal dari Jepang yang telah diterima secara internasional
untuk menggambarkan hancuran daging ikan yang telah mengalami berbagai proses
yang diperlukan untuk mengawetkannya. Surimi adalah protein miofibril ikan yang
telah distabilkan dan diproduksi melalui tahapan proses secara kontinyu yang
meliputi penghilangan kepala dan tulang, pelumatan daging, pencucian,
penghilangan air, penambahan cryoprotectant, dilanjutkan dengan atau tanpa
perlakuan, sehingga mempunyai kemampuan fungsional terutama dalam membentuk gel
dan mengikat air (Matsumoto, 1992).
Surimi adalah
produk antara (intermediate product) yang siap untuk diolah menjadi
produk lanjutan. Salah satu produk lanjutan yang digemari di dunia adalah
produk analog dari ikan dan kepiting. Okada (1992) menjabarkan keunggulan dari
surimi adalah sebagai berikut:
1. Dapat memanfaatkan ikan yang sering
digunakan (ekonomis) dan ikan yang jarang digunakan (non-ekonomis) sebagai
bahan baku.
2. Surimi beku dapat disimpan lama dan
memiliki kandungan protein fungsional yang tinggi.
3. Variasi dari produk berbahan dasar surimi
dapat diproduksi dengan alternatif dari bentuk dan kualitas rasanya dengan cara
mengaplikasikan berbagai macam teknologi pengolahan dan bumbu-bumbu.
4. Teknologi terkini sanggup menghasilkan
surimi dalam jumlah besar dengan kualitas yang konsisten.
Pengolahan surimi
memiliki prospek yang besar untuk dikembangkan, dimana permintaan akan surimi
di dunia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Tujuan dilakukannya
praktikum diversifikasi terhadap karakteristik fisik surimi ikan lele ialah
ingin mengetahui mutu fisik surimi dilihat dari kenampakan dengan perbandingan
yang menggunakan bahan tambahan maupun yang tidak menggunakan bahan tambahan.
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Ikan Lele (Clarias gariepinus)
Ikan lele (Clarias
gariepinus) merupakan salah satu jenis ikan yang dibudidayakan di
Indonesia. Ikan lele (Clarias gariepinus) memiliki kulit tubuh yang
licin, berlendir dan tidak bersisik. Jika terkena sinar matahari, warna
tubuhnya berubah menjadi pucat dan jika terkejut warna tubuhnya menjadi loreng
seperti mozaik hitam putih. Ukuran mulut relatif lebar yaitu ± ¼ dari panjang
total tubuhnya. Tanda spesifik lainnya yaitu adanya kumis di sekitar mulut
sebanyak delapan buah yang berfungsi sebagai alat peraba saat bergerak atau
ketika mencari makan (Riesnawaty 2007).
Ikan lele memiliki
alat pernapasan tambahan yang terletak di bagian depan rongga insang yang
memungkinkan ikan mengambil oksigen dari udara (Suyanto 1999). Oleh karena itu,
ikan lele dapat hidup dalam kondisi perairan yang sedikit mengandung kadar
oksigen (Prihartono et al .2000). Klasifikasi ikan lele (Clarias
gariepinus) menurut Saanin (1984), yaitu :
Kingdom :
Animalia
Phyllum :
Chordata
Kelas :
Pisces
Ordo :
Ostariophysi
Famili :
Clariidae
Genus :
Clarias
Species :
Clarias gariepinus
Ikan Lele (Clarias
gariepinus) memiliki tiga sirip tunggal, yaitu sirip punggung, sirip ekor
dan sirip dubur yang digunakan sebagai alat berenang serta sirip berpasangan
yaitu sirip dada dan sirip perut. Sirip dada dilengkapi dengan jari-jari sirip
yang keras dan runcing yang disebut patil. Patil digunakan sebagai alat bantu
gerak dan juga berfungsi sebagai senjata (Prihartono et al.2000).
Mahyuddin (2008) menyatakan bahwa ikan lele merupakan salah satu ikan yang
aktif mencari makan di malam hari (nokturnal). Komposisi kimia ikan lele (Clarias gariepinus) Menurut
Suzuki (1981), komposisi kimia daging ikan yaitu kandungan protein
sebesar 15-24%, lemak 0,1-22%, karbohidrat 1-3%, air 66-84% dan bahan organik
sebesar 0,8-2%. Pada umumnya bagian ikan yang dapat dimakan (edible
portion) berkisar antara 45-50% dari berat ikan. Ikan lele memiliki nilai
gizi yang tinggi.
Tabel 1. Kandungan gizi ikan lele (Clarias gariepinus)
Komposisi
|
Jumlah (%)
|
Air
|
75,68
|
Protein
|
16,80
|
Lemak
|
5,70
|
Abu
|
1,00
|
Sumber. Rosa et al. (2007)
Surimi
Surimi adalah salah
satu jenis produk perikanan yang telah dikenal di seluruh dunia. Surimi sangat
potensial untuk dikembangkan. Pada dasarnya semua jenis ikan dapat diolah
menjadi produk surimi. Jenis ikan yang ideal untuk produk surimi beku adalah
yang mempunyai kemampuan pembentukan gel yang baik, sebab kemampuan pembentukan
gel ini akan mempengaruhi elastisitas tekstur. Untuk mendapatkan kualitas
surimi yang baik, sebaiknya menggunakan ikan yang masih segar, karena
elastisitas yang terbaik hanya didapatkan dari ikan yang segar (BBPMHP 1987).
Salah satu
keunggulan dari surimi adalah kemampuannya untuk diolah menjadi berbagai macam
variasi produk-produk lanjutannya dalam berbagai bentuk dan ukuran (Okada
1992). Pengolahan surimi yang telah umum dilakukan terdiri dari beberapa
tahapan, yaitu: persiapan bahan baku, pencucian, penghilangan tulang, pencucian
daging lumat, pengurangan kadar air, penambahan bahan tambahan, pengepakan,
pembekuan dan penyimpanan. Ada dua tipe surimi yang biasa diproduksi, yaitu surimi
yang dibuat tanpa penambahan garam (mu-en surimi) dan surimi yang dibuat dengan
menambahkan garam (ka-en surimi) (Muchtadi 1989).
Pada proses pencucian dengan menggunakan air
sangat diperlukan dalam pembuatan surimi karena dapat menunjang kemampuan untuk
membentuk gel. Selama pencucian, daging ikan dibersihkan dari darah, pigmen,
lemak, lendir dan protein larut air, dengan cara ini warna dan bau daging akan
menjadi lebih baik, di samping kandungan aktimiosinnya meningkat, sehingga
dapat memperbaiki sifat elastisitas produk yang dihasilkan. Sedangkan komponen
daging yang berperan dalam produk pembuatan surimi adalah protein, khususnya
protein yang besifat larut dalam garam, terutama aktin dan miosin yang
merupakan komponen utama dari protein ikan yang larut garam (protein
miofibrilar) dan berperan penting dalam membentuk karakteristik utama surimi,
yaitu kemampuan untuk membentuk gel yang kokoh tetap elastis pada suhu yang
relatif rendah (sekitar 40oC). Fungsi protein adalah sebagai bahan
pengikat hancuran daging dan sebagai emulsifier (Nurfianti, 2007).
Faktor penting yang
mempengaruhi proses pembuatan surimi yang berkualitas baik antara lain adalah:
cara penyiangan (pemotongan kepala, fillet), besarnya partikel dari
daging lumat, kualitas air, temperatur ikan, peralatan yang digunakan, dan cara
pencucian (Lee 1994). Dan faktor-faktor yang mempengaruhi mutu surimi adalah
kesegaran bahan baku, namun komposisi kimia ikan khususnya protein dan lemak
juga berperan terhadap pembentukan gel (Yongsawatdigul 2001).
Komposisi kimia
surimi menurut USDA Database Makanan
Gizi 16-1, komposisi kimia surimi adalah 76% air, 15% protein, 6,85%
karbohidrat, 0,9% lemak, dan 0,03% kolestrol. Sedagkan surimi dengan mutu yang
paling baik adalah surimi dengan derajat putih paling tinggi, paling bersih dan
kekuatan gelnya paling tinggi. Standar
mutu surimi menurut Lanier (1992) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Standar mutu surimi
Tingkatan
mutu (Grade)
|
Surimi
|
|||
Kadar
air (%)
|
Ph
|
Imurities
(Score)
|
Kekuatan
gel(g cm) tanpa pati
|
|
1
|
75≠0,5
|
>7
|
10,0
|
>680
|
2
|
75≠0,5
|
7
|
>9,0
|
>680
|
3
|
75≠0,5
|
7
|
>8,0
|
>640
|
4
|
75≠1,0
|
7
|
>6,0
|
>520
|
5
|
75≠1,0
|
7
|
>5,0
|
>440
|
6
|
76≠1,0
|
7
|
>4,0
|
>310
|
Mutu surimi yang
baik ditentukan oleh kemampuannya untuk membentuk gel. Kemampuan membentuk gel
ini berpengaruh terhadap elastisitas dari produk lanjutan yang diolah dari
surimi tersebut. Pembentukan gel adalah hasil dari ikatan hidrogen, interaksi
hidrofobik dan ikatan kovalen disulfida (Park 2005).
Irianto (1990)
menyatakan bahwa surimi memiliki sifat khusus antara lain : Mampu membentuk gel
bila dipanaskan setelah dicampur dengan garam, Merupakan produk yang tidak
berwarna, tidak berbau dan berasa, sehingga memungkinkan untuk dimodifikasi
menjadi produk dengan berbagai sifat rasa, warna dan bau yang dikehendaki, Mempunyai
tingkat elastisitas yang dapat dimodifikasi sesuai dengan yang dikehendaki, Mudah
dibentuk tanpa alat bantu dan sesuai dengan yang dikehendaki, Mampu mengikat
bahan dengan baik sehingga dapat dicampur dengan bahan-bahan lainnya tanpa
merubah sifat tekstur.
Dalam proses
pembuatan surimi sering digunakan bahan-bahan tambahan yang ditambahkan dengan
maksud dan tujuan tertentu. Bahan yang ditambahkan tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kualitas surimi. Bahan tambahan yang dapat ditambahkan dalam
pembuatan surimi antara lain garam dan cryprotectant
(Park 2005).
Mutu Surimi Berdasarkan SNI
Karakteristik
kesegaran bahan baku surimi menurut SNI (01-2694.1-1992) secara organoleptik
sekurang-kurang dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Karakterisasi Surimi
Karakterisasi
|
Ciri-ciri
|
Rupa
dan warna
Aroma
Tekstur
Rasa
|
bersih,
warna daging spesifik jenis ikan
segar
spesifik jenis
elastis,
padat dan kompak
netral
agak manis
|
Untuk
mempertahankan mutu, bahan baku harus segera diolah. Apabila terpaksa harus menunggu,
maka bahan baku harus disimpan dengan es atau air dingin (0-5°C), kondisi
saniter dan higienis (SNI 01-2694.1-1992). Syarat mutu surimi beku berdasarkan
SNI 01-2693-1992 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Syarat mutu surimi beku (SNI
01-2693-1992)
Jenis Uji
|
Satuan
|
Persyaratan Mutu
|
a) Organoleptik
- Nilai min
b) Cemaran mikroba
- ALT, maks
- Escherichia coli
- Coliform
- Salmonella *)
- Vibrio cholerae *)
c) Cemaran kimia
- Abu total, maks
- Lemak, maks
- Protein, maks
d) Fisika
- Suhu pusat, maks
- Uji lipat min
- Elastisitas min
|
koloni/g
AMP/g
per 25 g
per 25 g
% b/b
% b/b
% b/b
ºC
g/cm2
|
7
5 x 105
< 3
3
negatif
negatif
1
0,5
15
-18 ºC
grade A
300
|
Bahan baku harus segera diolah agar mutu
dapat dipertahankan, bahkan bahan baku harus disimpan dengan es atau air dingin
(0-5ºC), kondisi sanitasi dan higienis (SNI 10-2694-1992 dalam Haetami 2008).
Sorbitol
Cryoprotectant adalah
bahan yang biasa ditambahkan dalam pembuatan surimi yang tidak langsung diolah
menjadi produk lanjutan, melainkan akan disimpan terlebih dahulu pada suhu beku
dalam waktu yang lama.
Fungsi cryoprotectant adalah sebagai zat anti denaturan.
Penyimpanan surimi dalam waktu yang lama bertujuan untuk menjaga stok daging
ikan di pasaran. Penambahan cryoprotectant dalam pembuatan surimi dapat
mencegah denaturasi protein selama masa pembekuan (Nielsen dan Piegott 1994).
Menurut Pipattasatayanuwong et al. (1995) cryoprotectant dibutuhkan
untuk meminimalisasikan denaturasi protein selama masa penyimpanan beku.
Sukrosa (4 %) dan sorbitol (4-5 %) sering digunakan bersamaan dengan 0,3 %
sodium fosfat.
Sorbitol atau D-Sorbitol atau D-Glucitol atau D-Sorbite adalah
monosakarida poliol (1,2,3,4,5,6–Hexanehexol) dengan rumus kimia C6H14O6.
Sorbitol berupa senyawa yang berbentuk granul atau kristal dan berwarna putih
dengan titik leleh berkisar antara 89°C sampai dengan 101°C, higroskopis dan
berasa manis. Sorbitol memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan 0,5
sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar
2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g. Penggunaannya pada suhu tinggi tidak
ikut berperan dalam reaksi pencoklatan (Maillard) (Anonime, 2007). Komposisi dari
sorbitol menurut Calori Control Councill (2001) adalah kalori sebanyak 2,6 kal, dan
karbohidrat kurang dari 1,0 gram.
Sorbitol memiliki rasa yang lembut dan manis di mulut, dingin dan enak.
Pemanis jenis ini tidak menimbulkan efek kariogenik dan dapat digunakan oleh
penderitra diabetes. Oleh karena itu, pemanis ini aman digunakan dalam
memproduksi makanan selama lebih dari setengah abad ini. Sorbitol stabil dan
secara kimia tidak reaktif. Selain itu, pemanis ini dapat bertahan pada suhu
tinggi dan tidak mengakibatkan reaksi Maillard/browning (Colori
Control Councill,
2001).
Sorbitol banyak ditemukan pada buah beri-berian dan dalam jumlah lebih
kecil lebih kecil pada hampir semua jenis sayuran dan telah mendapat status
GRAS (Generally Recognized As Save) dar FDA (Food and Drugs Organization). World Health Organization Expert Comitte
on Food Additives (JECFA) juga tidak memberikan batasan konsumsi untuk
sorbitol. Selain itu, sorbitol juga tidak dimasukkan ke dalam kategori pemanis
buatan (Wu, 2006). Kemanisan sorbitol sekitar 60% dari kemanisan sukrosa (gula
tebu) dengan ukuran kalori sekitar sepertiganya. Rasanya lembut di mulut dengan
rasa manis yang menyenangkan dan dingin.
Selain
digunakan sebagai pemanis pengganti gula, sorbitol juga digunakan sebagai obat
pencahar non stimulan. Sorbitol bekerja dengan cara menarik air menuju usus
besar, sehingga merangsang pergerakan usus
STTP (Sodium Tripolifosfat).
Menurut
Ockermann (1983), STPP memiliki fungsi untuk meningkatkan pH daging, kestabilan
emulsi dan kemampuan emulsi. Jika nilai pH semakin mendekatititik isoelektrik
protein, maka daya mengikat air akan semakin rendah. Penambahan STPP dapat
meningkatkan pH sehingga diperoleh daya mengikat air yang semakintinggi.
Penambahan STPP dapat mencegah terjadinya rekahan serta
terbentuknya permukaan kasar pada daging layu, dapat meningkatkan
rendemen, kekerasan,kekenyalan dan kekompakan bakso (Elveira, 1988).
Jenis polifosfat yang digunakan sebagai bahan tambahan makanan antara
lain adalah dinatrium fosfat, natrium heksametafosfat dan natrium tripolifosfat
(STPP). Menurut Matsumoto dan Noguchi (1992) fosfat digunakan pertama kali oleh
Nishiya’s Group (industri surimi di Jepang). Pirofosfat dan tripolifosfat
dilaporkan memiliki efek untuk melindungi protein. Nishiya’s Group melaporkan
bahwa pirofosfat dan tripolifosfat adalah lebih efektif dibandingkan dengan
tetrapolifosfat dan heksametafosfat. Peranginangin et al. (1999)
melaporkan bahwa polifosfat akan memisahkan aktomiosin dan berikatan dengan
miosin. Miosin dan polifosfat akan berikatan dengan air dan menahan mineral dan
vitamin. Pada proses pemasakan, miosin akan membentuk gel dan polifosfat
membantu menahan air dengan menutup pori-pori mikroskopis dan kapiler.
Polifosfat dapat
METODOLOGI
Praktikum karkteristik mutu fisik ikan lele (Clarias gariepinus) ini dilakukan pada hari selasa 02 oktober 2012 pukul
13.00–16.00 WIB di Laboraturium pengolahan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Alat-alat yang
digunakan pada praktikum ini terdiri dari penggaris, baskom, pisau, talenan,
alat penggiling daging, timbangan analitik, kain saring, nampan, sendok, jarum,
alat pengepres. Dan bahan yang digunakan ikan lele, garam, sorbitol dan STTP (Sodium Tripolifosfat).
Tahap atau metode
praktikum yaitu dilakukan dengan sistem rantai dingin didahului ikan lele
diukur panjang serta ditimbang beratnya lalu ikan dipinsankan dilanjutkan
dengan disiangi yaitu membuang insang, kepala dan isi perut kemudian ikan
difillet dengan kulit dibuang serta pengambilan sisa daging yang terdapat
diikan lele. Kemudian daging ikan digiling dan setelah itu ditimbang. Tahap
berikutnya pencucian untuk kontrol tidak dilakukan pencucian berbeda dengan surimi
yang perbandingannya 1 : 4 (daging : air)
dan ditambahi garam 0,3 % diaduk selama ±10 menit. Dan dilanjutkan daging
diperas dan dipress setelah itu timbang kembali. Selanjutnya daging ikan
dicampurkan dengan bahan tambahan melalui beberapa perlakuan sesuai kelompok
(Kontrol & 1 Surimi, 1%Sorbitol+0,1%STTP, 2%Sorbitol+0,2% STTP, 3%Sorbitol+0,3%STTP,
4%Sorbitol+0,4%STTP). Kemudian diamati perubahan kenampakan/mutu fisiknya
dengan dilanjutkan pencetakan dan dikemas. Proses selanjutnya yaitu surimi
disimpan dengan dibekukan. Skema diagram alir proses pembuatan surimi dapat
dilihat sebagai berikut :
Gambar 1.
Diagram alir proses pembuatan surimi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari praktikum pembuatan surimi yang telah dilakukan didapati mengenai
uji mutu fisik pada surimi ikan lele hasilnya disajikan pada tabel berikut :
Tabel 5.
Karakteristik mutu fisik surimi ikan lele (Clarias
gariepinus)
Kel.
|
Panjang Total
|
Berat Utuh
|
Berat Minced Fish
|
Berat Setelah
Pencucian
|
R%
|
Karakteristik Fisik
|
1
|
32cm
|
240g
|
157g
|
-
|
33,05%
|
Merah
|
33cm
|
150g
|
|||||
37cm
|
360g
|
150g
|
81g
|
17,05%
|
Putih
|
|
36,5cm
|
260g
|
|||||
2
|
35cm
|
380g
|
228g
|
156g
|
27,36%
|
Putih
|
32cm
|
260g
|
|||||
3
|
38cm
|
300g
|
336g
|
192g
|
25,6%
|
Putih
|
35cm
|
210g
|
|||||
33,5cm
|
240g
|
|||||
4
|
34cm
|
155g
|
200g
|
116g
|
26,66%
|
Putih
|
30cm
|
135g
|
|||||
32cm
|
145g
|
|||||
5
|
36cm
|
210g
|
260g
|
194g
|
28,95%
|
Putih
|
36cm
|
160g
|
|||||
38cm
|
300g
|
Dari hasil tabel diatas diketahui terdapat perbedaan diantara kelima
kelompok baik dari jumlah ikan lele, berat utuh, berat minced fish, berat
setelah pencucian, rendemen maupun karakteristik fisiknya. Rata-rata rendemen
surimi mencapai ± 30 % apabila dilakukan tahap pencucian. Dan untuk
karakteristik fisik surimi ikan lele hasilnya dengan pencucian sebanyak 1 kali
memberikan kenampakan berwarna putih yang hasilnya diperoleh kelompok 2,3,4 dan
5.
Terdapat 5 Perlakuan kelompok dalam pembuatan surimi ikan lele ini yakni Kelompok
1 dengan menggunakan 4 ekor ikan lele dan terdapat 2 perlakuan yaitu : kontrol1(K1)
tanpa pencucian dan kontrol2 (K2) Surimi pencucian . Pada (K1) hasil mutu fisiknya
berwarna merah. Hal tersebut terjadi karena kandungan surimi pada minced fish
langsung dicetak tanpa proses pencucian sehingga kandungan lemak,darah masih
terdapat pada daging kemudian rendemen yang dihasilkan menyatakan hasil yang
sangat tinggi dikarenakan daging tersebut tidak mengalami proses pencucian yang
berbeda dengan kontrol 2(k2) surimi dilakukan pencucian sebanyak 2 kali hal ini
terjadi karena adanya human eror atau kesalahan pada prosedur penggunaan garam,
walaupun hasil mutu fisiknya tetap kenampakannya berwarna putih.
Untuk kelompok 2 dan 5 hasil rendemen menempati urutan kedua dan ketiga
tertinggi setelah kelompok 1 (K1). Kelompok 2 dengan menggunakan 2 ekor ikan lele
rendemennya sebesar 27,36% hal ini disebabkan ketelitian dalam pemfilletan
daging ikan lele. Sedangkan rendemen kelompok 5 sebesar 28,95% dengan
menggunakan 3 ekor ikan.
Selanjutnya pada kelompok 3 dan kelompok 4
nilai rendemen yang dihasilkan tidak berbeda jauh dan sama-sama menggunakan 3
ekor ikan lele. Hasil rendemennya yaitu kelompok 3 sebesar 25,6% sedangkan
kelompok 4 sebesar
26,66%.
Ø Perhitungan penggunaan sorbitol :
Berat setelah pencucian x bayaknya Sorbitol
yang digunakan
Ø Perhitungan penggunaan
STTP :
Berat setelah pencucian x banyaknya
STTP yang digunakan
Ø Perhitungan penggunaan
garam :
Berat minced fish x banyaknya garam
yang digunakan
Ø Perhitungan rendemen :
Berat setelah pencucian x 100%
Berat total ikan
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil pembuatan surimi ikan lele bahan
yang digunakan yaitu ikan lele dengan bahan tambahan garam, sorbitol dan STTP dengan 5 perlakuakan yaitu kelompok (1= Kontrol
& Surimi, 2= 1%Sorbitol+0,1%STTP, 3= 2%Sorbitol+0,2%STTP,
4=3%Sorbitol+0,3%STTP, 5= 4%Sorbitol+0,4%STTP). hasilnya
didapati pada karakteristik mutu fisik pada kelompok 1 dengan kontrol (K1)
berwarna merah hal ini disebabkan karena (K1) tanpa melalui proses pencucian kemudian
pada kontrol 2 (K2) surimi dilakukan pencucian sebanyak 2 kali dengan hasil
mutu fisiknya tetap berwarna putih. Sedangkan untuk kelompok 2,3,4 dan 5 mutu
fisiknya berwarna serupa yakni berwarna putih dengan proses pencucian sebanyak
ssatu kali. Pembuatan surimi merupakan produk yang bermanfaat untuk dijadikan
produk antara (intermediate product) yang siap untuk diolah menjadi
produk lanjutan dan merupakan salah satu produk lanjutan yang digemari di dunia.
Saran untuk praktikum selanjutnya yakni agar bisa
dibedakan bahan baku ikan yang digunakan dalam pembuatan surimi, sehingga kita
lebih mengetahui perbedaan diantara jenis ikan yang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
Ade wiguna nur
yasin. 2005. Skripsi Pengaruh pengkomposisian dan penyimpanan dingin daging
lumat ikan cucut pisang (carcharinus falciformis) dan ikan pari kelapa (trygon
sephen) terhadap karakteristik
surimi yang dihasilkan. Institut pertanian bogor. http://www.google.com diakses pada 08 oktober 2012
Isabel patricia granada.
2011. Skripsi Pemanfaatan surimi ikan lele dumbo (clarias
gariepinus) dalam pembuatan sosis rasa sapi dengan
penambahan isolat protein kedelai. Institut pertanian
bogor. http://www.google.com diakses pada 08 oktober 2012
Koswara. S. Surimi
Suatu Alternatif Pengolahan Ikan. http://www.ebookpangan.com/ARTIKEL/SUMIRI,%20SUATU%20ALTERNATIF%20PENGOLAHAN%20IKAN.pdf.
Diakses pada 08 oktober 2012.
Murachman, 1987. Pengetahuan
Hasil-hasil Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang.
Saya ingin berkongsi dengan anda semua di sini tentang bagaimana saya mendapat pinjaman saya dari Encik Benjamin yang membantu saya dengan pinjaman sebanyak 400,000.00 Euro untuk memperbaiki perniagaan saya. Ia mudah dan cepat apabila saya memohon pinjaman apabila keadaan semakin kasar dengan perniagaan saya. Benjamin memberi pinjaman saya tanpa berlengah-lengah. di sini adalah e-mel Benjamin / e-mel kenalan: +1 989-394-3740, lfdsloans@outlook.com.
BalasHapusPlayAmo Casino Review & Bonus Code - JtmHub
BalasHapusIf you're looking 양산 출장샵 for an 창원 출장샵 in-depth review of PlayAmo Casino, we can tell 천안 출장샵 you everything 출장샵 you need 광주 출장샵 to know before signing up.